Senjata tajam rakitan banyak ditemukan di lapas
A
A
A
Sindonews.com - Kompleks Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Jawa Tengah masih belum steril dari benda- benda yang dilarang berada di dalamnya. Tak terkecuali di Lapas Klas I A, Kedungpane, Semarang, yang masih ditemukan beberapa barang yang tidak diperbolehkan masuk.
Pada razia yang digelar sejak Desember 2010 hingga memasuki pekan ke dua Januari 2013 ini, tercatat 18 senjata tajam rakitan, 59 handphone dan 22 charger disita petugas.
Senjata tajam rakitan itu dibuat berbagai cara, mulai dari menggunakan korek gas sebagai pegangan dengan sendok yang dipipihkan sebagai ujungnya hingga meruncingkan sikat gigi.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Jawa Tengah, Muqowimul Aman, mengakui hal itu masih menjadi semacam pekerjaan rumah cukup besar dalam rangka mewujudkan lingkungan Lapas yang benar-benar kondusif.
“Kami razia tiap hari, tapi faktualnya memang tiap hari pula ditemukan handphone atau benda terlarang lainnya, kami terus bekerja keras untuk mengatasi persoalan ini,” ungkapnya usai memimpin Apel Siaga Pencanangan Pemasyarakatan Getting to Zero Halinar (Handphone, Pungli, Narkoba) dan HIV/AIDS, di Lapas Klas I Kedungpane, Semarang, Jumat 11 Januari 2013.
Keberadaan handphone itu, lanjut Aman, memang diindikasi kuat sebagai sarana peredaran narkoba. Handphone biasanya dijadikan alat komunikasi untuk memesan narkoba atau sejenisnya.
“Nanti handphone itu akan kami serahkan ke Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah untuk penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan peredaran gelap narkoba, karena mereka yang memiliki alat canggih untuk itu, kami berkoordinasi,” tambahnya.
Muqowimul juga menegaskan kepada jajarannya, agar menjadi garda terdepan untuk memerangi berbagai pelanggaran di Lapas tanpa mengesampingkan fungsi pengayoman yang diemban.
“Karena pada prinsipnya kami membina agar mereka selepas menjalani hukuman bisa kembali membaur di masyarakat, Lapas Kedungpane ini merupakan contoh atau rujukan bagaimana mengatasi HIV/AIDS, di tiap Provinsi di Indonesia ada satu Lapas yang dijadikan rujukan,” lanjutnya.
Terkait senjata tajam rakitan itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jateng, Soewarso, mengakui seringkali tidak terdeteksi siapa pemiliknya. Pasalnya saat dilakukan razia, biasanya benda-benda itu ditemukan di kamar mandi atau dibuang di tempat tertentu.
“Ketika ditanyakan siapa pemiliknya, tidak ada yang ngaku, biasanya memang seperti itu, tapi kalau ketahuan siapa pemiliknya ya akan kami berkas yang bersangkutan,” tambahnya.
Beberapa senjata tajam hasil razia itu, lanjut Soewarso, dibuat para pemiliknya dengan aneka alasan. Mulai dari berjaga-jaga, membela diri hingga dilakukan untuk senjata berkelahi.
“Saya pernah punya pengalaman, ada narapidana berkelahi karena masalah sepele, lehernya terluka karena tusukan benda tajam jenis ini, hal inilah yang membuat kami terus melakukan upaya pencegahan, untuk sendok besi akan lebih baik jika menggunakan sendok plastik, supaya tidak dirubah fungsinya menjadi senjata tajam,” tutupnya.
Pada razia yang digelar sejak Desember 2010 hingga memasuki pekan ke dua Januari 2013 ini, tercatat 18 senjata tajam rakitan, 59 handphone dan 22 charger disita petugas.
Senjata tajam rakitan itu dibuat berbagai cara, mulai dari menggunakan korek gas sebagai pegangan dengan sendok yang dipipihkan sebagai ujungnya hingga meruncingkan sikat gigi.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Jawa Tengah, Muqowimul Aman, mengakui hal itu masih menjadi semacam pekerjaan rumah cukup besar dalam rangka mewujudkan lingkungan Lapas yang benar-benar kondusif.
“Kami razia tiap hari, tapi faktualnya memang tiap hari pula ditemukan handphone atau benda terlarang lainnya, kami terus bekerja keras untuk mengatasi persoalan ini,” ungkapnya usai memimpin Apel Siaga Pencanangan Pemasyarakatan Getting to Zero Halinar (Handphone, Pungli, Narkoba) dan HIV/AIDS, di Lapas Klas I Kedungpane, Semarang, Jumat 11 Januari 2013.
Keberadaan handphone itu, lanjut Aman, memang diindikasi kuat sebagai sarana peredaran narkoba. Handphone biasanya dijadikan alat komunikasi untuk memesan narkoba atau sejenisnya.
“Nanti handphone itu akan kami serahkan ke Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah untuk penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan peredaran gelap narkoba, karena mereka yang memiliki alat canggih untuk itu, kami berkoordinasi,” tambahnya.
Muqowimul juga menegaskan kepada jajarannya, agar menjadi garda terdepan untuk memerangi berbagai pelanggaran di Lapas tanpa mengesampingkan fungsi pengayoman yang diemban.
“Karena pada prinsipnya kami membina agar mereka selepas menjalani hukuman bisa kembali membaur di masyarakat, Lapas Kedungpane ini merupakan contoh atau rujukan bagaimana mengatasi HIV/AIDS, di tiap Provinsi di Indonesia ada satu Lapas yang dijadikan rujukan,” lanjutnya.
Terkait senjata tajam rakitan itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jateng, Soewarso, mengakui seringkali tidak terdeteksi siapa pemiliknya. Pasalnya saat dilakukan razia, biasanya benda-benda itu ditemukan di kamar mandi atau dibuang di tempat tertentu.
“Ketika ditanyakan siapa pemiliknya, tidak ada yang ngaku, biasanya memang seperti itu, tapi kalau ketahuan siapa pemiliknya ya akan kami berkas yang bersangkutan,” tambahnya.
Beberapa senjata tajam hasil razia itu, lanjut Soewarso, dibuat para pemiliknya dengan aneka alasan. Mulai dari berjaga-jaga, membela diri hingga dilakukan untuk senjata berkelahi.
“Saya pernah punya pengalaman, ada narapidana berkelahi karena masalah sepele, lehernya terluka karena tusukan benda tajam jenis ini, hal inilah yang membuat kami terus melakukan upaya pencegahan, untuk sendok besi akan lebih baik jika menggunakan sendok plastik, supaya tidak dirubah fungsinya menjadi senjata tajam,” tutupnya.
(rsa)