Kompetensi guru ABK masih diragukan
A
A
A
Sindonews.com - Kompetensi atau kemampuan guru bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinilai masih minim.
Hal ini dikarenakan, para lulusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) tersebut kurang mendapatkan pelatihan praktek mengajar para ABK.
"Lulusan PLB memang sudah punya ijazah sehingga mereka dianggap mampu mengajar siswa ABK. Namun ternyata tidak demikian, masih banyak juga guru ABK yang tidak mengetahui apa sebenarnya yang dibutuhkan para ABK. Pelatihan dan prakter ilmu yang mereka punya masih kurang. Apalagi tidak semua lulusan PLB memang ingin menjadi guru dari siswa ABK," ujar Kepala Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus (PSIBK) Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, Rabu (9/1/2013).
Sylvia mengatakan, pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta pun masih kurang, bahkan terkadang pelatihan dari pemerintah hanya berlangsung selama tiga hari. Diakuinya, mendidik guru-guru tunarungu sekarang lebih sulit dibandingkan dengan sebelumnya.
"Beberapa pengajar justru tidak menyesuaikan diri dengan kebutuhan siswa tunarungu. Masih ada saja guru yang mengajar tunarungu menggunakan komunikasi bahasa tutur. Padahal, murid tunarungu tidak memahami hal tersebut. Keprihatinan ini kami ketahui langsung dari para pengelola SLB sendiri," imbuhnya.
Diungkapkan Sylvia, keprihatinan lainnya terhadap tenaga pendidik ABK adalah jumlahnya. Sampai saat ini, perbandingan jumlah guru dan murid di SLB masih kurang proporsional.
Masih ada saja perlakuan mengeneralkan kondisi anak, dimana satu kelas berisi siswa dari berbagai kebutuhan khusus. Akibatnya, pendidikan yang diberikan kepada siswa terkadang menjadi tidak maksimal.
"Tidak ada patokan satu guru membimbing berapa siswa. Semua itu relatif dan perlu melihat tingkat intelegensia anak sekaligus ketunaannya, apakah ganda atau hanya satu. Gambarannya, untuk tunarungu misalnya, jika murid memiliki kecerdasan rata-rata yakni IQ antara 90-110, satu guru maksimal mengajar 10 siswa. Itupun harus tidak dicampur dengan jenis ketunaan lain dan bukan menjadi penderita tuna ganda," jelasnya.
Hal ini dikarenakan, para lulusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) tersebut kurang mendapatkan pelatihan praktek mengajar para ABK.
"Lulusan PLB memang sudah punya ijazah sehingga mereka dianggap mampu mengajar siswa ABK. Namun ternyata tidak demikian, masih banyak juga guru ABK yang tidak mengetahui apa sebenarnya yang dibutuhkan para ABK. Pelatihan dan prakter ilmu yang mereka punya masih kurang. Apalagi tidak semua lulusan PLB memang ingin menjadi guru dari siswa ABK," ujar Kepala Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus (PSIBK) Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, Rabu (9/1/2013).
Sylvia mengatakan, pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta pun masih kurang, bahkan terkadang pelatihan dari pemerintah hanya berlangsung selama tiga hari. Diakuinya, mendidik guru-guru tunarungu sekarang lebih sulit dibandingkan dengan sebelumnya.
"Beberapa pengajar justru tidak menyesuaikan diri dengan kebutuhan siswa tunarungu. Masih ada saja guru yang mengajar tunarungu menggunakan komunikasi bahasa tutur. Padahal, murid tunarungu tidak memahami hal tersebut. Keprihatinan ini kami ketahui langsung dari para pengelola SLB sendiri," imbuhnya.
Diungkapkan Sylvia, keprihatinan lainnya terhadap tenaga pendidik ABK adalah jumlahnya. Sampai saat ini, perbandingan jumlah guru dan murid di SLB masih kurang proporsional.
Masih ada saja perlakuan mengeneralkan kondisi anak, dimana satu kelas berisi siswa dari berbagai kebutuhan khusus. Akibatnya, pendidikan yang diberikan kepada siswa terkadang menjadi tidak maksimal.
"Tidak ada patokan satu guru membimbing berapa siswa. Semua itu relatif dan perlu melihat tingkat intelegensia anak sekaligus ketunaannya, apakah ganda atau hanya satu. Gambarannya, untuk tunarungu misalnya, jika murid memiliki kecerdasan rata-rata yakni IQ antara 90-110, satu guru maksimal mengajar 10 siswa. Itupun harus tidak dicampur dengan jenis ketunaan lain dan bukan menjadi penderita tuna ganda," jelasnya.
(rsa)