Pelayanan RSUD dr Slamet Garut dikeluhkan warga
A
A
A
Sindonews.com – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Slamet Garut diminta untuk mengevaluasi pelayanan kesehatan yang diberikan. Pasalnya, salah seorang warga yang menjadi pasien, Udin Saepudin, 63, warga Kampung Cireungit RT 04 RW 01, Desa Mekargalih, Kecamatan Tarogong Kidul, mengeluhkan lambannya penanganan medis pihak rumah sakit berdampak buruk pada kesehatan matanya.
Mantan sopir bis Perusahaan Otobis (PO) Putra Utama ini menuturkan, penyakit yang diderita kedua matanya bermula sewaktu dirinya sedang bekerja, yaitu saat menyetir bis dari Bekasi menuju Garut pada awal Februari tahun 2011 lalu. Karena mengalami rabun, Udin pun meminta berhenti menyetir untuk sementara pada perusahaan tempat ia bekerja.
“Saya kemudian berobat ke Puskesmas Tarogong untuk memeriksakan mata saya. Dari sana, dokter memberi keputusan bahwa saya harus dirujuk ke RSUD dr Slamet Garut,” katanya Minggu (27/5/2012).
Namun, setelah berobat ke rumah sakit, ia mulai mengalami kekecewaan. Pengobatan yang dijalaninya selalu dipindah-pindahkan ke sejumlah bagian pelayanan medis di rumah sakit tersebut dengan jangka waktu yang sangat lama.
“Awalnya saya diperiksa di poli mata. Namun, saya dipindah ke poli dalam. Lalu dikembalikan lagi ke poli mata. Dan kemudian dipindah kembali ke poli dalam lagi. Begitu seterusnya dalam waktu berbulan-bulan. Saya merasa putus asa. Sebab, selama satu tahun saya berobat itu, saya tidak kunjung dioperasi juga. Saya harus menunggu dan terus menunggu. Bukannya apa-apa, usia saya sudah tua. Saya harus bolak-balik terus tanpa ada perubahan yang nyata pada kesehatan mata saya. Apalagi setiap berobat, saya melakukannya sendiri tanpa diantar keluarga,” urainya.
Selama perjalanan waktu itu, penyakit pada kedua matanya semakin parah. Meski berkali-kali ia menanyakan kapan ia akan dioperasi, pihak rumah sakit tidak juga memberikan keputusan.
“Sampai pada akhirnya, sewaktu saya akan dioperasi, petugas di rumah sakit menjelaskan bila lensa yang diperlukan untuk pengobatan pasien Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) sedang kosong. Kenyataan itu membuat saya semakin kecewa. Saya seolah-olah diterlantarkan dengan kondisi penyakit katarak yang sangat sudah parah bila dibandingkan dengan sebelum saya berobat. Seharusnya, saya dikabari bila rumah sakit merasa tidak mampu. Jadi saya bisa berobat ke rumah sakit lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Humas RSUD dr Slamet Garut Ade Sunarya menjelaskan, pihaknya belum mengetahui adanya keluhan tersebut. Ia pun meminta waktu untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu terkait masalah ini.
“Kita perlu cek dulu masalahnya. Terkait masalah penanganan medis, tentu saja kita tidak bisa asal-asalan mengambil tindakan. Harus ada pemeriksaan intensif mengenai data kesehatan pasen. Apakah harus dioperasi atau ditunda dulu. Bila terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, pasti akan berakibat fatal. Tentu saja kita menghindari hal itu,” jelasnya. (wbs)
Mantan sopir bis Perusahaan Otobis (PO) Putra Utama ini menuturkan, penyakit yang diderita kedua matanya bermula sewaktu dirinya sedang bekerja, yaitu saat menyetir bis dari Bekasi menuju Garut pada awal Februari tahun 2011 lalu. Karena mengalami rabun, Udin pun meminta berhenti menyetir untuk sementara pada perusahaan tempat ia bekerja.
“Saya kemudian berobat ke Puskesmas Tarogong untuk memeriksakan mata saya. Dari sana, dokter memberi keputusan bahwa saya harus dirujuk ke RSUD dr Slamet Garut,” katanya Minggu (27/5/2012).
Namun, setelah berobat ke rumah sakit, ia mulai mengalami kekecewaan. Pengobatan yang dijalaninya selalu dipindah-pindahkan ke sejumlah bagian pelayanan medis di rumah sakit tersebut dengan jangka waktu yang sangat lama.
“Awalnya saya diperiksa di poli mata. Namun, saya dipindah ke poli dalam. Lalu dikembalikan lagi ke poli mata. Dan kemudian dipindah kembali ke poli dalam lagi. Begitu seterusnya dalam waktu berbulan-bulan. Saya merasa putus asa. Sebab, selama satu tahun saya berobat itu, saya tidak kunjung dioperasi juga. Saya harus menunggu dan terus menunggu. Bukannya apa-apa, usia saya sudah tua. Saya harus bolak-balik terus tanpa ada perubahan yang nyata pada kesehatan mata saya. Apalagi setiap berobat, saya melakukannya sendiri tanpa diantar keluarga,” urainya.
Selama perjalanan waktu itu, penyakit pada kedua matanya semakin parah. Meski berkali-kali ia menanyakan kapan ia akan dioperasi, pihak rumah sakit tidak juga memberikan keputusan.
“Sampai pada akhirnya, sewaktu saya akan dioperasi, petugas di rumah sakit menjelaskan bila lensa yang diperlukan untuk pengobatan pasien Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) sedang kosong. Kenyataan itu membuat saya semakin kecewa. Saya seolah-olah diterlantarkan dengan kondisi penyakit katarak yang sangat sudah parah bila dibandingkan dengan sebelum saya berobat. Seharusnya, saya dikabari bila rumah sakit merasa tidak mampu. Jadi saya bisa berobat ke rumah sakit lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Humas RSUD dr Slamet Garut Ade Sunarya menjelaskan, pihaknya belum mengetahui adanya keluhan tersebut. Ia pun meminta waktu untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu terkait masalah ini.
“Kita perlu cek dulu masalahnya. Terkait masalah penanganan medis, tentu saja kita tidak bisa asal-asalan mengambil tindakan. Harus ada pemeriksaan intensif mengenai data kesehatan pasen. Apakah harus dioperasi atau ditunda dulu. Bila terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, pasti akan berakibat fatal. Tentu saja kita menghindari hal itu,” jelasnya. (wbs)
()