Pemuda Papua Kecam Australia Soal Dukungan untuk OPM
A
A
A
JAYAPURA - Pemuda Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa, Pemuda, dan Rakyat Papua (Ampera) mengecam keras sikap pemerintah Australia yang mendukung gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pemerintah Australia pada 1 Desember 2019 lalu membiarkan aksi pengibaran bendera Bintang Kejora di Gedung Balai Kota Leichhardt, Sidney.
Tak hanya di Gedung Balai Kota Leichhardt, pengibaran Bendera Bintang Kejora juga dilakukan dibeberapa negara bagian Australia. Setelah menguasai Papua Nugini dan Suku Aborigin (suku asli Negara Australia) untuk tunduk dibawah kekuasannya, Australia mencoba terus merongrong Papua yang telah integral dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan isu referendum.
Ampera menilai, Australia tidak menghargai kedaulatan Republik Indonesia. Selain itu, Australia juga tidak menghargai PBB yang telah mengesahkan Papua dalam NKRI melalui jalur Pepera 19 Desember 1969, dengan Resolusi PBB Nomor 2509.
"Australia tidak menghargai dan menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga komitmen Australia dalam mendukung kedaulatan NKRI patut dipertanyakan. Australia memerankan aksi propaganda untuk kepentingannya. Seolah mendukung, tetapi berniat licik untuk menguasai," tegas Ketua Umum Ampera Papua, Stenly Salamahu Sayuri, Rabu (4/12/2019).
Menurutnya, negara harus tegas dan serius atas sikap Australia tersebut. Pemerintah harus segera mengambil sikap untuk melawan segala macam bentuk tindakan- tindakan yang dilakukan oleh pihak - pihak asing yang merongrong kedaulatan NKRI, termasuk Australia.
"Pemerintah harus serius dalam menyelesaikan persoalan Papua, terutama menyangkut isu referendum. Karena isu tersebut akan terus menjadi bargaining dalam memuluskan kepentingan investasi asing di Papua. Australia bekerjasama dengan Indonesia dalam perdagangan dan lainnya, tapi malah merongrong kedaulatan negara kita. Harusnya sikap itu tidak boleh, dan Indonesia jangan tinggal diam," katanya.
Stenly didampingi beberapa anggota Ampera menyebut, isu referendum juga dimainkan oleh kelompok oligarki di Papua. Kepentingan kekuasaan dan uang menjadi alasan. Kelompok ini akan bermain kepentingan pada 2021, yang mana isu Referendum mencuat bebarengan dengan isu rekonstruksi UU Otonomi Khusus (Otsus).
"Negara harus bergerak cepat, jangan sampai tahun 2021 pasca otsus berakhir, anggaran otonomi khusus berakhir akan muncul dua opsi kepermukaan. Rancangan UU Otsus Plus juga belum direkontruksi atau direvisi kembali. Sehingga, tidak merugikan rakyat Papua, malah menguntungkan kelompok oligarki itu," tukasnya.
Stenly meminta pemerintah segera mengevaluasi Otsus Papua. Penegakan hukum terhadap pelaku penyelewengan dana triliunan rupiah harus dilakukan, untuk menghentikan permainan isu di masa mendatang.
Tak hanya di Gedung Balai Kota Leichhardt, pengibaran Bendera Bintang Kejora juga dilakukan dibeberapa negara bagian Australia. Setelah menguasai Papua Nugini dan Suku Aborigin (suku asli Negara Australia) untuk tunduk dibawah kekuasannya, Australia mencoba terus merongrong Papua yang telah integral dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan isu referendum.
Ampera menilai, Australia tidak menghargai kedaulatan Republik Indonesia. Selain itu, Australia juga tidak menghargai PBB yang telah mengesahkan Papua dalam NKRI melalui jalur Pepera 19 Desember 1969, dengan Resolusi PBB Nomor 2509.
"Australia tidak menghargai dan menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga komitmen Australia dalam mendukung kedaulatan NKRI patut dipertanyakan. Australia memerankan aksi propaganda untuk kepentingannya. Seolah mendukung, tetapi berniat licik untuk menguasai," tegas Ketua Umum Ampera Papua, Stenly Salamahu Sayuri, Rabu (4/12/2019).
Menurutnya, negara harus tegas dan serius atas sikap Australia tersebut. Pemerintah harus segera mengambil sikap untuk melawan segala macam bentuk tindakan- tindakan yang dilakukan oleh pihak - pihak asing yang merongrong kedaulatan NKRI, termasuk Australia.
"Pemerintah harus serius dalam menyelesaikan persoalan Papua, terutama menyangkut isu referendum. Karena isu tersebut akan terus menjadi bargaining dalam memuluskan kepentingan investasi asing di Papua. Australia bekerjasama dengan Indonesia dalam perdagangan dan lainnya, tapi malah merongrong kedaulatan negara kita. Harusnya sikap itu tidak boleh, dan Indonesia jangan tinggal diam," katanya.
Stenly didampingi beberapa anggota Ampera menyebut, isu referendum juga dimainkan oleh kelompok oligarki di Papua. Kepentingan kekuasaan dan uang menjadi alasan. Kelompok ini akan bermain kepentingan pada 2021, yang mana isu Referendum mencuat bebarengan dengan isu rekonstruksi UU Otonomi Khusus (Otsus).
"Negara harus bergerak cepat, jangan sampai tahun 2021 pasca otsus berakhir, anggaran otonomi khusus berakhir akan muncul dua opsi kepermukaan. Rancangan UU Otsus Plus juga belum direkontruksi atau direvisi kembali. Sehingga, tidak merugikan rakyat Papua, malah menguntungkan kelompok oligarki itu," tukasnya.
Stenly meminta pemerintah segera mengevaluasi Otsus Papua. Penegakan hukum terhadap pelaku penyelewengan dana triliunan rupiah harus dilakukan, untuk menghentikan permainan isu di masa mendatang.
(zil)