BPOM Beri Lima Industri Farmasi di Jawa Timur Sertifikat CPOB
A
A
A
SURABAYA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan wadah komunikasi efektif kepada 80 perserta dari industri farmasi di Jawa Timur. Wadah komunikasi ini untuk membahas terkait permasalahan yang dihadapi dalam pemenuhan standar dan regulasi yang berlaku.
Dalam kegiatan itu, Badan POM memberikan serifikat Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB) kepada Direktur PT Etana, Nathan Tirtana, Presiden Direktur PT Bernofarm Soenarjo, Direktur PT Imfarmind Marcel S Pramono. Kemudian Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) yang di wakili langsung Bupati Kabupaten Lumajang.
Badan POM memberikan CPOB kepala UTD PMI Kabupaten Cirebon, J Suwanto Sinarya. ”Kegiatan ini adalah forum komunikasi antara BPOM dengan industri farmasi,” ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat dan Napza Badan POM, Rita Endang kepada SINDOnews.com di Hotel Shangrila, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Menurut dia, kegiatan yang bertajuk ‘Forum Komunikasi Badan POM dengan Pelaku Usaha dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri Farmasi Melalui Asistensi Regulatori ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas antara pemerintah dengan pelaku industri farmasi agar bisa membuat obat berkhasiat dan bermutu.
Untuk itu, Badan POM terus melakukan upaya peningkatan komunikasi, pendampingan, dan pengawalan pelaku usaha, industri farmasi.
”Upaya ini untuk mendukung akses dan ketersediaan obat untuk masyarakat sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan, terutama di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” katanya.
Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan, industri farmasi diharapkan mampu menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, bermutu, serta mampu bersaing, baik di pasar lokal maupun global.
”Kegiatan ini untuk percepatan industri farmasi di Indonesia, supaya obat yang diproduksi lebih bermutu nantinya,” katanya.
Forum komunikasi ini merupakan wujud realisasi dari Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Sekaligus merupakan rangkaian dari kegiatan sosialisasi, desk konsultasi, dan kegiatan pelatihan (workshop) di Bandung, Jawa Barat pada 23 September 2019 lalu.
Penny menjelaskan, pemerintah mempunyai perhatian yang sangat besar dalam pengembangan industri farmasi di Indonesia. Pengembangan saat ini difokuskan pada hilirisasi riset obat yang dikawal oleh Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat dan Produk Biologi.
Yang mana dalam rangka mewujudkan kemandirian produksi obat dalam negeri, terutama untuk produk darah.
”Salah satu hal yang menjadi perhatian dari proses hilirisasi ini adalah apabila produk yang dihasilkan dari penelitian tidak menjawab kebutuhan pasar, misalnya karena tidak memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku,” jelasnya.
Untuk itu, kata dia, Badan POM mengawal melalui asistensi regulatori dan pembinaan, utamanya terkait penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dukungan lain Badan POM dalam upaya peningkatan daya saing industri farmasi diwujudkan dengan inovasi dalam percepatan perizinan obat melalui deregulasi, simplifikasi proses bisnis.
Kemudian penggunaan teknologi informasi atau digitalisasi. Dalam hal perizinan sarana produksi obat, Badan POM melakukan proses penyederhanaan prosedur sertifikasi melalui penerapan inovasi berbasis teknologi informasi/IT pada layanan-layanan terkait sertifikasi, antara lain melalui proses e-sertifikasi CPOB.
Untuk itu, proses e-sertifikasi CPOB itu terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS) dan pemangkasan timeline pelayanan sertifikasi CPOB dari 84 hari kerja menjadi 35 hari kerja. Badan POM telah dan terus berupaya melakukan pendampingan terhadap industri farmasi guna peningkatan daya saing dan perekonomian nasional.
Tentunya dalam hal ini Badan POM tidak dapat bekerja sendiri. Diharapkan kerja sama serta dukungan dan komitmen pelaku usaha dalam mewujudkan tersedianya obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di Indonesia. Sehingga, kegiatan ini sebagai wadah komunikasi antara pemerintah dengan pelaku industri farmasi.
Pelaku industri farmasi menyambut baik upaya Badan POM untuk meningkatkan komunikasi serta pengawasan terhadap pelaku usaha untuk memproduksi obat berkualitas tinggi.
”Kami mengapresiasi sebagai langkah awal mendekatkan pengusaha agar reputasi yang diberikan tepat sasaran agar masyarakat sehat,” kata Direktur PT Imfarmind Marcel S
Mudahnya perizinan obat yang diberikan BPOM juga mendukung industri farmasi Indonesia berkembang untuk menciptakan banyak terobosan baru dalam pengolahan obat di Indonesia. Apalagi, perusahan farmasi di wilayah Jawa Timur lumayan banyak berkontribusi ke dunia farmasi di Indonesia dan dunia.
Dalam kegiatan itu, Badan POM memberikan serifikat Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB) kepada Direktur PT Etana, Nathan Tirtana, Presiden Direktur PT Bernofarm Soenarjo, Direktur PT Imfarmind Marcel S Pramono. Kemudian Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) yang di wakili langsung Bupati Kabupaten Lumajang.
Badan POM memberikan CPOB kepala UTD PMI Kabupaten Cirebon, J Suwanto Sinarya. ”Kegiatan ini adalah forum komunikasi antara BPOM dengan industri farmasi,” ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat dan Napza Badan POM, Rita Endang kepada SINDOnews.com di Hotel Shangrila, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Menurut dia, kegiatan yang bertajuk ‘Forum Komunikasi Badan POM dengan Pelaku Usaha dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri Farmasi Melalui Asistensi Regulatori ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas antara pemerintah dengan pelaku industri farmasi agar bisa membuat obat berkhasiat dan bermutu.
Untuk itu, Badan POM terus melakukan upaya peningkatan komunikasi, pendampingan, dan pengawalan pelaku usaha, industri farmasi.
”Upaya ini untuk mendukung akses dan ketersediaan obat untuk masyarakat sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan, terutama di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” katanya.
Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan, industri farmasi diharapkan mampu menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, bermutu, serta mampu bersaing, baik di pasar lokal maupun global.
”Kegiatan ini untuk percepatan industri farmasi di Indonesia, supaya obat yang diproduksi lebih bermutu nantinya,” katanya.
Forum komunikasi ini merupakan wujud realisasi dari Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Sekaligus merupakan rangkaian dari kegiatan sosialisasi, desk konsultasi, dan kegiatan pelatihan (workshop) di Bandung, Jawa Barat pada 23 September 2019 lalu.
Penny menjelaskan, pemerintah mempunyai perhatian yang sangat besar dalam pengembangan industri farmasi di Indonesia. Pengembangan saat ini difokuskan pada hilirisasi riset obat yang dikawal oleh Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat dan Produk Biologi.
Yang mana dalam rangka mewujudkan kemandirian produksi obat dalam negeri, terutama untuk produk darah.
”Salah satu hal yang menjadi perhatian dari proses hilirisasi ini adalah apabila produk yang dihasilkan dari penelitian tidak menjawab kebutuhan pasar, misalnya karena tidak memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku,” jelasnya.
Untuk itu, kata dia, Badan POM mengawal melalui asistensi regulatori dan pembinaan, utamanya terkait penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dukungan lain Badan POM dalam upaya peningkatan daya saing industri farmasi diwujudkan dengan inovasi dalam percepatan perizinan obat melalui deregulasi, simplifikasi proses bisnis.
Kemudian penggunaan teknologi informasi atau digitalisasi. Dalam hal perizinan sarana produksi obat, Badan POM melakukan proses penyederhanaan prosedur sertifikasi melalui penerapan inovasi berbasis teknologi informasi/IT pada layanan-layanan terkait sertifikasi, antara lain melalui proses e-sertifikasi CPOB.
Untuk itu, proses e-sertifikasi CPOB itu terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS) dan pemangkasan timeline pelayanan sertifikasi CPOB dari 84 hari kerja menjadi 35 hari kerja. Badan POM telah dan terus berupaya melakukan pendampingan terhadap industri farmasi guna peningkatan daya saing dan perekonomian nasional.
Tentunya dalam hal ini Badan POM tidak dapat bekerja sendiri. Diharapkan kerja sama serta dukungan dan komitmen pelaku usaha dalam mewujudkan tersedianya obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di Indonesia. Sehingga, kegiatan ini sebagai wadah komunikasi antara pemerintah dengan pelaku industri farmasi.
Pelaku industri farmasi menyambut baik upaya Badan POM untuk meningkatkan komunikasi serta pengawasan terhadap pelaku usaha untuk memproduksi obat berkualitas tinggi.
”Kami mengapresiasi sebagai langkah awal mendekatkan pengusaha agar reputasi yang diberikan tepat sasaran agar masyarakat sehat,” kata Direktur PT Imfarmind Marcel S
Mudahnya perizinan obat yang diberikan BPOM juga mendukung industri farmasi Indonesia berkembang untuk menciptakan banyak terobosan baru dalam pengolahan obat di Indonesia. Apalagi, perusahan farmasi di wilayah Jawa Timur lumayan banyak berkontribusi ke dunia farmasi di Indonesia dan dunia.
(zil)