Tersangka korupsi bansos bertambah
A
A
A
Sindonews.com - Kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Sumatera Utara (Sumut) 2009-2011 bertambah seorang lagi, yakni mantan Bendahara Biro Binsos 2009 Syawaluddin.
Pria yang kini menjadi staf biasa diduga menerima gratifikasi dan melakukan pemotongan sejumlah dana bansos yang dicairkan dengan besaran tertentu. Peran dia terungkap saat pemeriksaan tersangka Adi Sucipto beberapa waktu lalu.
“Syawaluddin sudah dijadikan tersangka karena diduga turut membantu pencairan proposal fiktif,”papar Pelaksana harian (Plh) Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut Ronald H Bakkara, Minggu 13 Mei 2012.
Penyidik sudah melayangkan pemanggilan sebanyak dua kali,namun Syawaluddin tidak datang tanpa alasan.
“Sudah dua kali dipanggil.Namun, tidak datang.Tunggulah dulu masukan dari penyidik, apakah dia dimasukkan dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) atau tidak,” ucapnya.
Sebelumnya Adi Sucipto, selaku salah satu penerima merangkap merangkap broker dana bansos,dalam pemeriksaan mengaku dibantu bendahara bansos pada waktu itu untuk mencairkan proposal yang diajukan.
Dengan ditetapkannya Syawaluddin menjadi tersangka dugaan korupsi dana bansos ini, maka jumlah tersangka menjadi tujuh orang. Enam tersangka sebelumnya adalah Bendahara Biro Binsos Setdaprov Ahmad Faisal, Bendahara Umum Setdaprov Subandi, Bendahara Biro Perekonomian Setdaprov Umi Kalsum, Kepala Biro Binsos Setdaprov Sakira Zandy, Kepala Biro Perekonomian Bangun Oloan Harahap, dan Adi Sucipto selaku penerima dan broker pencairan bansos.
Informasi diperoleh di Kejati Sumut, akan ada penetapan tersangka lagi dalam perkara ini dalam waktu dekat. Saat ini yang dibidik menjadi tersangka adalah orang dekat Syawaluddin yang selama ini menjadi broker. Sumber di Kejati Sumut menyebutkan, pria ini berinisial B dan sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Kota Medan. Penyidik telah beberapa kali memanggilnya untuk menjalani pemeriksaan.
”Nanti saya tanyakan sama penyidik untuk jelasnya,” kata Ronald.
Sedangkan untuk penetapan tersangka dugaan penyelewengan dana bansos 2010 masih menunggu audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut. Diperkirakan mereka yang ditetapkan tersangka lebih banyak dari tahun lainnya. Sebab, penanganannya sudah dilakukan bersama tim, termasuk dari BPKP.
“Untuk 2010 sabarlah. Sedang proses,” pungkasnya.
Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Muslim Muis mengatakan,Kejati Sumut segera mempercepat proses penanganan perkara ini. Lambatnya penanganan perkara bisa menimbulkan indikasi bahwa kejati memberi kesempatan bagi yang terlibat mengganti kerugian negara. Apabila unsur kerugian negara terpenuhi, maka oknum tertentu yang terlibat akan lepas dari jerat hukum. Apabila, itu memang tidak dilakukan,maka tetapkan tersangka dalam bulan ini.
“Tetapkan tersangka dalam bulan ini (Mei) juga. Apabila tidak, maka dugaan itu 99 persen mendekati kebenaran,” katanya.
Kondisi ini sangat tepat bagi Kepala Kejati Sumut Noor Rachmad menujukkan sepak terjang atau kredibilitasnya dalam menuntaskan perkara korupsi. Jangan ada tebang pilih dalam menetapkan tersangka atau juga tidak mau disebut ada langkah sistematis untuk menjatuhkan seseorang.
“Jangan sampai mau disebut terindikasi memenuhi kepentingan orang tertentu untuk menjatuhkan seseorang,” bebernya.
Apabila tidak ada juga peningkatan, maka sudah saatnya penyidik menangani perkara diganti.Tidak tepat rasanya menempatkan jaksa yang memasuki tahap pensiun dijadikan ketua tim atau anggota penyidik. Lebih baik penanganannya dilakukan jaksa yang mengejar karier.Mereka yang jelang pensiun diduga tidak memperdulikan, kemana perkara ini dibawa. Hasil yang belum maksimal menujukkan kinerja Kejati Sumut lambat.
“Kalau mau pensiun, mana dipikirkannya lagi perkara ini dibawa kemana. Lanjut tidaknya, dia akan pensiun. Ganti dengan yang muda. Kalau tidak ada evaluasi, itu salah. Lakukan evaluasi,” pungkasnya.
Sekadar mengingatkan,Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut mengucurkan dana Rp1,2 triliun untuk dana bantuan sosial tiga tahun terakhir. Untuk 2011 dikucurkan sebesar Rp459 miliar, namun dalam pelaksanaanya, dana bansos tersebut tidak tepat sasaran.(azh)
Pria yang kini menjadi staf biasa diduga menerima gratifikasi dan melakukan pemotongan sejumlah dana bansos yang dicairkan dengan besaran tertentu. Peran dia terungkap saat pemeriksaan tersangka Adi Sucipto beberapa waktu lalu.
“Syawaluddin sudah dijadikan tersangka karena diduga turut membantu pencairan proposal fiktif,”papar Pelaksana harian (Plh) Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut Ronald H Bakkara, Minggu 13 Mei 2012.
Penyidik sudah melayangkan pemanggilan sebanyak dua kali,namun Syawaluddin tidak datang tanpa alasan.
“Sudah dua kali dipanggil.Namun, tidak datang.Tunggulah dulu masukan dari penyidik, apakah dia dimasukkan dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) atau tidak,” ucapnya.
Sebelumnya Adi Sucipto, selaku salah satu penerima merangkap merangkap broker dana bansos,dalam pemeriksaan mengaku dibantu bendahara bansos pada waktu itu untuk mencairkan proposal yang diajukan.
Dengan ditetapkannya Syawaluddin menjadi tersangka dugaan korupsi dana bansos ini, maka jumlah tersangka menjadi tujuh orang. Enam tersangka sebelumnya adalah Bendahara Biro Binsos Setdaprov Ahmad Faisal, Bendahara Umum Setdaprov Subandi, Bendahara Biro Perekonomian Setdaprov Umi Kalsum, Kepala Biro Binsos Setdaprov Sakira Zandy, Kepala Biro Perekonomian Bangun Oloan Harahap, dan Adi Sucipto selaku penerima dan broker pencairan bansos.
Informasi diperoleh di Kejati Sumut, akan ada penetapan tersangka lagi dalam perkara ini dalam waktu dekat. Saat ini yang dibidik menjadi tersangka adalah orang dekat Syawaluddin yang selama ini menjadi broker. Sumber di Kejati Sumut menyebutkan, pria ini berinisial B dan sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Kota Medan. Penyidik telah beberapa kali memanggilnya untuk menjalani pemeriksaan.
”Nanti saya tanyakan sama penyidik untuk jelasnya,” kata Ronald.
Sedangkan untuk penetapan tersangka dugaan penyelewengan dana bansos 2010 masih menunggu audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut. Diperkirakan mereka yang ditetapkan tersangka lebih banyak dari tahun lainnya. Sebab, penanganannya sudah dilakukan bersama tim, termasuk dari BPKP.
“Untuk 2010 sabarlah. Sedang proses,” pungkasnya.
Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Muslim Muis mengatakan,Kejati Sumut segera mempercepat proses penanganan perkara ini. Lambatnya penanganan perkara bisa menimbulkan indikasi bahwa kejati memberi kesempatan bagi yang terlibat mengganti kerugian negara. Apabila unsur kerugian negara terpenuhi, maka oknum tertentu yang terlibat akan lepas dari jerat hukum. Apabila, itu memang tidak dilakukan,maka tetapkan tersangka dalam bulan ini.
“Tetapkan tersangka dalam bulan ini (Mei) juga. Apabila tidak, maka dugaan itu 99 persen mendekati kebenaran,” katanya.
Kondisi ini sangat tepat bagi Kepala Kejati Sumut Noor Rachmad menujukkan sepak terjang atau kredibilitasnya dalam menuntaskan perkara korupsi. Jangan ada tebang pilih dalam menetapkan tersangka atau juga tidak mau disebut ada langkah sistematis untuk menjatuhkan seseorang.
“Jangan sampai mau disebut terindikasi memenuhi kepentingan orang tertentu untuk menjatuhkan seseorang,” bebernya.
Apabila tidak ada juga peningkatan, maka sudah saatnya penyidik menangani perkara diganti.Tidak tepat rasanya menempatkan jaksa yang memasuki tahap pensiun dijadikan ketua tim atau anggota penyidik. Lebih baik penanganannya dilakukan jaksa yang mengejar karier.Mereka yang jelang pensiun diduga tidak memperdulikan, kemana perkara ini dibawa. Hasil yang belum maksimal menujukkan kinerja Kejati Sumut lambat.
“Kalau mau pensiun, mana dipikirkannya lagi perkara ini dibawa kemana. Lanjut tidaknya, dia akan pensiun. Ganti dengan yang muda. Kalau tidak ada evaluasi, itu salah. Lakukan evaluasi,” pungkasnya.
Sekadar mengingatkan,Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut mengucurkan dana Rp1,2 triliun untuk dana bantuan sosial tiga tahun terakhir. Untuk 2011 dikucurkan sebesar Rp459 miliar, namun dalam pelaksanaanya, dana bansos tersebut tidak tepat sasaran.(azh)
()