Ditolak Warga, PT Istindo Gagal Ukur Lahan untuk Pabrik Semen

Jum'at, 14 Februari 2020 - 16:02 WIB
Ditolak Warga, PT Istindo...
Ditolak Warga, PT Istindo Gagal Ukur Lahan untuk Pabrik Semen
A A A
JAKARTA - Pertemuan antara warga Luwuk dan perwakilan dari PT Istindo Mitra Manggarai (IMM) yang berlangsung pada Kamis (13/02/2020) di Rumah Adat tidak membuahkan hasil. PT Istindo sedianya hendak mengukur berapa luas lahan yang bakal mereka dapat dari warga untuk membangun pabrik semen. Namun, niat ini urung dilakukan, karena masih banyak warga yang menolak kehadiran pabrik semen tersebut.

Tokoh masyarakat sekaligus juru bicara kelompok masyarakat yang menolak tambang, Bapak Aleks Doa tidak setuju pihak perusahaan melakukan pengukuran lahan selama belum tercapai kesepakatan dengan semua warga, termasuk yang ada di perantauan. "Kami sangat menghargai sikap anak-anak kami yang diperantauan. Mereka menolak kehadiran pabrik di kampung ini," tutur Bapa Aleks Doa yang biasa disapa Om Aldo.

Pertemuan antara warga dan perwakilan PT Istindo kali ini didampingi Camat Lamba Leda, Bapak Albert Rangkak. Hadir dalam rombongan camat, antara lain Asisten Sekda Manggarai Timur Bidang Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Bapak Mikael Jaur, Danposramil Kecamatan Lamba Leda Serma Mukthar, anggota Polsek Lamba Leda, anggota SATPOL PP Kecamatan Lamba Leda. Sementara itu, dari PT Istindo diwakili oleh Mario dan Kosim. Juga turut hadir pada kesempatan tersebut Kepala Desa Satar Punda, Fransiskus Hadilaus.

Ketika dikonfirmasi, Camat Albert mengakui, rencana pengukuran lahan tidak jadi dilakukan lantaran masih ada warga yang menolak. Ditanya berapa luas lahan dan di mana persisnya tempat yang mau dibangun pabrik, camat mengaku tidak tahu. "Saya tidak tahu di mana dan berapa luas yang dibutuhkan. Seharusnya mereka (PT Istindo) membuka datanya," kata camat.

Camat Albert mengatakan, pertemuan yang dilakukan di rumah adat itu berlangsung lancar, tidak ada tekanan. Semua warga diberi kesempatan untuk menyampaikan sikap dan pendapat mereka.

Diberitakan, saat ini warga Luwuk dan Lolok di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur (Matim) terbelah menjadi kelompok pro tambang dan tolak tambang. Sikap pro dan kontra kini menjurus ke konflik yang tajam.

Di Lolok, konflik ini berdampak pada pengikisan nilai adat istiadat. Misalnya, manuk locang (ayam untuk kelengkapan ritual adat) dari kelompok yang menolak tambang, tidak diterima oleh Teno (kepala adat) yang pro tambang. Adat istiadat yang selama ini mengikatsatukan warga, kini hancur.

Ditanya peran pemerintah mencegah terjadinya pertikaian, camat mengatakan, sebaiknya semua pihak duduk bersama untuk menyelesaikan perbedaan dengan baik. Jika akhirnya semua warga menolak, menurut camat, tidak masalah.

Perlu pertimbangan matang

Sebagian masyarakat Luwuk yang antusias menerima tambang, lebih karena desakan ekonomi dan tidak memahami efek buruk tambang. Dua titik lemah ini dimanfaatkan oleh pihak perusahaan tambang dengan terus-menerus mengumbar janji manis.

Dari data yang diperoleh, ada beberapa poin yang membuat warga Luwuk tergiur sehingga mau menerima pabrik semen. Di antaranya, janji memperlebar akses jalan, penyediaan lapangan kerja bagi putra dan putri Luwuk. Selain itu, ada juga janji yang wah, yaitu menata Luwuk jadi kota kecil yang indah dengan pelabuhan untuk kapal berkapasitas 100 ribu ton di sisi timur kampung. Janji bangun kota kecil dilengkapi pelabuhan laut serta jalan masuk yang lebar dan licin membuat warga Luwuk mabuk melambung dan menerima kehadiran pabrik semen.

"Jangan terlena. Di mana-mana, perusahaan tambang selalu memberi janji-janji manis. Mana ada perusahaan memberi gambaran pahit. Pikir matang sebelum memutuskan. Kalau tidak bisa berpikir, lihat fakta atau kenyataan di kampung Serise, tempat penampungan tambang mangan Arumbai. Siapa warga Serise yang kaya karena kehadiran tambang. Belum ada," beber Maxi Rambung, Koordinator Luwuk-Lolok Diaspora (L2D), di Jakarta, Jumat (14/02/2020).

Lagi pula, untuk tenaga kerja, menurutnya, tidak semua warga bakal diambil dari masyarakat Luwuk dan Lolok. Perusahaan hanya memakai tenaga sesuai kebutuhan. Upah pun tak lebih dari UMK daerah Manggarai Timur yang saat ini sangat kecil.

"Berkaca pada tambang mangan, hanya ada dua pekerjaan yang diberikan kepada masyarakat lokal, yakni tenaga untuk sortir batu dan tenaga security. Itupun hanya beberapa orang, tapi kerusakan lingkungan dialami semua warga," tutur Maxi Rambung.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1812 seconds (0.1#10.140)