Ratusan korban konflik Aceh diusir BBTNGL
A
A
A
Sindonews.com - Sekitar 100 warga korban konflik Aceh yang bermukim di Desa Harapan Maju Kecamatan Sei Lepan dan Sei Minyak Kecamatan Besitang, Langkat, Sumatera Utara (Sumut) menangis saat berunjukrasa di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut.
Mereka meminta bantuan DPRD Sumut atas tindakan represif yang dilakukan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). Amini, salah seorang warga memimpin teman-temannya berorasi. Setelah itu, Amini juga menyanyikan lagu dalam bahasa Aceh yang menceritakan kehidupan mereka karena menjadi korban konflik Aceh. Selama Amini bernyanyi, ratusan warga lainnya terlihat menangis sesegukan.
“Kami ini korban konflik. Dengarlah suara kami,” katanya saat orasi, Senin 9 April 2012.
Said Zainal, pendamping warga mengatakan saat ini BBTNGL dan Satuan Polisi Kehutanan terus saja mendesak sekitar 860 kepala keluarga yang mendiami lahan yang diklaim sebagai lahan BBTNGL tersebut untuk keluar. Padahal dalam pertemuan dengan Komisi A DPRD Sumut beberapa waktu lalu, sudah disepakati agar BBTNGL tidak mengambil tindakan apapun pada warga sebelum ada keputusan batas lahan dari Kementerian Kehutanan.
Dia mengatakan, hari ini BBTNGL dan Polhut juga mulai melakukan aksi represif lagi untuk mengokupasi lahan yang ditempati warga. BBTNGL juga menyiapkan masyarakat bernama Forum Masyarakat Penyelamat Teluk Aru, untuk berhadapan dengan warga konflik Aceh itu.
“Jadi ada upaya adu domba. Warga dengan warga dibenturkan. Kalau sampai pecah konflik horizontal yang berujung pada tragedi, pemerintah harus bertanggungjawab,” tukasnya.
Kedatangan warga tersebut diterima anggota Komisi A Raudin Purba dan Ikhyar Hasibuan. Ikhyar menegaskan, BBTNGL jangan mengokupasi, karena lahan yang ditempati warga bukan lahan mereka. Sebab penunjukan hutan belum ada. Sementara ada perusahaan perkebunan yang di sana, tapi tidak ditindak.
“Kenapa warga yang diusir, sementara perusahaan perkebunan tidak. Kami juga sudah minta tanaman yang dirusak di Sei Minyak, minta diganti rugi dulu. Kami juga sudah laporkan ini ke Kementerian Kehutanan,” tegasnya.(azh)
Mereka meminta bantuan DPRD Sumut atas tindakan represif yang dilakukan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). Amini, salah seorang warga memimpin teman-temannya berorasi. Setelah itu, Amini juga menyanyikan lagu dalam bahasa Aceh yang menceritakan kehidupan mereka karena menjadi korban konflik Aceh. Selama Amini bernyanyi, ratusan warga lainnya terlihat menangis sesegukan.
“Kami ini korban konflik. Dengarlah suara kami,” katanya saat orasi, Senin 9 April 2012.
Said Zainal, pendamping warga mengatakan saat ini BBTNGL dan Satuan Polisi Kehutanan terus saja mendesak sekitar 860 kepala keluarga yang mendiami lahan yang diklaim sebagai lahan BBTNGL tersebut untuk keluar. Padahal dalam pertemuan dengan Komisi A DPRD Sumut beberapa waktu lalu, sudah disepakati agar BBTNGL tidak mengambil tindakan apapun pada warga sebelum ada keputusan batas lahan dari Kementerian Kehutanan.
Dia mengatakan, hari ini BBTNGL dan Polhut juga mulai melakukan aksi represif lagi untuk mengokupasi lahan yang ditempati warga. BBTNGL juga menyiapkan masyarakat bernama Forum Masyarakat Penyelamat Teluk Aru, untuk berhadapan dengan warga konflik Aceh itu.
“Jadi ada upaya adu domba. Warga dengan warga dibenturkan. Kalau sampai pecah konflik horizontal yang berujung pada tragedi, pemerintah harus bertanggungjawab,” tukasnya.
Kedatangan warga tersebut diterima anggota Komisi A Raudin Purba dan Ikhyar Hasibuan. Ikhyar menegaskan, BBTNGL jangan mengokupasi, karena lahan yang ditempati warga bukan lahan mereka. Sebab penunjukan hutan belum ada. Sementara ada perusahaan perkebunan yang di sana, tapi tidak ditindak.
“Kenapa warga yang diusir, sementara perusahaan perkebunan tidak. Kami juga sudah minta tanaman yang dirusak di Sei Minyak, minta diganti rugi dulu. Kami juga sudah laporkan ini ke Kementerian Kehutanan,” tegasnya.(azh)
()