Penjual Koran di Traffic Light Kota Semarang Perlu Ditertibkan
A
A
A
SEMARANG - Merebaknya penjual koran dari mulai anak-anak hingga para orang tua lanjut usia di rambu lalu lintas Kota Semarang mendapat perhatian dari sejumlah pihak. Pasalnya, aktivitas mereka dianggap membahayakan keselematan lalu lintas sehingga perlu dilakukan penertiban. Untuk itu, pemerintah dan para stakeholder perlu didorong untuk membahas permasalahan tersebut.
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang sendiri sebenarnya telah memiliki kebijakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum, dimana antara lain ruang lingkupnya terkait Tertib Jalan dan Angkutan Jalan. Dalam peraturan itu, disebutkan aturan larangan untuk kegiatan yang membahayakan keselamatan lalu lintas.
Guru Besar Universitas Diponegoro, Prof Sri Suwitri menilai aktivitas penjualan koran di rambu lalu lintas Kota Semarang tersebut berpotensi membahayakan kedua belah pihak, baik penjual maupun pengendara. "Ya itu kegiatan di traffic light berbahaya untuk keselematan semua, baik penjual ataupun pengendara," tegas Sri Suwitri dalam keterangan pers, Jumat (11/10/2019).
"Harus ada sanksi yang tegas, apalagi jika terkait mempekerjakan anak-anak di bawah usia. Tapi harus ada kerja sama untuk membantu tetap punya pekerjaan, tetapi tidak mengganggu lalu lintas," tegas Akademisi yang juga Dekan Untidar Magelang ini
Senada juga disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Cahyo Seftyono. Menurutnya, pemerintah harus lebih tegas melakukan penertiban untuk kenyamanan dan keamanan di jalan raya. "Kalau dalam konteks keamanan dan keselamatan di jalan raya ya itu memang layak untuk dilarang, apalagi ada anak-anak di jalanan, seharusnya tidak seperti itu. Saya setuju jika pemerintah lebih tegas untuk keamanan mereka juga," tukasnya.
"Namun kemudian perlu difasilitasi, pemerintah juga harus membuat strategi untuk membantu, sehingga distribusi itu tidak dalam tanda kutip 'liar' di sembarang tempat, dan bisa berjualan di titik-titik tertentu yang tidak mengganggu atau membahayakan," imbuh akademisi Unnes ini.
Terkait hal tersebut, Pemkot Semarang membuka diri untuk bekomunikasi dengan para pihak yang terlibat dalam aktivitas penjualan koran di rambu lalu lintas tersebut.
Kepala BLU Trans Semarang, Ade Bhakti Ariawan menyatakan siap memfasilitasi alternatif titik distribusi media cetak di Kota Semarang agar lebih nyaman dan aman. "Saat ini Trans Semarang sendiri sedang membangun beberapa halte hebat dan halte integrasi, di sana pergerakan penumpangnya juga tinggi, bisa dikerjasamakan sebagai alternatif tempat media cetak untuk berjualan," tutur Ade.
"Kalau itu dimungkinkan maka nanti akan kita atur juga standarnya agar kemudian ketika berpindah juga semua pihak bisa tetap nyaman," pungkasnya. (ahmad antoni)
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang sendiri sebenarnya telah memiliki kebijakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum, dimana antara lain ruang lingkupnya terkait Tertib Jalan dan Angkutan Jalan. Dalam peraturan itu, disebutkan aturan larangan untuk kegiatan yang membahayakan keselamatan lalu lintas.
Guru Besar Universitas Diponegoro, Prof Sri Suwitri menilai aktivitas penjualan koran di rambu lalu lintas Kota Semarang tersebut berpotensi membahayakan kedua belah pihak, baik penjual maupun pengendara. "Ya itu kegiatan di traffic light berbahaya untuk keselematan semua, baik penjual ataupun pengendara," tegas Sri Suwitri dalam keterangan pers, Jumat (11/10/2019).
"Harus ada sanksi yang tegas, apalagi jika terkait mempekerjakan anak-anak di bawah usia. Tapi harus ada kerja sama untuk membantu tetap punya pekerjaan, tetapi tidak mengganggu lalu lintas," tegas Akademisi yang juga Dekan Untidar Magelang ini
Senada juga disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Cahyo Seftyono. Menurutnya, pemerintah harus lebih tegas melakukan penertiban untuk kenyamanan dan keamanan di jalan raya. "Kalau dalam konteks keamanan dan keselamatan di jalan raya ya itu memang layak untuk dilarang, apalagi ada anak-anak di jalanan, seharusnya tidak seperti itu. Saya setuju jika pemerintah lebih tegas untuk keamanan mereka juga," tukasnya.
"Namun kemudian perlu difasilitasi, pemerintah juga harus membuat strategi untuk membantu, sehingga distribusi itu tidak dalam tanda kutip 'liar' di sembarang tempat, dan bisa berjualan di titik-titik tertentu yang tidak mengganggu atau membahayakan," imbuh akademisi Unnes ini.
Terkait hal tersebut, Pemkot Semarang membuka diri untuk bekomunikasi dengan para pihak yang terlibat dalam aktivitas penjualan koran di rambu lalu lintas tersebut.
Kepala BLU Trans Semarang, Ade Bhakti Ariawan menyatakan siap memfasilitasi alternatif titik distribusi media cetak di Kota Semarang agar lebih nyaman dan aman. "Saat ini Trans Semarang sendiri sedang membangun beberapa halte hebat dan halte integrasi, di sana pergerakan penumpangnya juga tinggi, bisa dikerjasamakan sebagai alternatif tempat media cetak untuk berjualan," tutur Ade.
"Kalau itu dimungkinkan maka nanti akan kita atur juga standarnya agar kemudian ketika berpindah juga semua pihak bisa tetap nyaman," pungkasnya. (ahmad antoni)
(alf)