Ombak 3 meter, ribuan nelayan Garut berhenti melaut
A
A
A
Sindonews.com - Ribuan nelayan di pesisir Pantai Selatan Garut, Jawa Barat (Jabar), berhenti menangkap ikan ke tengah laut. Buruknya kondisi cuaca, memaksa para nelayan di kawasan pantai Pameungpeuk, Caringin, Cibalong, Rancabuaya, dan Santolo, berhenti mencari nafkah sementara waktu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Garut Lukman Nurhakim mengatakan, keputusan para nelayan untuk berhenti mencari ikan ini disebabkan karena gelombang air laut tinggi. Ketinggian gelombang, kira-kira mencapai tiga meter.
“Kondisi cuaca seperti ini kurang lebih sudah terjadi sejak satu minggu terakhir. Beberapa hari kemarin, para nelayan masih bisa memaksakan diri mencari ikan. Namun sejak pagi dini hari tadi para nelayan tidak bisa berangkat karena gelombang airnya tinggi,” kata Lukman saat dihubungi, Kamis (10/1/2013).
Menurut Lukman, buruknya kondisi di lautan tidak lepas dari adanya angin barat yang datang lebih awal dari biasanya. Seharusnya, embusan angin barat muncul pada Februari atau Maret mendatang.
“Tapi ini di Januari anginnya sudah muncul dari biasanya. Embusannya sangat kencang. Para nelayan enggan pergi ke tengah laut karena takut perahunya terbalik karena kencangnya angin dan kerasnya gelombang,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, ungkap Lukman, para nelayan hanya bisa menangkap ikan di pinggiran pantai saja. Itu pun dilakukan bukan dengan perlengkapan lengkap berikut perahu, melainkan dengan cara tradisional, yakni memancing.
"Pasti hasilnya (tangkapan ikan) akan sangat bebeda dengan biasanya. Ikan yang diperoleh bisa dihitung dengan jari. Hal in jelas membuat pendapatan nelayan menurun sangat drastis. Bahkan ada yang tidak melaut sama sekali," kata Lukman.
Biasanya pada musim biasa, para nelayan bisa memperoleh hasil tangkapan yang dirupiahkan bisa mencapai Rp200 hingga Rp300 ribu per hari. Terlebih jika musim udang, cumi dan sontong, nelayan mampu meraup pendapatan hingga Rp1 juta per hari.
"Namun saat ini tidak sama sekali. Nelayan hanya bisa menunggu perahu saja setiap harinya. Sebagai gantinya, ada sebagian nelayan yang memilih menggarap pertanian untuk sementara waktu sampai cuaca kembali normal," katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (Disnakanla) Kabupaten Garut Hermanto mengatakan, hingga Januari ini belum ada tangkapan ikan dari nelayan Garut. Hal ini, kata dia, akan sangat berpengaruh terhadap pasokan ikan lokal di Kabupaten Garut.
"Memang biasa, kalau stok berkurang kami mencari ke wilayah lain, dan begitu pun sebaliknya. Mudah-mudahan Maret nanti para nelayan bisa kembali melaut seperti biasanya," tukasnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Garut Lukman Nurhakim mengatakan, keputusan para nelayan untuk berhenti mencari ikan ini disebabkan karena gelombang air laut tinggi. Ketinggian gelombang, kira-kira mencapai tiga meter.
“Kondisi cuaca seperti ini kurang lebih sudah terjadi sejak satu minggu terakhir. Beberapa hari kemarin, para nelayan masih bisa memaksakan diri mencari ikan. Namun sejak pagi dini hari tadi para nelayan tidak bisa berangkat karena gelombang airnya tinggi,” kata Lukman saat dihubungi, Kamis (10/1/2013).
Menurut Lukman, buruknya kondisi di lautan tidak lepas dari adanya angin barat yang datang lebih awal dari biasanya. Seharusnya, embusan angin barat muncul pada Februari atau Maret mendatang.
“Tapi ini di Januari anginnya sudah muncul dari biasanya. Embusannya sangat kencang. Para nelayan enggan pergi ke tengah laut karena takut perahunya terbalik karena kencangnya angin dan kerasnya gelombang,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, ungkap Lukman, para nelayan hanya bisa menangkap ikan di pinggiran pantai saja. Itu pun dilakukan bukan dengan perlengkapan lengkap berikut perahu, melainkan dengan cara tradisional, yakni memancing.
"Pasti hasilnya (tangkapan ikan) akan sangat bebeda dengan biasanya. Ikan yang diperoleh bisa dihitung dengan jari. Hal in jelas membuat pendapatan nelayan menurun sangat drastis. Bahkan ada yang tidak melaut sama sekali," kata Lukman.
Biasanya pada musim biasa, para nelayan bisa memperoleh hasil tangkapan yang dirupiahkan bisa mencapai Rp200 hingga Rp300 ribu per hari. Terlebih jika musim udang, cumi dan sontong, nelayan mampu meraup pendapatan hingga Rp1 juta per hari.
"Namun saat ini tidak sama sekali. Nelayan hanya bisa menunggu perahu saja setiap harinya. Sebagai gantinya, ada sebagian nelayan yang memilih menggarap pertanian untuk sementara waktu sampai cuaca kembali normal," katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (Disnakanla) Kabupaten Garut Hermanto mengatakan, hingga Januari ini belum ada tangkapan ikan dari nelayan Garut. Hal ini, kata dia, akan sangat berpengaruh terhadap pasokan ikan lokal di Kabupaten Garut.
"Memang biasa, kalau stok berkurang kami mencari ke wilayah lain, dan begitu pun sebaliknya. Mudah-mudahan Maret nanti para nelayan bisa kembali melaut seperti biasanya," tukasnya.
(rsa)