Soal Dugaan Penyalahgunaan Jalan HPH, Komisi VII DPR Sarankan Pemda Bisa Lapor Polisi
A
A
A
BARITO UTARA - Menyikapi kasus dugaan penyalahgunaan jalan hak penguasaan hutan (HPH) oleh dua perusahana tambang di Barito Utara (Barut), Kalteng, membuat anggota Komisi VII DPR-RI Kardaya Wamika angkat bicara.
Menurut dia, jika terjadi kesepakatan antara PT Suprabari Mapindo Mineral (SMM) dan PT Asmin Bara Baronang (ABB) bersama pemilik jalan HPH, PT Bina Multi Alam Lestari (BMAL) itu sah adanya.
Namun, di lain sisi dari segi pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah sangat dirugikan. Sebab, tidak ada pemasukan dari pengurusan izin jalan tambang tersebut.
“Kita memang harus lihat aturannya dulu antara perusahaan HPH dan tambang. Jika memang aturannya untuk melintasi jalan HPH harus minta izin ke pemilik jalan HPH dan pemerintah daerah ya harus ditaati. Pihak yang merasa dirugikan juga bisa melapor ke polisi. Dilihat siapa yang dirugikan, pemilik jalan HPH atau pemerintah,” kata Kardaya kepada MNC Media usai mengikuti RDP bersama komisi 7, di Jakarta, Senin (27/1/2020) malam.
Anggota Komisi VII dari Fraksi Gerindra yang membidangi pertambangan ini, meminta PT SMM dan PT ABB untuk mentaati aturan dalam menjalankan bisnis batubaranya. Jangan cuma mengadalkan izin dari perusahaan HPH saja. Namun, juga terkait pengurusan izin di daerah setempat melalui pemerintah daerah.
Sebab ada aturan di Kalteng yakni Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Kalteng Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu lintas di Ruas Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Angkutan Hasil Produksi Pertambangan dan Perkebunan.
“Yang jelas aturannya, kalau dia (perusahaan tambang) bekerja sama dengan HPH dan ketentuan minta izin dibolehkan, ya boleh. Tapi ketentuan dapat izin dari HPH harus sesuai ketentuan. Dan jika memang aturan di daerah tersebut harus izin ke Pemerintah Daerah setempat, juga harus ditaati. Jadi tidak boleh semaunya,” katanya.
Sebelumnya, PT Suprabari Mapindo Mineral (SMM) dan PT Asmin Bara Baronang (ABB) yang bergerak dibidang pertambangan batubara diduga telah menyalahi aturan penggunaan jalan oleh kendaraan angkutan perusahaan.
Sebab, kendaraan pengangkut batubara milik PT SMM dan PT ABB selama ini menggunakan jalan hak penguasaan hutan (HPH) milik PT Bina Multi Alam Lestari (BMAL).
Pakar hukum asal Palangka Raya, Kalteng, Parlin Bayu Hutabarat mengatakan, penggunaan jalan tidak sesuai peruntukannya merupakan pelanggaran hukum. Selain itu juga merugikan daerah dari sisi pendapatan asli daaerah (PAD).
Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Kalteng Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu lintas di Ruas Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Angkutan Hasil Produksi Pertambangan dan Perkebunan berisi sejumlah aturan tersebut.
“Jika izin usahanya pertambangan, makan jalan yang digunakan harus sesuai. Bukan justru menggunakan izin jalan HPH milik perusahaan lain. Sebab ini sangat merugikan pemerintah daerah dari sisi PAD,” ujar pengacara senior Kalteng ini, Senin (20/1/2020).
Apalagi lanjut dia, PT SMM dan PT ABB justru berkerjasama dengan PT BMAL yang memiliki izin jalan HPH untuk dilintasi kendaraan pengangkut batubara dan mendapat keuntungan dari sewa jalan tersebut.
Berdasarkan dokumen yang ada, bentuk perjanjian pemakaian jalan HPH milik PT BMAL oleh PT SMM dan PT ABB sudah berlangsung sejak 17 Oktober 2012 dengan nilai kerjasama sebesar US $2,50 metric ton batubara.
Ditemui terpisah, pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Barito Utara (Barut), Bikan mengaku baru tiga perusahaan yang mengurus izin terkait jalan perusahaan. Ketiga perusahaan itu berada di wilayah Benangin.
Sejauh ini, lanjut dia, untuk PT SMM dan PT ABB belum ada permintaan izin jalan pertambangan. Padahal kedua perusahaan tersebut sudah memiliki pelabuhan sendiri di Desa Binting Ninggi dengan jarak 10 km dari perusahaannya.
Namun anehnya, kedua perusahaan tersebut lebih memilih untuk membongkar muat batubara di pelabuhan milik PT Telon Orbit Prima (TOP) dan jalan yang dilalui kendaraaan batubara menggunakan jalan PT BMAL (perusahaan HPH). Yang jaraknya dari PT SMM ke pelabuhan PT TOP sekitar 23 km.
“Dan itu belum meminta izin ke Dinas Perhubungan dan Pemkab Barut. Yang jelas ini merugikan daerah. Yang seharusnya menjadi PAD justru dinikmati pihak swasta,” ungkapnya.
Dirinya tidak mengetahui izin apa yang digunakan oleh PT SMM ketika melaksanakan bongkar muat batubara menuju pelabuhan milik PT TOP.
“Belum ada laporan yang masuk ke kami terkait izin penggunaan jalan tersebut. Apakah izin dari provinsi atau izin dari kabupaten yang digunakan PT SMM dan PT ABB ke Pelabuhan PT TOP saat melaksanakan angkutan batubara tersebut, yang jelas di Dishub Barito tidak ada izin sama sekali,” ujarnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi, perwakilan dari PT SMM bidang CSR, Iqbal enggan berkomentar banyak. “Saya tidak memiliki wewenang pak. Lebih detail sama dinas kehutanan saja,” jawabnya singkat.
Menurut dia, jika terjadi kesepakatan antara PT Suprabari Mapindo Mineral (SMM) dan PT Asmin Bara Baronang (ABB) bersama pemilik jalan HPH, PT Bina Multi Alam Lestari (BMAL) itu sah adanya.
Namun, di lain sisi dari segi pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah sangat dirugikan. Sebab, tidak ada pemasukan dari pengurusan izin jalan tambang tersebut.
“Kita memang harus lihat aturannya dulu antara perusahaan HPH dan tambang. Jika memang aturannya untuk melintasi jalan HPH harus minta izin ke pemilik jalan HPH dan pemerintah daerah ya harus ditaati. Pihak yang merasa dirugikan juga bisa melapor ke polisi. Dilihat siapa yang dirugikan, pemilik jalan HPH atau pemerintah,” kata Kardaya kepada MNC Media usai mengikuti RDP bersama komisi 7, di Jakarta, Senin (27/1/2020) malam.
Anggota Komisi VII dari Fraksi Gerindra yang membidangi pertambangan ini, meminta PT SMM dan PT ABB untuk mentaati aturan dalam menjalankan bisnis batubaranya. Jangan cuma mengadalkan izin dari perusahaan HPH saja. Namun, juga terkait pengurusan izin di daerah setempat melalui pemerintah daerah.
Sebab ada aturan di Kalteng yakni Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Kalteng Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu lintas di Ruas Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Angkutan Hasil Produksi Pertambangan dan Perkebunan.
“Yang jelas aturannya, kalau dia (perusahaan tambang) bekerja sama dengan HPH dan ketentuan minta izin dibolehkan, ya boleh. Tapi ketentuan dapat izin dari HPH harus sesuai ketentuan. Dan jika memang aturan di daerah tersebut harus izin ke Pemerintah Daerah setempat, juga harus ditaati. Jadi tidak boleh semaunya,” katanya.
Sebelumnya, PT Suprabari Mapindo Mineral (SMM) dan PT Asmin Bara Baronang (ABB) yang bergerak dibidang pertambangan batubara diduga telah menyalahi aturan penggunaan jalan oleh kendaraan angkutan perusahaan.
Sebab, kendaraan pengangkut batubara milik PT SMM dan PT ABB selama ini menggunakan jalan hak penguasaan hutan (HPH) milik PT Bina Multi Alam Lestari (BMAL).
Pakar hukum asal Palangka Raya, Kalteng, Parlin Bayu Hutabarat mengatakan, penggunaan jalan tidak sesuai peruntukannya merupakan pelanggaran hukum. Selain itu juga merugikan daerah dari sisi pendapatan asli daaerah (PAD).
Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Kalteng Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu lintas di Ruas Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Angkutan Hasil Produksi Pertambangan dan Perkebunan berisi sejumlah aturan tersebut.
“Jika izin usahanya pertambangan, makan jalan yang digunakan harus sesuai. Bukan justru menggunakan izin jalan HPH milik perusahaan lain. Sebab ini sangat merugikan pemerintah daerah dari sisi PAD,” ujar pengacara senior Kalteng ini, Senin (20/1/2020).
Apalagi lanjut dia, PT SMM dan PT ABB justru berkerjasama dengan PT BMAL yang memiliki izin jalan HPH untuk dilintasi kendaraan pengangkut batubara dan mendapat keuntungan dari sewa jalan tersebut.
Berdasarkan dokumen yang ada, bentuk perjanjian pemakaian jalan HPH milik PT BMAL oleh PT SMM dan PT ABB sudah berlangsung sejak 17 Oktober 2012 dengan nilai kerjasama sebesar US $2,50 metric ton batubara.
Ditemui terpisah, pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Barito Utara (Barut), Bikan mengaku baru tiga perusahaan yang mengurus izin terkait jalan perusahaan. Ketiga perusahaan itu berada di wilayah Benangin.
Sejauh ini, lanjut dia, untuk PT SMM dan PT ABB belum ada permintaan izin jalan pertambangan. Padahal kedua perusahaan tersebut sudah memiliki pelabuhan sendiri di Desa Binting Ninggi dengan jarak 10 km dari perusahaannya.
Namun anehnya, kedua perusahaan tersebut lebih memilih untuk membongkar muat batubara di pelabuhan milik PT Telon Orbit Prima (TOP) dan jalan yang dilalui kendaraaan batubara menggunakan jalan PT BMAL (perusahaan HPH). Yang jaraknya dari PT SMM ke pelabuhan PT TOP sekitar 23 km.
“Dan itu belum meminta izin ke Dinas Perhubungan dan Pemkab Barut. Yang jelas ini merugikan daerah. Yang seharusnya menjadi PAD justru dinikmati pihak swasta,” ungkapnya.
Dirinya tidak mengetahui izin apa yang digunakan oleh PT SMM ketika melaksanakan bongkar muat batubara menuju pelabuhan milik PT TOP.
“Belum ada laporan yang masuk ke kami terkait izin penggunaan jalan tersebut. Apakah izin dari provinsi atau izin dari kabupaten yang digunakan PT SMM dan PT ABB ke Pelabuhan PT TOP saat melaksanakan angkutan batubara tersebut, yang jelas di Dishub Barito tidak ada izin sama sekali,” ujarnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi, perwakilan dari PT SMM bidang CSR, Iqbal enggan berkomentar banyak. “Saya tidak memiliki wewenang pak. Lebih detail sama dinas kehutanan saja,” jawabnya singkat.
(zil)