Terjadi Peningkatan Kasus, Saatnya Hentikan Perundungan di Sekolah

Sabtu, 14 Maret 2020 - 08:01 WIB
Terjadi Peningkatan Kasus, Saatnya Hentikan Perundungan di Sekolah
Terjadi Peningkatan Kasus, Saatnya Hentikan Perundungan di Sekolah
A A A
JAKARTA - Kasus kekerasan anak di sekolah makin memprihatinkan. Para pelaku kekerasan seperti begitu menikmati dengan tindakan yang mereka lakukan baik dalam bentuk kekerasan fisik, verbal, maupun mental. Padahal, korban bullying ini bukan hanya menderita fisik, juga trauma mental.

Lingkungan sekolah seharusnya bisa menjadi tempat yang ramah anak. Namun, beberapa kasus perundungan yang marak terjadi lebih sering ditemukan pada lingkungan sekolah. Baik itu yang melibatkan guru maupun sesama murid.

Belum lama ini dunia pendidikan tengah diguncang oleh kasus perundungan yang terjadi pada siswa kelas VII SMP Negeri Malang,Jawa Timur. Korban MS yang berusia 13 tersebut harus mengalami luka memar. Bahkan, video perundungannya pun sempat viral di media sosial.

Tak sampai di situ saja, awalnya MS sempat merasa takut untuk mengadu kepada orang tuanya. Namun, akhirnya ia mengakui bila luka lebam yang ada di tubuhnya akibat penganiayaan yang dilakukan oleh kakak kelasnya sendiri.

Melihat kasus yang terjadi di atas, membuktikan masih lengahnya perhatian pihak sekolah terhadap kenyamanan dan rasa aman dari para siswanya saat mereka sedang menuntut ilmu. Lantas, bagaimana mengatasi masalah ini agar fenomena perundungan anak tidak lagi marak terjadi di lingkungan sekolah.

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Budaya(Kemendikbud) Ade Erlangga Masdina, saat ini Kemendikbud sudah mengeluarkan Peraturan Mendikbud (Permendikbud) No 82 Tahun 2015 yang mengatur bagaimana melakukan pencegahan dan penanggulangan kekerasan disatuan pendidikan. (Baca: Ternyata Perundungan Siswi di Purworejo Dipicu Pemalakan Rp2.000)
“Sesuai dengan ranah Kemendikbud yang membuat kebijakan, selanjutnya kita mengimbau agar pemerintah daerah atau Dinas Pendidikan untuk dapat menerapkan peraturan Kemendikbud tersebut, dan karena UU otonomi daerah suatu hal yang konkret, jadi masalah tersebut sudah diserahkan ke daerah,” jelas Ade saat dihubungi KORAN SINDO .
Meski masalah perundungan ini sudah diatur dalam ketetapan Kemendikbud, bukan berarti pihak sekolah lengah dan diam saja bila terjadi tindakan perundungan di lingkungan sekolah. Jika mengacu pada Permendikbud, pihak sekolah dapat membentuk satuan tugas atau tim yang terdiri atas komite, dan guru untuk pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah.

“Semua proses belajar dan mengajar harus dilakukan secara merdeka dengan menerapkan pola interaksi yang lebih terbuka. Melalui pendekatan intrinsik, komunikatif, sehingga lebih efektif dalam pembelajaran,” ungkap Ade.

Bukan itu saja, Ade pun menyarankan sekolah harus bisa aktif membangun komunikasi yang menggunakan hati dengan murid, sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar antara orang tua dan pihak sekolah.

“Untuk ke depannya, kami telah melakukan pengkajian merdeka belajar sehingga bisa membawa efek penguatan karakter pada siswa, guru dan organisasi penggerak yang membantu satuan pendidikan dan kompetensi minimum siswa,” tambah Ade.

Hal senada juga diungkapkan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji, bila ingin menekan angka perundungan yang sering terjadi pada anak maka harus ada tindakan preventif dengan memberikan pemahaman tentang perilaku yang baik dan tidak saat berada di lingkungan sekolah. (Baca juga: Anak Sebagai Pelaku Sekaligus Korban Perundungan)

“Hendaknya pemerintah juga harus bisa lebih serius dalam mengedepankan safety learning environments di sekolah. Pihak sekolah juga harus bisa terkoneksi dengan lingkungan, pemerintah, dan institusi yang terkait. Agar bila terjadi masalah perundungan bisa cepat terselesaikan, jangan hanya difokuskan pada kebijakan kepala sekolah saja yang membuat kasus ini jadi sulit di selesaikan,” ungkapnya.

Selain itu, Ubaid menilai maraknya fenomena perundungan ini terjadi karena hukum terhadap pelaku yang masih kurang tegas. “Kita masih terlalu pasif untukmenetapkan hukuman, jadi tidak adaunsur jera yang didapat,” paparnya.

Ia pun berharap agar semua pihak yang terlibat mampu bertindak tegas terhadap pelaku perundungan, mengingat setiap tahunnya jumlah korban yang ditimbulkan terus bertambah. Bahkan, Ubaid pun menceritakan ada beberapa siswa home schooling adalah korban dari perundungan.

“Beberapa siswa yang memilih untuk home schooling bisa saja korban dari bullying. Mereka enggak tahan sama teman-temannya yang selalu mengejek,” kata Ubaid.

Ubaid menilai hal yang harus diperhatikan untuk bisa menangkal kasus perundungan ini dengan adanya kerja sama dari berbagai pihak bahu-membahu untuk menyelesaikannya. “Kita harus bisa membuka jalur komunikasi atau membuat media pengaduan agar semua pihak bisa berbicara untuk mengatasi masalah ini,” tambahnya. (Aprilia S Andyna)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1977 seconds (0.1#10.140)