Monpera, Simbol Perjuangan Rakyat yang Bergelora
A
A
A
PALEMBANG - Namanya Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera), terletak di Jalan Merdeka atau tepatnya di seberang Masjid Agung Palembang.
Di kalangan masyarakat Palembang, terutama yang mencintai sejarah, Monpera sangat penting artinya. Sebab, selain bangunannya yang bagus, monumen ini juga menyimpan cerita tentang tragedi penting di masa silam.
Di kalangan masyarakat Palembang, tragedi itu dikenal dengan sebutan Perang Lima Hari Lima Malam (PLHLM).
Pada 72 tahun lalu, atau lebih tepatnya 1-5 Januari 1947 telah terjadi Perang 5 hari 5 Malam (PLHLM) di Palembang.
Seperti kita ketahui dari buku -buku literatur sejarah, bahwa Belanda sangat berhasrat untuk menguasai Pulau Jawa dan Sumatera.
Kekayaan alam yang ada di kedua pulau tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi bangsa asing. Salah satunya Sumatera Selatan menjadi kebanggaan sekaligus ancaman bagi bangsa asing.
Di Sumatera terkenal dengan perang 5 hari 5 malam, pertempuran ini terjadi dari tanggal 1 hingga 5 Januari 1947.
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang merupakan perang tiga matra yang pertama kali kita alami, begitu pula pihak Belanda. Perang tersebut terjadi melibatkan kekuatan darat, laut, dan udara.
Salah satu tempat wisata sejarah yang menjadi saksi bisu perang tersebut yaitu dikenal dengan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera).
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang menjadikan Monpera sebagai salah satu pencatat sejarahnya.
Awal mula ceritanya, perang ini terjadi pada 1 Januari hingga 5 Januari 1947 dan merupakan perang tiga matra pertama kali yang terjadi di Indonesia, begitu pula pihak Belanda.
Peristiwa ini sangat penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Banyak korban tenaga, harta, dan bahkan ribuan nyawa yang melayang.
Pada saat itu, Belanda sangat berkepentingan untuk menguasai wilayah Palembang secara total karena Belanda menilai, wilayah Palembang mempunyai potensi yang menguntungkan dari aspek politik, ekonomi, dan militer.
Awal mula perang terjadi ketika pasukan sekutu masuk Kota Palembang pada 12 Oktober 1946 di bawah pimpinan Letnan Kolonel Carmichael.
Melihat adanya pasukan yang masuk ke wilayah RI khususnya di Palembang, membuat pemerintah memberikan izin untuk mendiami wilayah Talang Semut.
Setelah adanya izin mendiami wilayah Talang Semut, tanpa sepengetahuan pemerintah RI, pasukan sekutu malah memperluas wilayah secara diam-diam dan melakukan penggeledahan yang tidak sah ke rumah penduduk untuk mencari senjata.
Hal inilah yang akhirnya menimbulkan insiden. Sementara itu, jumlah pasukan sekutu semakin bertambah banyak, sehingga pada bulan Maret 1946 jumlah tentara sekutu mencapai sekitar dua batalyon.
Tidak hanya itu saja yang dilakukan oleh pasukan sekutu, mereka juga secara diam-diam membantu pasukan Belanda untuk masuk ke wilayah Palembang.
Semakin lama jumlah pasukan Belanda semakin banyak. Saat pasukan sekutu meninggalkan Kota Palembang pada Oktober 1946, mereka langsung menyerahkan kedudukan wilayah kepada Belanda.
Suasana Palembang semakin mencekam pada saat itu, banyak insiden bersenjata yang terjadi. Ketika Belanda bersikeras untuk meminta Palembang di kosongkan, pemuda Palembang menolak dan akhirnya meletuslah perang tersebut.
Guna mengulur waktu, Belanda melakukan perundingan dengan pemuda Palembang. Selama perundingan berlangsung pada 1 Januari 1947, perang kembali pecah saat Belanda dengan menggunakan pesawat terbang, meluncurkan tembakan altilkeri, sementara dari sungai, Belanda menembakkan meriam-meriam dan senjata lainnya dari atas kapal.
Hanya dengan menggunakan senjata sederhana, serta memiliki tekat yang kuat untuk mengusir Belanda, pemuda Palembang memenangkan pertempuran tersebut.
Akibatnya, Belanda banyak mengalami kerugian, di antaranya stasiun radio Belanda yang berada di Talang Betutu hancur hingga tak bisa digunakan lagi, kapal-kapan milik belanda ditenggelamkan di Sungai Musi, serta tank-tank milik Belanda banyak yang rusak.
Setelah perang lima hari lima malam yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak, pada 6 Januari 1947, akhirnya dicapai perjanjian untuk gencatan senjata antara Belanda dan Pemerintah RI di Palembang.
Sejak diresmikan oleh Menko Kesra, Alamsyah Ratu Perwira Negara pada tanggal 23 Februari 1988, museum ini ramai dikunjungi sebagai salah satu objek wisata sejarah di Kota Palembang.
Bangunan dengan lima lantai ini, terdapat empat unit lemari khusus digunakan sebagai tempat penyimpanan koleksi peninggalan sejarah.
Di lantai satu terdapat juga foto masa perjuangan enam tokoh perang kemerdekaan seperti AK Gani, M Isa, Haji Abdul Rozak, Mayjen TNI H Bambang Utoyo, Brigjen TNI H Hasan Kasim dan Kolonel H Barlian.
Sementara, di lantai dua disimpan 14 pucuk senjata di ruang khusus berdinding kaca. Sebagian besar merupakan hasil rampasan perang zaman sebelum kemerdekaan.
Senjata yang disimpan seperti jenis pistol, senapan, kecepek, ranjau hingga alat pelontar bom yang sering digunakan pejuang tempo dulu. Termasuk berbagai dokumen perang dan benda-benda bersejarah lainnya.
Untuk lantai ke tiga, terdapat enam replika tokoh pejuang yang berasal dari Sumsel, serta koleksi pakaian dinas baik sipil maupun militer yang digunakan saat itu.
Sedangkan lantai empat, lima, dan enam masih belum terisi oleh banyak koleksi. Hal ini dikarenakan masih menunggu ahli waris dari para pejuang.
Bagi masyarakat yang ingin datang mengunjungi Monpera Palembang yang berlokasi di Jln. Merdeka No. 1, Kel. 19 ilir, Kec. Ilir Barat I Palembang, selain menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan juga bisa menggunakan angkutan umum jurusan Ampera.
Cukup membayar tiket yang telah disesuaikan bagi setiap pengunjung, anda bisa mengetahui lebih banyak sejarah di Palembang pada masa lampau.
Harga tiket masuk ke Monpera Palembang yaitu Rp1.000/orang untuk pelajar, Rp.2000/orang untuk mahasiswa, Rp5.000/orang bagi wisatawan lokal, dan Rp20.000/orang untuk wisatawan mancanegara.
Monpera Palembang buka pada hari Selasa sampai hari Minggu pada pukul 08.00 WIB hingga 15.30 WIB. Monumen Perjuangan Rakyat ini akan ditutup pada hari Senin dan hari libur nasional.
Jika kamu berkunjung ke Palembang, jangan lewatkan untuk berkunjung ke museum bersejarah ini, karena akses menuju destinasi wisata Monpera pun sangat mudah.
Selama melakukan kunjungan, anda akan didampingi oleh guide serta bisa berfoto di lantai paling atas Monpera dan melihat pemandangan yang sangat cantik.
Monumen ini menjadi saksi bisu terjadinya perang lima hari lima malam. Semua gambaran rangkaian peristiwa tersebut, diabadikan di sebuah relief yang ada di Monumen Perjuangan Rakyat.
Di kalangan masyarakat Palembang, terutama yang mencintai sejarah, Monpera sangat penting artinya. Sebab, selain bangunannya yang bagus, monumen ini juga menyimpan cerita tentang tragedi penting di masa silam.
Di kalangan masyarakat Palembang, tragedi itu dikenal dengan sebutan Perang Lima Hari Lima Malam (PLHLM).
Pada 72 tahun lalu, atau lebih tepatnya 1-5 Januari 1947 telah terjadi Perang 5 hari 5 Malam (PLHLM) di Palembang.
Seperti kita ketahui dari buku -buku literatur sejarah, bahwa Belanda sangat berhasrat untuk menguasai Pulau Jawa dan Sumatera.
Kekayaan alam yang ada di kedua pulau tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi bangsa asing. Salah satunya Sumatera Selatan menjadi kebanggaan sekaligus ancaman bagi bangsa asing.
Di Sumatera terkenal dengan perang 5 hari 5 malam, pertempuran ini terjadi dari tanggal 1 hingga 5 Januari 1947.
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang merupakan perang tiga matra yang pertama kali kita alami, begitu pula pihak Belanda. Perang tersebut terjadi melibatkan kekuatan darat, laut, dan udara.
Salah satu tempat wisata sejarah yang menjadi saksi bisu perang tersebut yaitu dikenal dengan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera).
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang menjadikan Monpera sebagai salah satu pencatat sejarahnya.
Awal mula ceritanya, perang ini terjadi pada 1 Januari hingga 5 Januari 1947 dan merupakan perang tiga matra pertama kali yang terjadi di Indonesia, begitu pula pihak Belanda.
Peristiwa ini sangat penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Banyak korban tenaga, harta, dan bahkan ribuan nyawa yang melayang.
Pada saat itu, Belanda sangat berkepentingan untuk menguasai wilayah Palembang secara total karena Belanda menilai, wilayah Palembang mempunyai potensi yang menguntungkan dari aspek politik, ekonomi, dan militer.
Awal mula perang terjadi ketika pasukan sekutu masuk Kota Palembang pada 12 Oktober 1946 di bawah pimpinan Letnan Kolonel Carmichael.
Melihat adanya pasukan yang masuk ke wilayah RI khususnya di Palembang, membuat pemerintah memberikan izin untuk mendiami wilayah Talang Semut.
Setelah adanya izin mendiami wilayah Talang Semut, tanpa sepengetahuan pemerintah RI, pasukan sekutu malah memperluas wilayah secara diam-diam dan melakukan penggeledahan yang tidak sah ke rumah penduduk untuk mencari senjata.
Hal inilah yang akhirnya menimbulkan insiden. Sementara itu, jumlah pasukan sekutu semakin bertambah banyak, sehingga pada bulan Maret 1946 jumlah tentara sekutu mencapai sekitar dua batalyon.
Tidak hanya itu saja yang dilakukan oleh pasukan sekutu, mereka juga secara diam-diam membantu pasukan Belanda untuk masuk ke wilayah Palembang.
Semakin lama jumlah pasukan Belanda semakin banyak. Saat pasukan sekutu meninggalkan Kota Palembang pada Oktober 1946, mereka langsung menyerahkan kedudukan wilayah kepada Belanda.
Suasana Palembang semakin mencekam pada saat itu, banyak insiden bersenjata yang terjadi. Ketika Belanda bersikeras untuk meminta Palembang di kosongkan, pemuda Palembang menolak dan akhirnya meletuslah perang tersebut.
Guna mengulur waktu, Belanda melakukan perundingan dengan pemuda Palembang. Selama perundingan berlangsung pada 1 Januari 1947, perang kembali pecah saat Belanda dengan menggunakan pesawat terbang, meluncurkan tembakan altilkeri, sementara dari sungai, Belanda menembakkan meriam-meriam dan senjata lainnya dari atas kapal.
Hanya dengan menggunakan senjata sederhana, serta memiliki tekat yang kuat untuk mengusir Belanda, pemuda Palembang memenangkan pertempuran tersebut.
Akibatnya, Belanda banyak mengalami kerugian, di antaranya stasiun radio Belanda yang berada di Talang Betutu hancur hingga tak bisa digunakan lagi, kapal-kapan milik belanda ditenggelamkan di Sungai Musi, serta tank-tank milik Belanda banyak yang rusak.
Setelah perang lima hari lima malam yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak, pada 6 Januari 1947, akhirnya dicapai perjanjian untuk gencatan senjata antara Belanda dan Pemerintah RI di Palembang.
Sejak diresmikan oleh Menko Kesra, Alamsyah Ratu Perwira Negara pada tanggal 23 Februari 1988, museum ini ramai dikunjungi sebagai salah satu objek wisata sejarah di Kota Palembang.
Bangunan dengan lima lantai ini, terdapat empat unit lemari khusus digunakan sebagai tempat penyimpanan koleksi peninggalan sejarah.
Di lantai satu terdapat juga foto masa perjuangan enam tokoh perang kemerdekaan seperti AK Gani, M Isa, Haji Abdul Rozak, Mayjen TNI H Bambang Utoyo, Brigjen TNI H Hasan Kasim dan Kolonel H Barlian.
Sementara, di lantai dua disimpan 14 pucuk senjata di ruang khusus berdinding kaca. Sebagian besar merupakan hasil rampasan perang zaman sebelum kemerdekaan.
Senjata yang disimpan seperti jenis pistol, senapan, kecepek, ranjau hingga alat pelontar bom yang sering digunakan pejuang tempo dulu. Termasuk berbagai dokumen perang dan benda-benda bersejarah lainnya.
Untuk lantai ke tiga, terdapat enam replika tokoh pejuang yang berasal dari Sumsel, serta koleksi pakaian dinas baik sipil maupun militer yang digunakan saat itu.
Sedangkan lantai empat, lima, dan enam masih belum terisi oleh banyak koleksi. Hal ini dikarenakan masih menunggu ahli waris dari para pejuang.
Bagi masyarakat yang ingin datang mengunjungi Monpera Palembang yang berlokasi di Jln. Merdeka No. 1, Kel. 19 ilir, Kec. Ilir Barat I Palembang, selain menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan juga bisa menggunakan angkutan umum jurusan Ampera.
Cukup membayar tiket yang telah disesuaikan bagi setiap pengunjung, anda bisa mengetahui lebih banyak sejarah di Palembang pada masa lampau.
Harga tiket masuk ke Monpera Palembang yaitu Rp1.000/orang untuk pelajar, Rp.2000/orang untuk mahasiswa, Rp5.000/orang bagi wisatawan lokal, dan Rp20.000/orang untuk wisatawan mancanegara.
Monpera Palembang buka pada hari Selasa sampai hari Minggu pada pukul 08.00 WIB hingga 15.30 WIB. Monumen Perjuangan Rakyat ini akan ditutup pada hari Senin dan hari libur nasional.
Jika kamu berkunjung ke Palembang, jangan lewatkan untuk berkunjung ke museum bersejarah ini, karena akses menuju destinasi wisata Monpera pun sangat mudah.
Selama melakukan kunjungan, anda akan didampingi oleh guide serta bisa berfoto di lantai paling atas Monpera dan melihat pemandangan yang sangat cantik.
Monumen ini menjadi saksi bisu terjadinya perang lima hari lima malam. Semua gambaran rangkaian peristiwa tersebut, diabadikan di sebuah relief yang ada di Monumen Perjuangan Rakyat.
(boy)