Kekerasan pers, tidak cukup hanya maaf
A
A
A
Sindonews.com - Kecaman terhadap oknum TNI AU atas tindakkan penganiayaan terhadap Jurnalis terus bergulir. Kali ini, Ikatan Jurnalis Online (IJO) menuntut agar pelaku kekerasan terhadap jurnalis diusut tuntas dan diberikan sanksi tegas.
Ketua IJO Achmad Ali mengatakan, TNI AU tidak cukup minta maaf atas insiden tersebut. Menurutnya, pelaku kekerasan harus diusut sesuai dengan hukum yang berlaku. Terlebih lagi, kejadian itu berlangsung ketika wartawan sedang menjalankan tugas.
"Tidak cukup minta maaf. Pelaku penganiayaan harus diusut tuntas dan diberikan sanksi," ungkap Ali menjelaskan di Surabaya, Rabu (17/10/2012).
Ia menegaskan, sikap oknum TNI AU ini sangat bertentangan kebebasan pers yang disuarakan selama ini dan diatur dalam konstitusi. Jika hal ini dibiarkan akan memperburuk citra TNI di mata masyarakat. Makanya, tak heran jika setelah kejadian tersebut, muncul reaksi dari kalangan Jurnalis di berbagai daerah.
"Harus diusut tuntas. Bukti-bukti sudah ada saat penganiayaan ketika meliput pesawat jatuh itu," ujarnya.
Ali juga mengatakan, kejadian kekerasan dan penganiayaan kerap terjadi bahkan sampai berujung kematian. Namun, kasusnya seperti leyap begitu saja. Hukum harus ditegakkan menyangkut profesionalitas seorang wartawan ini.
Dalam melakukan tugas Jurnalistik, Wartawan dilindungi oleh Undang-Undang nomer 40 tahun 1999. Tak hanya itu, dalam undang-undang tersebut juga diatur bagaimana jika seseorang yang keberatan dengan pemberitaan. Tidak langsung main sikat.
"Ada mekanisme hak jawab jika memang keberatan dengan pemberitaan. Jangan asal main sikat," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, sepertinya kekerasan terhadap wartawan tidak pernah usai hingga detik ini. Seorang fotografer Riau Pos bernama didik Herwanto dianiaya oleh oknum TNI AU ketika ketika meliput pesawat Hawk 200. Beberapa rekan seprofesi Didik juga mengalami hal serupa. Akibatnya, Didik melaporkan secara resmi kasus kekerasan terhadapnya ke POM AU di Kantor Satuan Polisi Militer Lanud Roesmin Nurjadin. Surat pengaduan tersebut bernomor POM-434/A/IDIK-01/X/2012/Rsn. Hingga saat ini kecaman aksi kekerasan terhadap pekerja media terus bergulir.
Ketua IJO Achmad Ali mengatakan, TNI AU tidak cukup minta maaf atas insiden tersebut. Menurutnya, pelaku kekerasan harus diusut sesuai dengan hukum yang berlaku. Terlebih lagi, kejadian itu berlangsung ketika wartawan sedang menjalankan tugas.
"Tidak cukup minta maaf. Pelaku penganiayaan harus diusut tuntas dan diberikan sanksi," ungkap Ali menjelaskan di Surabaya, Rabu (17/10/2012).
Ia menegaskan, sikap oknum TNI AU ini sangat bertentangan kebebasan pers yang disuarakan selama ini dan diatur dalam konstitusi. Jika hal ini dibiarkan akan memperburuk citra TNI di mata masyarakat. Makanya, tak heran jika setelah kejadian tersebut, muncul reaksi dari kalangan Jurnalis di berbagai daerah.
"Harus diusut tuntas. Bukti-bukti sudah ada saat penganiayaan ketika meliput pesawat jatuh itu," ujarnya.
Ali juga mengatakan, kejadian kekerasan dan penganiayaan kerap terjadi bahkan sampai berujung kematian. Namun, kasusnya seperti leyap begitu saja. Hukum harus ditegakkan menyangkut profesionalitas seorang wartawan ini.
Dalam melakukan tugas Jurnalistik, Wartawan dilindungi oleh Undang-Undang nomer 40 tahun 1999. Tak hanya itu, dalam undang-undang tersebut juga diatur bagaimana jika seseorang yang keberatan dengan pemberitaan. Tidak langsung main sikat.
"Ada mekanisme hak jawab jika memang keberatan dengan pemberitaan. Jangan asal main sikat," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, sepertinya kekerasan terhadap wartawan tidak pernah usai hingga detik ini. Seorang fotografer Riau Pos bernama didik Herwanto dianiaya oleh oknum TNI AU ketika ketika meliput pesawat Hawk 200. Beberapa rekan seprofesi Didik juga mengalami hal serupa. Akibatnya, Didik melaporkan secara resmi kasus kekerasan terhadapnya ke POM AU di Kantor Satuan Polisi Militer Lanud Roesmin Nurjadin. Surat pengaduan tersebut bernomor POM-434/A/IDIK-01/X/2012/Rsn. Hingga saat ini kecaman aksi kekerasan terhadap pekerja media terus bergulir.
(azh)