Tak punya biaya nikah, pemuda ini nekat gantung diri
A
A
A
Sindonews.com - Putus asa tidak memiliki biaya untuk menikah, Didin Efendi, 27, warga Kampung Gagak Lumayung Kidul RT 01 RW 21, Kelurahan Kota Wetan, Kecamatan Garut Kota, nekat menghabisi hidupnya dengan cara gantung diri.
Jasad korban, pertama kali ditemukan oleh ibunya, Yayah Rokayah (60), tergantung dengan seutas tali tambang plastik pada pintu kamar rumahnya sekitar pukul 09.00 WIB, pagi tadi.
“Sejak kemarin, saya berikut cucu tidak bisa masuk ke dalam rumah. Pintu rumah semuanya terkunci. Saya kemudian membawa kembali cucu saya ini ke rumah kerabat di Kampung Dayeuh Handap untuk tidur. Tadi sekitar pukul 09.00 WIB, saya kembali lagi. Begitu dilihat ke dalam kamar melalui jendela, ternyata Didin sudah dalam kondisi menggantung,” katanya kepada saat ditemui di kediamannya, Selasa (28/2/2012).
Dia menuturkan, dirinya sering mendengar niatan anaknya ini agar bisa bunuh diri. Keinginan tersebut muncul sejak Didin terus dipaksa menikahi seorang wanita asal Kecamatan Samarang yang diduga telah dihamilinya.
“Usia kandungan pacarnya sudah masuk elapan bulan. Didin memang sudah mau bertanggung jawab. Karena kami dari keluarga miskin, kami hanya mampu menyediakan uang sebesar Rp700 ribu saja. Tapi pihak keluarga wanita ingin uang sebesar Rp4 juta. Penghasilan Didin yang sehari-hari narik becak per hari hanya Rp15 ribu. Kami tidak mampu memenuhi keinginan itu. Karena itu Didin stres. Dia sering bilang buat apa hidup karena semua orang pasti akan mati,” ungkapnya.
Dia sendiri tidak menyangka bila Didin akan berbuat senekat itu. Pasalnya, selain meninggalkan dirinya, Didin juga meninggalkan satu orang anak hasil perkawinannya dengan wanita yang beberapa waktu lalu sempat dinikahi.
“Isteri Didin meninggal beberapa tahun yang lalu. Saya kini hanya tinggal berdua saja dengan cucu saya. Sekarang saya binggung, bagaimana caranya agar bisa menjalani hidup. Didin adalah tulang punggung keluarga,” ujarnya.
Yayah menduga, Didin telah menghabisi nyawanya sendiri pada Senin malam lalu. Hal tersebut diperkuat dengan kesaksian Zaelani, staf pengurus RW 21 Kampung Gagak Lumayung.
“Waktu Senin sorenya, saya masih bisa melihat dia (Didin) ada di sekitar kampung. Tapi, pada waktu malamnya, dia tidak bisa ditemui. Ada beberapa tamu yang coba datang ke rumahnya. Pintunya terkunci dari dalam,” katanya.
Seorang warga lain yang tidak lain adalah teman Didin, Andi (35), membenarkan bila Didin stres karena kondisi keuangannya yang tidak bisa menikahi pacarnya yang sudah hamil delapan bulan.
Kepada Andi, Didin sering mengaku bahwa dirinya kerap kali mendapat ancaman dari kakak pacarnya untuk dibunuh bila tidak menyiapkan uang sebesar Rp4 juta sebagai biaya pernikahan.
“Bila tidak bisa cepat menyediakan uang, Didin sering diancam akan dibunuh oleh kakak pacarnya itu,” ucapnya.
Setelah ditemukan, warga sekitar langsung melaporkan peristiwa tersebut ke Mapolsek Garut Kota. Jenazah Didin pun kemudian dibawa aparat kepolisian untuk menjalani autopsi di RSUD dr Slamet Garut.
Jasad korban, pertama kali ditemukan oleh ibunya, Yayah Rokayah (60), tergantung dengan seutas tali tambang plastik pada pintu kamar rumahnya sekitar pukul 09.00 WIB, pagi tadi.
“Sejak kemarin, saya berikut cucu tidak bisa masuk ke dalam rumah. Pintu rumah semuanya terkunci. Saya kemudian membawa kembali cucu saya ini ke rumah kerabat di Kampung Dayeuh Handap untuk tidur. Tadi sekitar pukul 09.00 WIB, saya kembali lagi. Begitu dilihat ke dalam kamar melalui jendela, ternyata Didin sudah dalam kondisi menggantung,” katanya kepada saat ditemui di kediamannya, Selasa (28/2/2012).
Dia menuturkan, dirinya sering mendengar niatan anaknya ini agar bisa bunuh diri. Keinginan tersebut muncul sejak Didin terus dipaksa menikahi seorang wanita asal Kecamatan Samarang yang diduga telah dihamilinya.
“Usia kandungan pacarnya sudah masuk elapan bulan. Didin memang sudah mau bertanggung jawab. Karena kami dari keluarga miskin, kami hanya mampu menyediakan uang sebesar Rp700 ribu saja. Tapi pihak keluarga wanita ingin uang sebesar Rp4 juta. Penghasilan Didin yang sehari-hari narik becak per hari hanya Rp15 ribu. Kami tidak mampu memenuhi keinginan itu. Karena itu Didin stres. Dia sering bilang buat apa hidup karena semua orang pasti akan mati,” ungkapnya.
Dia sendiri tidak menyangka bila Didin akan berbuat senekat itu. Pasalnya, selain meninggalkan dirinya, Didin juga meninggalkan satu orang anak hasil perkawinannya dengan wanita yang beberapa waktu lalu sempat dinikahi.
“Isteri Didin meninggal beberapa tahun yang lalu. Saya kini hanya tinggal berdua saja dengan cucu saya. Sekarang saya binggung, bagaimana caranya agar bisa menjalani hidup. Didin adalah tulang punggung keluarga,” ujarnya.
Yayah menduga, Didin telah menghabisi nyawanya sendiri pada Senin malam lalu. Hal tersebut diperkuat dengan kesaksian Zaelani, staf pengurus RW 21 Kampung Gagak Lumayung.
“Waktu Senin sorenya, saya masih bisa melihat dia (Didin) ada di sekitar kampung. Tapi, pada waktu malamnya, dia tidak bisa ditemui. Ada beberapa tamu yang coba datang ke rumahnya. Pintunya terkunci dari dalam,” katanya.
Seorang warga lain yang tidak lain adalah teman Didin, Andi (35), membenarkan bila Didin stres karena kondisi keuangannya yang tidak bisa menikahi pacarnya yang sudah hamil delapan bulan.
Kepada Andi, Didin sering mengaku bahwa dirinya kerap kali mendapat ancaman dari kakak pacarnya untuk dibunuh bila tidak menyiapkan uang sebesar Rp4 juta sebagai biaya pernikahan.
“Bila tidak bisa cepat menyediakan uang, Didin sering diancam akan dibunuh oleh kakak pacarnya itu,” ucapnya.
Setelah ditemukan, warga sekitar langsung melaporkan peristiwa tersebut ke Mapolsek Garut Kota. Jenazah Didin pun kemudian dibawa aparat kepolisian untuk menjalani autopsi di RSUD dr Slamet Garut.
()