Kalbar Gencarkan Promosi Beras Kemasan Produksi Lokal
A
A
A
PONTIANAK - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan TPH) Kalbar baru - baru ini meluncurkan Gerakan beras Bersama Bangga Bertani. Gerakan itu dihadirkan untuk memotivasi, mendorong dan mempromosikan serta sebagai jembatan pasar untuk beras kemasan produksi lokal.
Produksi beras Kalbar secara nasional hampir mendekati peringkat 10 besar dari 34 provinsi. Produksi beras di Kalbar mencapai 1 juta ton. Sedangkan untuk kebutuhan hanya 600 ribu ton per tahun. Artinya masih ada surplus beras sekitar 400 ribu ton per tahun.
Meski Kalbar posisinya surplus namun di pasar dan di tengah masyarakat terkesan masih kurang. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya beras merek dari luar Kalbar yang beredar di pasar-pasar baik trandisonal maupun moderen di daerah itu.
Namun faktanya, di lapangan berdasarkan data yang diterima Distan TPH Kalbar dari Bea Cukai, beras yang masuk dari luar ke Kalbar selama setahun hanya bisa memenuhi kurang dari dua bulan dari kebutuhan masyarakat yang ada.
"Beras kita memang banyak dan mendominasi di pasar atau di tengah masyarakat. Namun kesannya tidak ada karena beras kita tidak ada merek lokal. Beras lokal kita dikemas ulang dan diberi merek beras luar. Sehingga kesannya beras Kalbar sedikit. Untuk itulah dengan adanya merek lokal melalui promosi dan pemasaran gerakan ini juga bisa melindungi jejak beras Kalbar," ujar Kadistan TPH Kalbar, Heronimus Hero.
Hero menjelaskan pihaknya akan terus melakukan pendampingan dan pembinaan serta terus mendorong di setiap kabupaten dan kota di Kalbar memiliki beras lokal yang dikemas dan bermerek sendiri.
Menurutnya beberapa kabupaten sudah melakukan dan seperti Kabupaten Landak ini yang dipimpin langsung bupati nya dengan gencar mempromosikan beras lokal nya kepada publik. Bahkan beras Landak sudah tembus pasar modern seperti di Hypermart dan sejumlah restoran dan lainnya.
Sementara untuk beras lokal dari kabupaten lainnya yang sudah beredar dengan memiliki merek seperti Beras Ciherang dan Cap Keladi dari Kubu Raya, Kapal Bandong dari Sanggau, Cap Kijang dari Sambas, Carue Kalamue dari Bengkayang dan beberapa jenis lainnya.
Pihaknya berharap dengan sudah memiliki merek sendiri dan dikemas dengan baik maka bisa menjadi kebanggaan daerah serta masyarakatnya.
"Kemudian dengan adanya kemasan dan merek sendiri di setiap daerah selain jejak berasnya jelas juga menjadi kebanggaan masyarakat dan daerah. Ini harus menjadi gerakan bersama kita untuk mengkonsumsi beras lokal. Dengan begitu, kita ikut memajukan petani kita," papar dia.
Pihaknya terus berkomitmen untuk mendukung petani dengan program dan pendampingan mulai dari hulu hingga pasca panen.
"Sehingga produksi dan produktivitas petani, pasar serta kesejahteraan petani terus meningkat. Sinergi terus kita bangun. Gerakan Beras Bersama Bangga Bertani untuk mempromosikan dan pasar produk beras lokal dari berbagai daerah terus kita maksimalkan. Saatnya kita bersama kampanye konsumsi beras lokal untuk kemajuan petani dan daerah," kata dia.
Kembangkan Beras Bebas Residu
Pada tahun 2019 ini, ada 30 ribu hektare untuk pengembangan padi atau beras bebas residu. Pengembangan tersebut tersebar di 14 kabupaten yang ada di Kalbar.
Heronimus menjelaskan bahwa pengembangan padi bebas residu tersebut arahnya pertanian yang ramah lingkungan dan organik.
"Mudah - mudahan dengan lebel bebas residu, meskipun beras putih nanti harganya bisa khusus atau sama dengan mengarah beras khusus. Harganya tentu nanti bisa di atas Rp15 ribu per kilogram," kata dia.
Hero menambahkan bahwa melalui program tersebut juga dalam rangka meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) di daerah itu.
"Potensi dan pasar untuk beras organik itu besar dan luas. Sehingga diharapkan nanti tingkat kesejahteraan petani semakin meningkat," jelas dia.
Selain beras bebas residu, pengembangan beras khusus juga mulai digencarkan. Di setiap daerah sudah melakukan identi?kasi beras jenis apa saja. Beras khusus yang dimaksudkan seperti beras merah dan hitam. Saat ini sudah ada beberapa daerah di kabupaten mengembangkannya dan bahkan dikemas. Harganya juga menjanjikan mulai Rp20 ribu per kilogram.
"Tren konsumsi beras masyarakat sudah memperhatikan kesehatan dan organik. Adanya beras khusus untuk menjawab itu. Terpenting lagi harga jual tinggi. Sehingga bisa mendorong NTP," kata dia.
Produksi beras Kalbar secara nasional hampir mendekati peringkat 10 besar dari 34 provinsi. Produksi beras di Kalbar mencapai 1 juta ton. Sedangkan untuk kebutuhan hanya 600 ribu ton per tahun. Artinya masih ada surplus beras sekitar 400 ribu ton per tahun.
Meski Kalbar posisinya surplus namun di pasar dan di tengah masyarakat terkesan masih kurang. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya beras merek dari luar Kalbar yang beredar di pasar-pasar baik trandisonal maupun moderen di daerah itu.
Namun faktanya, di lapangan berdasarkan data yang diterima Distan TPH Kalbar dari Bea Cukai, beras yang masuk dari luar ke Kalbar selama setahun hanya bisa memenuhi kurang dari dua bulan dari kebutuhan masyarakat yang ada.
"Beras kita memang banyak dan mendominasi di pasar atau di tengah masyarakat. Namun kesannya tidak ada karena beras kita tidak ada merek lokal. Beras lokal kita dikemas ulang dan diberi merek beras luar. Sehingga kesannya beras Kalbar sedikit. Untuk itulah dengan adanya merek lokal melalui promosi dan pemasaran gerakan ini juga bisa melindungi jejak beras Kalbar," ujar Kadistan TPH Kalbar, Heronimus Hero.
Hero menjelaskan pihaknya akan terus melakukan pendampingan dan pembinaan serta terus mendorong di setiap kabupaten dan kota di Kalbar memiliki beras lokal yang dikemas dan bermerek sendiri.
Menurutnya beberapa kabupaten sudah melakukan dan seperti Kabupaten Landak ini yang dipimpin langsung bupati nya dengan gencar mempromosikan beras lokal nya kepada publik. Bahkan beras Landak sudah tembus pasar modern seperti di Hypermart dan sejumlah restoran dan lainnya.
Sementara untuk beras lokal dari kabupaten lainnya yang sudah beredar dengan memiliki merek seperti Beras Ciherang dan Cap Keladi dari Kubu Raya, Kapal Bandong dari Sanggau, Cap Kijang dari Sambas, Carue Kalamue dari Bengkayang dan beberapa jenis lainnya.
Pihaknya berharap dengan sudah memiliki merek sendiri dan dikemas dengan baik maka bisa menjadi kebanggaan daerah serta masyarakatnya.
"Kemudian dengan adanya kemasan dan merek sendiri di setiap daerah selain jejak berasnya jelas juga menjadi kebanggaan masyarakat dan daerah. Ini harus menjadi gerakan bersama kita untuk mengkonsumsi beras lokal. Dengan begitu, kita ikut memajukan petani kita," papar dia.
Pihaknya terus berkomitmen untuk mendukung petani dengan program dan pendampingan mulai dari hulu hingga pasca panen.
"Sehingga produksi dan produktivitas petani, pasar serta kesejahteraan petani terus meningkat. Sinergi terus kita bangun. Gerakan Beras Bersama Bangga Bertani untuk mempromosikan dan pasar produk beras lokal dari berbagai daerah terus kita maksimalkan. Saatnya kita bersama kampanye konsumsi beras lokal untuk kemajuan petani dan daerah," kata dia.
Kembangkan Beras Bebas Residu
Pada tahun 2019 ini, ada 30 ribu hektare untuk pengembangan padi atau beras bebas residu. Pengembangan tersebut tersebar di 14 kabupaten yang ada di Kalbar.
Heronimus menjelaskan bahwa pengembangan padi bebas residu tersebut arahnya pertanian yang ramah lingkungan dan organik.
"Mudah - mudahan dengan lebel bebas residu, meskipun beras putih nanti harganya bisa khusus atau sama dengan mengarah beras khusus. Harganya tentu nanti bisa di atas Rp15 ribu per kilogram," kata dia.
Hero menambahkan bahwa melalui program tersebut juga dalam rangka meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) di daerah itu.
"Potensi dan pasar untuk beras organik itu besar dan luas. Sehingga diharapkan nanti tingkat kesejahteraan petani semakin meningkat," jelas dia.
Selain beras bebas residu, pengembangan beras khusus juga mulai digencarkan. Di setiap daerah sudah melakukan identi?kasi beras jenis apa saja. Beras khusus yang dimaksudkan seperti beras merah dan hitam. Saat ini sudah ada beberapa daerah di kabupaten mengembangkannya dan bahkan dikemas. Harganya juga menjanjikan mulai Rp20 ribu per kilogram.
"Tren konsumsi beras masyarakat sudah memperhatikan kesehatan dan organik. Adanya beras khusus untuk menjawab itu. Terpenting lagi harga jual tinggi. Sehingga bisa mendorong NTP," kata dia.
(atk)