Tanah Belum Dibayar Pemerintah, Warga Blokade Jalan 1 Jam dengan Bersila
A
A
A
SAMARINDA - Warga Samarinda Hairil Usman bersama puluhan anggota keluarga dan kerabatnya akhirnya merealisasikan janjinya menutup jalan, Senin (20/1/2020) siang. Jalan Rapak Indah, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, Kalimantan Timur diblokade hampir 1 jam hingga sempat timbulkan kemacetan. (Baca: Lahan Belum Dibayar, Warga Blokade Jalan Menuju Waduk Napun Gete)
Penutupan jalan ini sudah disampaikan Hairil Usman sehari sebelumnya sebagai bentuk protes kepada Pemkot Samarinda yang belum memberikan ganti rugi lahan. Ganti rugi tersebut terkait tanah milik Hairil Usman dan keluarga yang dijadikan jalan raya tanpa ada ganti rugi.
"Ini adalah jalan terakhir kami menuntut hak yang selama ini diabaikan oleh Pemkot Samarinda. Seharusnya hal ini tidak terjadi jika Pemkot segera membayar hak kami," kata Hairil Usman.
Dalam lakukan aksi, Hairil Usman bersama keluarga duduk bersila di tengah jalan. Penutupan dilakukan hanya satu lajur. Lajur sebelahnya dijadikan dua arah.
Saat aksi menduduki jalan raya, Hairil Usman juga membuka sejumlah dokumen kepemilikan yang sah. Dia juga menunjukkan dua dokumen putusan pengadilan yang memenangkan dirinya.
"Di putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Samarinda, Pemkot janji akan segera bayar. Setelah keluar putusan Pengadilan di tingkat Pengadilan Tinggi Kaltim juga mengaku akan segera bayar. Tapi sampai sekarang itu cuma janji," tambahnya.
Meski demikian, Hairil dan keluarga tak menutup jalan terlalu lama. Hanya sekira satu jam penutupan berlangsung.
Saat aksi berlangsung, kepolisian mengawal jalannya aksi. Polisi lalu lintas berusaha mengatur lalu lintas di lokasi aksi agar kemacetan tak semakin panjang. Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman dan puluhan personel kepolisian dari Sabhara tampak mengamankan aksi.
Sementara itu, Sekretaris Kota Samarinda Sugeng Chairuddin juga tampak hadir menemui Hairil Usman dan keluarga di lokasi aksi. Dia menyebut, Pemkot Samarinda butuh langkah hukum terakhir sebelum membayarkan ganti rugi ke keliarga Hairil Usman.
"Kami bekerja berdasarkan peraturan. Aturan itu berupa hukum final baru bisa bayar ganti rugi. Hukum final itu ada di Mahkamah Agung. Kalau sudah ada putusan dari MA, baru bisa kita bayarkan," kata Sugeng.
Sugeng sendiri mengakui jika lahan yang dibangun jalan tahun 2002 itu bukanlah lahan milik Pemkot. Sehingga wajar jika ada tuntutan dari masyarakat.
"Apa yang dilakukan Hairil Usman sudah benar. Kami hanya menunggu putusan kasasi sebagai dasar kami untuk membayarkan ganti rugi," pungkasnya.
Penutupan jalan ini sudah disampaikan Hairil Usman sehari sebelumnya sebagai bentuk protes kepada Pemkot Samarinda yang belum memberikan ganti rugi lahan. Ganti rugi tersebut terkait tanah milik Hairil Usman dan keluarga yang dijadikan jalan raya tanpa ada ganti rugi.
"Ini adalah jalan terakhir kami menuntut hak yang selama ini diabaikan oleh Pemkot Samarinda. Seharusnya hal ini tidak terjadi jika Pemkot segera membayar hak kami," kata Hairil Usman.
Dalam lakukan aksi, Hairil Usman bersama keluarga duduk bersila di tengah jalan. Penutupan dilakukan hanya satu lajur. Lajur sebelahnya dijadikan dua arah.
Saat aksi menduduki jalan raya, Hairil Usman juga membuka sejumlah dokumen kepemilikan yang sah. Dia juga menunjukkan dua dokumen putusan pengadilan yang memenangkan dirinya.
"Di putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Samarinda, Pemkot janji akan segera bayar. Setelah keluar putusan Pengadilan di tingkat Pengadilan Tinggi Kaltim juga mengaku akan segera bayar. Tapi sampai sekarang itu cuma janji," tambahnya.
Meski demikian, Hairil dan keluarga tak menutup jalan terlalu lama. Hanya sekira satu jam penutupan berlangsung.
Saat aksi berlangsung, kepolisian mengawal jalannya aksi. Polisi lalu lintas berusaha mengatur lalu lintas di lokasi aksi agar kemacetan tak semakin panjang. Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman dan puluhan personel kepolisian dari Sabhara tampak mengamankan aksi.
Sementara itu, Sekretaris Kota Samarinda Sugeng Chairuddin juga tampak hadir menemui Hairil Usman dan keluarga di lokasi aksi. Dia menyebut, Pemkot Samarinda butuh langkah hukum terakhir sebelum membayarkan ganti rugi ke keliarga Hairil Usman.
"Kami bekerja berdasarkan peraturan. Aturan itu berupa hukum final baru bisa bayar ganti rugi. Hukum final itu ada di Mahkamah Agung. Kalau sudah ada putusan dari MA, baru bisa kita bayarkan," kata Sugeng.
Sugeng sendiri mengakui jika lahan yang dibangun jalan tahun 2002 itu bukanlah lahan milik Pemkot. Sehingga wajar jika ada tuntutan dari masyarakat.
"Apa yang dilakukan Hairil Usman sudah benar. Kami hanya menunggu putusan kasasi sebagai dasar kami untuk membayarkan ganti rugi," pungkasnya.
(sms)