Kontra Radikal, Polda Sulteng Gandeng Lima Napiter Poso
A
A
A
SULAWESI TENGGARA - Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Sulteng) menggandeng lima mantan Narapidana Teroris (Napiter) Poso untuk ikut kegiatan Forum Group Discution (FGD) dengan tajuk Tangkal Radikalisme Menuju Indonesia Maju di Gedung Torabelo, Kota Palu, Rabu 6 November 2019.
Selain mengajak mantan Napiter Poso, masyarakat dari berbagai kalangan maupun tokoh stakeholder juga ikut dalam forum diskusi kontra radikal tersebut. Ketua FKUB Sulteng, Profesor Zainal Abidin memberikan penyuluhan dan edukasi tangkal radikalisme langsung kepada masyarakat yang hadir.
Wakil Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Nurwindyanto mengatakan, kegiatan kontra radikalisme ini untuk menjaga kebhinekaan Indonesia, mencegah berkembangnya paham radikal juga bagian dari menjaga keamanan ditengah masyarakat.
"Sulteng menjadi perhatian khusus di Indonesia terkait radikalisme," katanya.
Menurut dia, kondisi stabilitas yang aman di Sulteng akan membuka peluang investasi seperti arahan Presiden Joko Widodo, tidak hanya di Sulteng tapi di berbagai tempat.
"Pasti ada (hubungan pencegahan paham rsdikal berkembang dengan iklim investasi) karena investasi berjalan dengan baik apabila keamanan terjaga," ujarnya.
Dia mengaku alasan Polda Sulteng menghadirkan para mantan Napiter untuk memberikan contoh kongkrit kepada masyarakat setiap orang dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik, menghargai perbedaan yang menjadi takdir Indonesia. Apalagi, di Indonesia tercatat ada sekitar 300 suku dari Sabang hingga Marauke.
"Napiter ini bisa menjadi salah satu bisa korban bisa juga pelaku, namun kita melihat sisi kemanusiannya akan mengambil bagaimana bisa dari negatif menjadi positif, karena tidak mungkinlah orang akan menjadi salah terus, positifnya dia ingin berbuat sesuatu, mungkin caranya yang tidak benar," jelasnya.
Untuk itu, dia mengajak masyarakat untuk sama-sama bergerak pro aktif menjaga toleransi umat beragama untuk persatuan yang lebih solid kedepannya demi NKRI dan mengjauhkan hal radikalisme.
"Tentunya ikutlah bersama sama membangun dengan segala potensi yang ada, demi terciptanya suasana kondusif di Indonesia," tegasnya.
Nurwindyanto menambahkan, operasi terorisme di Poso masih terus berlanjut hingga kini. Sebab, masih ada 10 orang lebih yang terus diburu keberadaanya oleh pihaknya. Mereka masih berkeliaran disekitar Gunung Biru di Poso.
"Operasi terus dilanjutkan hingga aksi terorisme habis di Sulteng," ungkapnya.
Ketua FKUB Sulteng, Profesor Zainal Abidin mengatakan, radikalisme di Sulteng sudah mulai menurun, meskipun masih ada beberapa warga yang masih terpapar pahak radikalisme ini.
"Saat ini Sulteng sudah berbeda beberapa tahun terakhir, karena kami terus mengencarkan bahaya paham ini," katanya.
Sementara mantan Naviter Poso, Hasanuddin mengaku bergabung dengan jaringan teroris saat masih menjadi mahasiswa, bahkan dia mengaku sampai berangkat ke Filipina untuk mengikuti dengan kelompok radikal disana.
"Prosesnya panjang menjadi teroris, hingga saya berangkat ke Filipina dengan proses yang panjang," katanya.
Namun seiring berjalannya waktu, Hasanuddin tertangkap operasi Densus 88 dan menjalani hukuman sebagai narapidana teroris. Atas kejadian itu, dia menyesali segala perbuatannya dan kembali ke jalan NKRI. Dirinya sadar perbedaan di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan yang perlu dijaga bersama.
"Ya, kita hidup realistis aja ya, ketika masuk dipenjara kemudian kita banyak membaca, banyak merenung, kemudian juga punya tanggung jawab keluarga, masyarakat, anak didik kita. Bahwa hidup ini tidak bisa dipaksakan sesuai kemauan kita, ada orang lain, ada yang berbeda, itu keniscayaan yang harus kita hadapi," ungkapnya.
Sekarang dia mengaku tengah sibuk bergelut mengurusi dunia pendidikan di Poso, sekaligus mengurus 2 pondok pesantren miliknya.
"Kesibukan saya sebagai Wakil Ketua Yayasan Amanatul Ummah Poso membuat saya untuk memberikan pengajaran yang baik terhadap Indonesia, apa yang pernah saya lakukan dulu itu memang salah," tegasnya.
Selain mengajak mantan Napiter Poso, masyarakat dari berbagai kalangan maupun tokoh stakeholder juga ikut dalam forum diskusi kontra radikal tersebut. Ketua FKUB Sulteng, Profesor Zainal Abidin memberikan penyuluhan dan edukasi tangkal radikalisme langsung kepada masyarakat yang hadir.
Wakil Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Nurwindyanto mengatakan, kegiatan kontra radikalisme ini untuk menjaga kebhinekaan Indonesia, mencegah berkembangnya paham radikal juga bagian dari menjaga keamanan ditengah masyarakat.
"Sulteng menjadi perhatian khusus di Indonesia terkait radikalisme," katanya.
Menurut dia, kondisi stabilitas yang aman di Sulteng akan membuka peluang investasi seperti arahan Presiden Joko Widodo, tidak hanya di Sulteng tapi di berbagai tempat.
"Pasti ada (hubungan pencegahan paham rsdikal berkembang dengan iklim investasi) karena investasi berjalan dengan baik apabila keamanan terjaga," ujarnya.
Dia mengaku alasan Polda Sulteng menghadirkan para mantan Napiter untuk memberikan contoh kongkrit kepada masyarakat setiap orang dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik, menghargai perbedaan yang menjadi takdir Indonesia. Apalagi, di Indonesia tercatat ada sekitar 300 suku dari Sabang hingga Marauke.
"Napiter ini bisa menjadi salah satu bisa korban bisa juga pelaku, namun kita melihat sisi kemanusiannya akan mengambil bagaimana bisa dari negatif menjadi positif, karena tidak mungkinlah orang akan menjadi salah terus, positifnya dia ingin berbuat sesuatu, mungkin caranya yang tidak benar," jelasnya.
Untuk itu, dia mengajak masyarakat untuk sama-sama bergerak pro aktif menjaga toleransi umat beragama untuk persatuan yang lebih solid kedepannya demi NKRI dan mengjauhkan hal radikalisme.
"Tentunya ikutlah bersama sama membangun dengan segala potensi yang ada, demi terciptanya suasana kondusif di Indonesia," tegasnya.
Nurwindyanto menambahkan, operasi terorisme di Poso masih terus berlanjut hingga kini. Sebab, masih ada 10 orang lebih yang terus diburu keberadaanya oleh pihaknya. Mereka masih berkeliaran disekitar Gunung Biru di Poso.
"Operasi terus dilanjutkan hingga aksi terorisme habis di Sulteng," ungkapnya.
Ketua FKUB Sulteng, Profesor Zainal Abidin mengatakan, radikalisme di Sulteng sudah mulai menurun, meskipun masih ada beberapa warga yang masih terpapar pahak radikalisme ini.
"Saat ini Sulteng sudah berbeda beberapa tahun terakhir, karena kami terus mengencarkan bahaya paham ini," katanya.
Sementara mantan Naviter Poso, Hasanuddin mengaku bergabung dengan jaringan teroris saat masih menjadi mahasiswa, bahkan dia mengaku sampai berangkat ke Filipina untuk mengikuti dengan kelompok radikal disana.
"Prosesnya panjang menjadi teroris, hingga saya berangkat ke Filipina dengan proses yang panjang," katanya.
Namun seiring berjalannya waktu, Hasanuddin tertangkap operasi Densus 88 dan menjalani hukuman sebagai narapidana teroris. Atas kejadian itu, dia menyesali segala perbuatannya dan kembali ke jalan NKRI. Dirinya sadar perbedaan di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan yang perlu dijaga bersama.
"Ya, kita hidup realistis aja ya, ketika masuk dipenjara kemudian kita banyak membaca, banyak merenung, kemudian juga punya tanggung jawab keluarga, masyarakat, anak didik kita. Bahwa hidup ini tidak bisa dipaksakan sesuai kemauan kita, ada orang lain, ada yang berbeda, itu keniscayaan yang harus kita hadapi," ungkapnya.
Sekarang dia mengaku tengah sibuk bergelut mengurusi dunia pendidikan di Poso, sekaligus mengurus 2 pondok pesantren miliknya.
"Kesibukan saya sebagai Wakil Ketua Yayasan Amanatul Ummah Poso membuat saya untuk memberikan pengajaran yang baik terhadap Indonesia, apa yang pernah saya lakukan dulu itu memang salah," tegasnya.
(mhd)