Mantan Bupati-Wakil Bupati Aceh Utara divonis berbeda
A
A
A
Sindonews.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh menjatuhkan vonis terhadap mantan Bupati Aceh Utara dan Wakil Bupati Aceh Utara.
PN Tipikor Banda Aceh menjatuhkan vonis dua tahun penjara subsider lima bulan dan denda Rp 200 juta kepada Ilyas A Hamid, mantan Bupati Aceh Utara periode 2007-2012. Sementara terdakwa dua, Syarifuddin Wakil Bupati Aceh Utara, diputuskan tujuh tahun kurungan dengan dengan denda Rp400 juta, serta subsider kurungan 10 bulan. Ia juga diharuskan menganti kerugian negara Rp3,8 Milyar. Putusan tersebut berdasarkan premium fee yang diterima dari Bank Mandiri.
“Menghukum terdakwa satu, Ilyas bin Abdul Hamid dengan pidana penjara selama dua tahun, terdakwa dua Syarifuddin dengan pidana penjara tujuh tahun,” ujar Hakim Ketua PN Tipikor Arsyad Sundusin saat pembacaan vonis, Rabu (6/6/2012).
Dalam pengadilan hakim ketua menegaskan jika dalam waktu satu bulan kedua terdakwa harus membayar denda, jika tidak dipenuhi maka harta bendanya disita. Jika harta benda juga tidak mencukupi, maka diganti kurungan penjara selama dua tahun.
Dipengadilan keduanya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Keduanya menyebabkan kas daerah bocor dengan mendepositokan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) Kabupaten Aceh Utara senilai Rp200 Milyar ke Bank Mandiri KCP Jelambar, Jakarta pada 2008.
Kasus tersebut terungkap 2009, sebelumnya kas daerah itu berada di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh dalam bentuk deposito, kemudian dipindahkan ke Bank Mandiri Lhokseumawe Rp200 Milyar baru dialihkan ke Jelambar. Menurut Arsyad, kasus ini berdampak negatif terhadap roda pemerintahan, sehingga program-program pembangunan tersendat.
“Sampai sekarang pemerintah kabupaten Aceh Utara tidak bisa mencairkan dana tersebut,” kata Arsyad.
Perbuatan Ilyas dan Syarifuddin terbukti melanggar pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu juga dinyatakan melanggar pasal 55 KUHPidana dalam dakwaan subsider.
Vonis hakim jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), masing-masing 15 tahun penjara, denda Rp2 Milyar serta mengantikan kerugian negaran Rp6,3 Milyar. Majelis hakim juga membebaskan kedua terdakwa dari dakwaan primer pasal 2 Undang-undang tindak pidana korupsi. Dalam amar putusan disebutkan keduanya tidak terbukti. Usai pembacaan putusan, JPU langsung menyatakan pikir-pikir.
Berbeda dengan Syarifuddin, hakim tidak mewajibkan Ilyas membayar denda atas premium fee yang diterimanya sebesar Rp 2,5 Milyar. Hakim menyatakan tidak terbukti mengambilnya. Majelis hakim beralasan hukuman terhadap Syarifuddin lebih berat dikarenakan ia lebih berperan dalam kasus tersebut, apalagi proses pemindahan kas daerah tanpa didampingi Bendahara Umum Daerah.
Saat hakim ketua menanyakan pendanpat para terdakwa atas amar putusan, Syarifuddin langsung menyatakan banding.
"Saya ingin mencari keadilan, demi Allah saya tidak pernah menerima uang Rp3,8 milyar seperti yang dituduh," jelasnya pada wartawan.
Ia mengaku akan mencari bukti baru yang meyakinkan hakim sehinga dapat membebaskannya dari jerat hukum. Dalam persidangan terungkap sejumlah nama yang mendapat premium fee dari Bank Mandiri dari pemindahan kas daerah Aceh Utara. Ternyata yang didepositokan ke Bank Mandiri Jelambar, bukan Rp220 milyar, melainkan Rp200 milyar. Sisanya Rp20 Milyar, masuk ke rekening PT Argo Sijanta yang tercatat pemiliknya Noviar Hadi, Direktur perusahaan tersebut.
Rp20 Milyar inilah yang dibagi-bagi, dengan embel-embel premium fee. Syarifuddin mendapat Rp3,8 miyar, Yunus Abdul Gani Rp2,025 milyar, Salahuddin Al Fata Rp450 juta, Sudirman Rp350 juta dan Lista Adriani Rp500 juta.(azh)
PN Tipikor Banda Aceh menjatuhkan vonis dua tahun penjara subsider lima bulan dan denda Rp 200 juta kepada Ilyas A Hamid, mantan Bupati Aceh Utara periode 2007-2012. Sementara terdakwa dua, Syarifuddin Wakil Bupati Aceh Utara, diputuskan tujuh tahun kurungan dengan dengan denda Rp400 juta, serta subsider kurungan 10 bulan. Ia juga diharuskan menganti kerugian negara Rp3,8 Milyar. Putusan tersebut berdasarkan premium fee yang diterima dari Bank Mandiri.
“Menghukum terdakwa satu, Ilyas bin Abdul Hamid dengan pidana penjara selama dua tahun, terdakwa dua Syarifuddin dengan pidana penjara tujuh tahun,” ujar Hakim Ketua PN Tipikor Arsyad Sundusin saat pembacaan vonis, Rabu (6/6/2012).
Dalam pengadilan hakim ketua menegaskan jika dalam waktu satu bulan kedua terdakwa harus membayar denda, jika tidak dipenuhi maka harta bendanya disita. Jika harta benda juga tidak mencukupi, maka diganti kurungan penjara selama dua tahun.
Dipengadilan keduanya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Keduanya menyebabkan kas daerah bocor dengan mendepositokan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) Kabupaten Aceh Utara senilai Rp200 Milyar ke Bank Mandiri KCP Jelambar, Jakarta pada 2008.
Kasus tersebut terungkap 2009, sebelumnya kas daerah itu berada di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh dalam bentuk deposito, kemudian dipindahkan ke Bank Mandiri Lhokseumawe Rp200 Milyar baru dialihkan ke Jelambar. Menurut Arsyad, kasus ini berdampak negatif terhadap roda pemerintahan, sehingga program-program pembangunan tersendat.
“Sampai sekarang pemerintah kabupaten Aceh Utara tidak bisa mencairkan dana tersebut,” kata Arsyad.
Perbuatan Ilyas dan Syarifuddin terbukti melanggar pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu juga dinyatakan melanggar pasal 55 KUHPidana dalam dakwaan subsider.
Vonis hakim jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), masing-masing 15 tahun penjara, denda Rp2 Milyar serta mengantikan kerugian negaran Rp6,3 Milyar. Majelis hakim juga membebaskan kedua terdakwa dari dakwaan primer pasal 2 Undang-undang tindak pidana korupsi. Dalam amar putusan disebutkan keduanya tidak terbukti. Usai pembacaan putusan, JPU langsung menyatakan pikir-pikir.
Berbeda dengan Syarifuddin, hakim tidak mewajibkan Ilyas membayar denda atas premium fee yang diterimanya sebesar Rp 2,5 Milyar. Hakim menyatakan tidak terbukti mengambilnya. Majelis hakim beralasan hukuman terhadap Syarifuddin lebih berat dikarenakan ia lebih berperan dalam kasus tersebut, apalagi proses pemindahan kas daerah tanpa didampingi Bendahara Umum Daerah.
Saat hakim ketua menanyakan pendanpat para terdakwa atas amar putusan, Syarifuddin langsung menyatakan banding.
"Saya ingin mencari keadilan, demi Allah saya tidak pernah menerima uang Rp3,8 milyar seperti yang dituduh," jelasnya pada wartawan.
Ia mengaku akan mencari bukti baru yang meyakinkan hakim sehinga dapat membebaskannya dari jerat hukum. Dalam persidangan terungkap sejumlah nama yang mendapat premium fee dari Bank Mandiri dari pemindahan kas daerah Aceh Utara. Ternyata yang didepositokan ke Bank Mandiri Jelambar, bukan Rp220 milyar, melainkan Rp200 milyar. Sisanya Rp20 Milyar, masuk ke rekening PT Argo Sijanta yang tercatat pemiliknya Noviar Hadi, Direktur perusahaan tersebut.
Rp20 Milyar inilah yang dibagi-bagi, dengan embel-embel premium fee. Syarifuddin mendapat Rp3,8 miyar, Yunus Abdul Gani Rp2,025 milyar, Salahuddin Al Fata Rp450 juta, Sudirman Rp350 juta dan Lista Adriani Rp500 juta.(azh)
()