Wagub Jabar Luncurkan Program Seribu Kentongan
A
A
A
SUBANG - Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum meluncurkan program seribu kentongan, yang digagas oleh Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radion Republik Indonesia (RRI), di Desa Tenjolaya, Kabupaten Subang, Senin (11/11/2019).
Menurut Uu, seribu kentongan tidak hanya bertujuan untuk mengenalkan kembali alat tradisional asal Tanah Pasundan, tetapi juga sebagai alat pemberitahuan bencana alam. Maka itu, dia mengapresiasi penggagas program tersebut.
"Kentongan sangat multifungsi, selain panggilan jika ada maling dan bencana, alat tradisional ini juga akan mengajak masyarakat untuk berkumpul dan bergotong royong," kata Uu.
Uu juga mengatakan, masyarakat akan memahami informasi yang disampaikan ketongan dari jumlah ketukan atau irama bunyi. Pada kesempatan yang sama, ratusan masyarakat dan santri Tenjolaya melakukan simulasi penggunaan kentongan.
"Kami sangat mendukung kegiatan ini karena memberikan edukasi kepada masyarakat dan RRI juga telah bersinergi dengan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jabar, Basarnas, dan BMKG," ucapnya.
Selain itu, kata Uu, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar pun berkomitmen untuk terus mengurangi risiko bencana via program-program mitigasi bencana. Oleh karena itu, dia berharap gerakan seribu kentongan berjalan di seluruh daerah Jabar.
"Gerakan ini akan terus kami dukung karena sangat bermanfaat," katanya.
Kentongan sendiri merupakan alat yang terbuat dari batang bambu maupun kayu. Dulu, kentongan menjadi alat komunikasi massa. Sebab, masyarakat tahu apa yang ingin disampaikan pengguna kentongan dari irama maupun jumlah ketukan.
Direktur Program dan Produksi LPP RRI Soleman Yusuf mengatakan, kentongan adalah kearifan lokal, yang salah satunya, berguna bagi traditional early warning system dan namanya berbeda-beda di tiap daerah.
"Bunyi kentongan merupakan tanda untuk berkumpul yang sangat efektif tapi kadang kita lupakan," katanya.
Program seribu kentongan ini sudah diluncurkan secara nasional di Provinsi Banten beberapa waktu lalu. Menurut Soleman, masyarakat Jabar sangat antusias dengan program tersebut. "Di desa Tenjolaya ini saya sangat terkejut dengan begitu antusiasnya masyarakat," katanya.
Tujuan program tersebut bukan sekedar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, tetapi juga evakuasi kepada lansia saat bencana alam terjadi.
Soleman menyatakan, perpaduan teknologi modern dan kearifan lokal yang ada di negara Jepang menjadi inspirasi akan lahirnya program seribu kentongan. Menurut dia, Jepang yang teknologinya sangat maju tidak pernah melupakan budayanya.
"Sebagai negara ring of fire yang sama dengan Indonesia, Jepang memberikan pendidikan kepada masyarakatnya tentang bagaimana agar sigap dan adaptif menghadapi bencana. Jadi perpaduan antara teknologi modern dan kearifan lokal inilah yang melahirkan program kentongan," ucapnya.
Menurut Uu, seribu kentongan tidak hanya bertujuan untuk mengenalkan kembali alat tradisional asal Tanah Pasundan, tetapi juga sebagai alat pemberitahuan bencana alam. Maka itu, dia mengapresiasi penggagas program tersebut.
"Kentongan sangat multifungsi, selain panggilan jika ada maling dan bencana, alat tradisional ini juga akan mengajak masyarakat untuk berkumpul dan bergotong royong," kata Uu.
Uu juga mengatakan, masyarakat akan memahami informasi yang disampaikan ketongan dari jumlah ketukan atau irama bunyi. Pada kesempatan yang sama, ratusan masyarakat dan santri Tenjolaya melakukan simulasi penggunaan kentongan.
"Kami sangat mendukung kegiatan ini karena memberikan edukasi kepada masyarakat dan RRI juga telah bersinergi dengan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jabar, Basarnas, dan BMKG," ucapnya.
Selain itu, kata Uu, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar pun berkomitmen untuk terus mengurangi risiko bencana via program-program mitigasi bencana. Oleh karena itu, dia berharap gerakan seribu kentongan berjalan di seluruh daerah Jabar.
"Gerakan ini akan terus kami dukung karena sangat bermanfaat," katanya.
Kentongan sendiri merupakan alat yang terbuat dari batang bambu maupun kayu. Dulu, kentongan menjadi alat komunikasi massa. Sebab, masyarakat tahu apa yang ingin disampaikan pengguna kentongan dari irama maupun jumlah ketukan.
Direktur Program dan Produksi LPP RRI Soleman Yusuf mengatakan, kentongan adalah kearifan lokal, yang salah satunya, berguna bagi traditional early warning system dan namanya berbeda-beda di tiap daerah.
"Bunyi kentongan merupakan tanda untuk berkumpul yang sangat efektif tapi kadang kita lupakan," katanya.
Program seribu kentongan ini sudah diluncurkan secara nasional di Provinsi Banten beberapa waktu lalu. Menurut Soleman, masyarakat Jabar sangat antusias dengan program tersebut. "Di desa Tenjolaya ini saya sangat terkejut dengan begitu antusiasnya masyarakat," katanya.
Tujuan program tersebut bukan sekedar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, tetapi juga evakuasi kepada lansia saat bencana alam terjadi.
Soleman menyatakan, perpaduan teknologi modern dan kearifan lokal yang ada di negara Jepang menjadi inspirasi akan lahirnya program seribu kentongan. Menurut dia, Jepang yang teknologinya sangat maju tidak pernah melupakan budayanya.
"Sebagai negara ring of fire yang sama dengan Indonesia, Jepang memberikan pendidikan kepada masyarakatnya tentang bagaimana agar sigap dan adaptif menghadapi bencana. Jadi perpaduan antara teknologi modern dan kearifan lokal inilah yang melahirkan program kentongan," ucapnya.
(alf)