Kisah Dokter Istana Keraton Solo Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Jum'at, 18 Oktober 2019 - 05:00 WIB
Kisah Dokter Istana...
Kisah Dokter Istana Keraton Solo Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia
A A A
KIPRAH dokter Istana Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau kini biasa dikenal sebagai Keraton Solo ini tercatat dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Sosok dokter asli Bumiputera yang cemerlang itu adalah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat. Salah satu peran pentingnya yakni saat memimpin rapat persiapan pembentukan negara Indonesia merdeka.

Radjiman menjadi salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia. Dia merupakan Ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Radjiman Wedyodiningrat lahir di Yogyakarta, 21 April 1879 dari keluarga biasa. Selagi masih kecil, dia sudah kehilangan orangtuanya. Prihatin dengan nasibnya, Dr Wahidin Soedirohoesodo menolong pemuda berbakat dan penuh cita-cita itu untuk memperoleh pengajaran yang baik.

“Menurut AG Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum, Radjiman lulus dari Sekolah Dokter Bumiputera (Stovia) pada 1898,” kata KRT Sulistyo Wartonagoro, anggota tim Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Setelah beberapa tahun bekerja di Banyumas, Purworejo, Semarang, dan Madiun, Radjiman meneruskan pendidikannya dan menjadi asisten di Stovia sampai lulus sebagai Indisch Arts.

Selanjutnya, dia bekerja di Sragen sebagai asisten dokter Keraton Surakarta Hadiningrat, dan dokter di Rumah Sakit Jiwa Lawang Jawa Timur.

Berdasarkan buku Harry Poeze "Di Negeri Penjajah, Orang Indonesia di Negeri Penjajah 1600-1950" pada Oktober 1909 Radjiman tiba di Negeri Belanda. Dia melanjutkan pendidikan sebagai dokter yang akan mengkhitan putra-putra Susuhunan atau Raja Keraton Solo.

Radjiman lulus dengan hasil cemerlang dan bergelar Arts. Dengan demikian kedudukan dokter Radjiman setaraf dengan dokter-dokter lulusan Universitas bangsa Belanda.

Suatu hal yang waktu itu tidak mudah dicapai oleh seorang anak pribumi. Hanya bisa diraih oleh anak pribumi yang cerdas dan sungguh-sungguh dalam belajar.

Radjiman juga menjadi orang Indonesia kedua, setelah WK Tehupeiory yang berceramah di Indisch Genootschap (Indies Institute) pada Februari 1911.

Dalam ceramahnya, dia memberikan jawaban atas pertanyaan apakah orang Jawa dapat menerima pencerahan lebih lanjut. Pidato Radjiman, yang dilengkapi cuplikan dari buku-buku psikologi, dapat diterima dengan penuh pujian.

Selain di Belanda, Radjiman memperdalam keahliannya di Berlin dan Paris hingga akhirnya menjadi dokter ahli bedah, ahli ilmu bersalin, dan ahli penyakit kandungan.

Sepulang dari Belanda pada pertengahan 1911, Radjiman menjadi dokter Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang pertama di Solo. Selain itu, dia kembali aktif di Boedi Oetomo sebagai wakil ketua, menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat), dan memimpin majalah tengah bulanan Timboel.

Pada masa pendudukan Jepang, Radjiman menduduki jabatan-jabatan penting. Dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, Radjiman sebagai ketua BPUPKI yang berperan adalah memberikan arah pada seluruh wacana penyusunan dasar negara.

Radjiman Wedyodiningrat wafat pada 20 September 1952. Jenazahnya dikebumikan di Desa Melati, Sleman, Yogyakarta.

Setelah 68 tahun Indonesia Merdeka, Radjiman mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KRT Radjiman Wedyodiningrat di Istana Negara, Jakarta, Jumat sore (8/11/2013).
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2826 seconds (0.1#10.140)