Santri disiksa dengan air mendidih

Jum'at, 27 April 2012 - 08:49 WIB
Santri disiksa dengan...
Santri disiksa dengan air mendidih
A A A
Sindonews.com – Pengajar Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Muttaqin di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Husni Mubarok, 30, tega menyiksa santrinya, Trisno, 18, hingga tangan kanan korban mengalami cacat permanen.

Peristiwa ini terjadi pada 23 Januari 2012 sekitar pukul 22.00 WIB.Mulanya para santri Darul Muttaqin kerap kehilangan uang. Puncaknya pada kehilangan uang untuk yang ke-15 kalinya. Para pengajar ponpes pun hilang kesabaran dan menuduh korban Trisno sebagai pelaku.

Saat ditanyakan kepada korban,Trisno menjawab tidak tahu siapa pencuri uang santri yang hilang. Lantaran kesal salah satu pengajar yang tak lain adalah putra Pemimpin Ponpes Darul Muttaqin, yakni Husni Mubarok, melakukan aksi ritual pembuktian apakah benar korban Trisno yang mencuri atau bukan.

Pada malam kejadian, sekitar pukul 22.00, Husni bersama pengajar lain memanaskan air di atas kompor dan selanjutnya mengembuskan rajah (mantra) pada air yang sedang mendidih. Selanjutnya korban Trisno dipanggil dan dipaksa mencelupkan tangan kanannya ke dalam air yang panas luar biasa.

Menurut Husni aksi tersebut dapat membuktikan kebenaran pengakuan korban Trisno. Apabila korban tidak mencuri,air panas akan terasa dingin saat dicelupi tangan. Sebaliknya, air menjadi panas jika benar korban yang mencuri.

Karena tidak mencuri korban Trisno mencelupkan tangan kanannya ke dalam air yang sedang mendidih. Seketika korban menjerit dan menarik tangannya karena melepuh akibat terendam air panas.

Tak ayal, para pengajar Ponpes Darul Muttaqin memvonis korban sebagai pelaku pencurian uang santri yang selama ini kerap terjadi. Keesokan harinya korban pulang ke rumah orang tuanya di Desa Kabu-Kabu,Kecamatan Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir (OI), dan menceritakan semua yang dialaminya itu.

Mendengar buah hatinya disiksa, orang tua korban Aladin, 45, melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kota Kayuagung pada 29 Maret 2012. Laporan kemudian ditindaklanjuti dengan memeriksa Trisno, Husni Mubarok, dan sejumlah saksi.

Hasilnya,Husni Mubarok si pelaku terbukti bersalah dan ditahan di Mapolsek Kota Kayuagung karena melakukan tindakan penganiayaan dan dijerat Pasal 351 KUHP. Namun, penahanan pelaku penganiayaan itu hanya berlangsung sehari karena orang tua korban dan keluarga pelaku sepakat damai.

Setelah berdamai keluarga korban mengaku sedih karena keluarga pelaku kerap meneror mereka. Kapolres OKI AKBP Agus Fatchulloh, melalui Kapolsek Kota Kayuagung AKP Karimun Jaya SH, membenarkan adanya laporan penganiayaan itu dan laporan sudah ditindaklanjuti.

“Tetapi karena pihak keluarga korban dengan keluarga pelaku sepakat damai, kami tidak bisa berbuat banyak. Pelaku selanjutnya kami lepaskan,”ujarnya kemarin.

Mengenai kesepakatan damai, kata dia, ditandatangani masing-masing kepala desa di mana pelaku dan korban menetap.“ Isinya lebih kurang pelaku mengaku bersalah dan membiayai pengobatan korban serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa,” tuturnya.

Pemimpin Ponpes Darul Muttaqin Kayuagung yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten OKI, KH Daud Denin BA, juga mengakui peristiwa tersebut.

“Memang ada kejadiannya itu dan saat kejadian saya sedang di luar lingkungan pondok.Hal itu dilakukan karena korban dituduh mencuri,”katanya. Kabarnya, aksi tak bermoral oknum pengajar Ponpes Darul Muttaqin juga pernah terjadi sebelumnya. Dikisahkan, pada 16 April 2008 dua orang santriwati: Ayu Monaria, 16; dan Shinta, 16, dihukum oleh oknum pengajar dengan cara mencukur rambut keduanya hingga botak.

Tak hanya itu, mereka dimandikan dengan air selokan karena dituduh berpacaran saat berada di luar lingkungan ponpes. Akibatnya hingga kini kedua korban mengalami gangguan mental karena trauma mendalam akibat disiksa.

Pemerhati pendidikan Sumsel, Prof Jalaluludin, menyayangkan aksi kekerasan yang dilakukan oknum pengajar terhadap santri di pondok pesantren tersebut.

“Tidak boleh ada aksi kekerasan dalam proses pendidikan. Apalagi dilakukan oknum ustaz, pengurus pondok atau santri senior terhadap yunior. Karena akibat tindak kekerasan yang dilakukan pelaku terhadap korban berdampak secara fisik dan mental dalam jangka pendek maupun panjang,”keluhnya. (wbs)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5493 seconds (0.1#10.140)