Pemkab Kobar Gelar Festival Kuliner Mehampar Wadai 2019

Rabu, 06 November 2019 - 11:27 WIB
Pemkab Kobar Gelar Festival...
Pemkab Kobar Gelar Festival Kuliner Mehampar Wadai 2019
A A A
KOTAWARINGIN BARAT - Pemkab Kotawaringin Barat (Kobar) kembali menggelar Festival Mehampar Wadai di Jalan PRA Kusumayudha Kompleks Bukit Indra Kencana, Selasa 5 November 2019. Festival Kuliner Perempuan Adat Mehampar Wadai ini merupakan yang keempat kali dilaksanakan oleh perempuan adat juriat Kutaringin untuk memeriahkan HUT ke-60 Kobar.

Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah didampingi Wakil Bupati Kobar Ahmadi Riansyah. Hadir juga unsur Forkopimda Kobar dan pimpinan SOPD Kobar.

“Awalnya inisiasi dari perempuan Adat Juriat Kutaringin yang tak lain adalah untuk melestarikan khasanah adat budaya kuliner tradisional,” ujar Nurhidayah.

Seusai memberikan sambutan, bupati beserta rombongan dan tamu undangan memilih jajanan wadai yang telah disiapkan. Kemudian masyarakat di sekitar giliran berebut wadai yang dibagikan secara gratis.

Sebanyak 60 jenis wadai tradisional dihidangkan dalam Festival "Mehampar Wadai ke-4", menyesuaikan dengan HUT ke-60. "Ada 60 jenis wadai dan semuanya tradisonal, hal ini menyesuaikan dengan HUT ke-60 Kobar," kata Ketua Juriat Perempuan Adat Kutaringin Utin Kariyati.

Dia menjelaskan, pada umumnya jenis makanan untuk yang selalu dibawa saat acara adat kerajaan ada 40 macam saja, adapun 20-nya itu disesuaikan dengan HUT Kobar, jadi 60 jenis wadai. Kata dia, ada 2 jenis wadai yang baru ini dikeluarkan dalam festival Festival Perempuan Adat "Mehampar Wadai ke-4", yakni makanan dengan nama "Rebusan" dan "Lapat Melayu".

Lapat melayu terbuat dari tepung ketan, kelapa gonso sama pisang makau. Adapun prosesnya, beras ketan ditumbuk halus, kelapa digongso setengah matang, lalu pisangnya dihaluskan. Semua bahan dijadikan satu dan dibungkus pakai daun pisang lalu di kukus. "Bedanya dengan lapat lainnya adalah, lapat lain itu dari beras, sementara ini dari tepung," jelasnya.

Makanan kedua, yaitu "Rebusan" dalam rebusan ada kentang dayak, ubi ungu. Ia menegaskan bukan ketela ungu, tetapi memang ubi, dalam bahasa lokalnya ubi ungu disebut "Kridang", dan ini langka, hanya ada selama 1 tahun satu kali, dan musiman. "Saya mencari 3 hari berturut - turut cuman dapat 1 kilogram di pasar tradisional," ujarnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6459 seconds (0.1#10.140)