Dipaksa ngaku teroris, warga Poso dirawat
A
A
A
Sindonews.com - Seorang warga harus mendapat perawatan intensif karena mengalami luka cukup parah dibagian kepala. Korban menderitas sakit setelah dianiaya anggota polisi karena kedapatan membawa senjata api jenis air softgun.
Dalam penangkapan tersebut, korban mendapat penganiayaan hebat dan dipaksa mengaku sebagai teroris. Aksi kekerasan dalam pemeriksaan polisi ini mendapat kecaman dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
M. Ambran seorang warga Desa Tegalrejo menderita sakit kepala yang hebat dampak pemukulan oleh petugas polisi. Ambran dipaksa mengaku sebagai teroris oleh polisi.
Ketua Tim Pemantau Penanggulangan Terorisme Komnas HAM, Siane Indriani datang langsung ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Poso untuk melihat kondisi M Ambran, warga Kelurahan Gebang Rejo, Kota Poso, Senin (18/2/2013).
Ambran ditangkap dan ditahan polisi atas kepemilikan senjata air softgun pada 12 Januari 2013.
Saat bertemu dengan anggota Komnas HAM, Ambran mengaku ia di pukuli sejak ditangkap hingga berada ditahanan Polres Poso. Pukulan dengan tangan dan popor senapan menyebabkan ia kini menderita rasa sakit kepala hebat.
"Saya terus dipaksa mengaku sebagai teroris, tapi saya bertahan karena saya memang bukan teroris," ujar Ambran.
Sementara, Siane Indriani menyatakan Komnas HAM akan memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
"Kami sudah telusuri kasus ini, ada dugaan terjadinya tindak pelanggaran HAM berupa tindak kekerasan dan penganiayaan yang berlebihan terhadap terduga teroris. Bukti bukti kuat atas dugaan tindak pelanggaran HAM itu juga ditemukan di Poso," terangnya.
Hasil investigasi Komnas HAM tersebut, lanjutnya, akan dilaporkan secara lengkap pada maret 2013 mendatang.
Siane mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi kinerja Densus 88 antiteror agar dalam penanggulanan terorisme tidak bertindak berlebihan. Dalam catatan Komnas HAM, sejak tahun 2000 setidaknya sudah 80 orang yang masih dalam posisi terduga teroris ditembak mati oleh Densus 88.
Dalam penangkapan tersebut, korban mendapat penganiayaan hebat dan dipaksa mengaku sebagai teroris. Aksi kekerasan dalam pemeriksaan polisi ini mendapat kecaman dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
M. Ambran seorang warga Desa Tegalrejo menderita sakit kepala yang hebat dampak pemukulan oleh petugas polisi. Ambran dipaksa mengaku sebagai teroris oleh polisi.
Ketua Tim Pemantau Penanggulangan Terorisme Komnas HAM, Siane Indriani datang langsung ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Poso untuk melihat kondisi M Ambran, warga Kelurahan Gebang Rejo, Kota Poso, Senin (18/2/2013).
Ambran ditangkap dan ditahan polisi atas kepemilikan senjata air softgun pada 12 Januari 2013.
Saat bertemu dengan anggota Komnas HAM, Ambran mengaku ia di pukuli sejak ditangkap hingga berada ditahanan Polres Poso. Pukulan dengan tangan dan popor senapan menyebabkan ia kini menderita rasa sakit kepala hebat.
"Saya terus dipaksa mengaku sebagai teroris, tapi saya bertahan karena saya memang bukan teroris," ujar Ambran.
Sementara, Siane Indriani menyatakan Komnas HAM akan memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
"Kami sudah telusuri kasus ini, ada dugaan terjadinya tindak pelanggaran HAM berupa tindak kekerasan dan penganiayaan yang berlebihan terhadap terduga teroris. Bukti bukti kuat atas dugaan tindak pelanggaran HAM itu juga ditemukan di Poso," terangnya.
Hasil investigasi Komnas HAM tersebut, lanjutnya, akan dilaporkan secara lengkap pada maret 2013 mendatang.
Siane mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi kinerja Densus 88 antiteror agar dalam penanggulanan terorisme tidak bertindak berlebihan. Dalam catatan Komnas HAM, sejak tahun 2000 setidaknya sudah 80 orang yang masih dalam posisi terduga teroris ditembak mati oleh Densus 88.
(ysw)