Jembatan Peneleh, Saksi Bisu Soekarno Belajar Konsep Bernegara

Minggu, 01 September 2019 - 05:00 WIB
Jembatan Peneleh, Saksi...
Jembatan Peneleh, Saksi Bisu Soekarno Belajar Konsep Bernegara
A A A
Jembatan Peneleh, penuh nilai sejarah penting tentang Kota Surabaya. Jembatan ini dibangun oleh Hindia Belanda sekitar tahun 1900-an, berfungsi membuka akses ke Peneleh yang sebelumnya adalah kawasan terisolasi.

Jembatan Peneleh menjadi jalan pembuka akses dari wilayah Peneleh dan Plampitan ke daerah Alun-alun Contong yang mengarah ke Jalan Tunjungan.

Peneleh berasal dari kisah putra Wisnu Wardhana bernama Pangeran Pinilih. Ada pun, Wisnu Wardhana adalah pemimpin daerah yang dahulu bernama Glagah Ardem. Daerah itu di bawah kekuasaan Kerajaan Singosari.

Dahulu perahu-perahu gondola dari Venesia, Italia, hilir mudik di aliran sungai Kalimas. Di atas sungai Kalimas terdapat dua jalan yang saling menghubungkan Jalan Gemblongan dan Jalan Kramat Gantung.

Jalan tersebut berada di barat Kalimas menuju ke arah Jalan Peneleh dan di sisi timur terdapat Jalan Ahmad Jaiz. Sedangkan Jembatan Kalimas tepat berada di Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng.

Saat itu, di jalan Gemblongan terdapat jalur trem listrik. Di atas jembatan, warga dari berbagi etnis lalu Lalang dan delman hilir mudik. Jembatan tersebut bak kawasan elit pada masanya.

Di sebelah selatan jembatan terdapat terminal pengisian bahan bakar pertama di Surabaya yang dibangin tahun 1920 bernama Bataafsche Petroleum Maatschappij (BMP). BPM sendiri didirikan pada 1907 di Belanda yang merupakan anak perusahaan Shell.

Di seberang jembatan tepatnya di jalan gemblongan terdapat bangunan yang difungsikan sebagai pembangkit listrik (era 1908-1930) dari Algemeene Nederlandsch-Indische Eletriciteits Maatschappij (ANIEM), sebuah Perusahaan listrik umum Hindia Belanda.

Cara kerjanya adalah listrik dibangkitkan dengan generator berbahan diesel untuk menerangi kota. Namun dalam perkembangannya pembangkit tersebut dipindahkan dan bangunan diperluas kemudian dijadikan gedung dari ANIEM. Saat ini gedung ANIEM tersebut dikelola oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.

Pada masa perang kemerdekaan, Jembatan Peneleh menorehkan catatan sejarah. Kawasan Peneleh dulu terdapat bangunan dan kawasan yang menyimpan sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga perkembangan kota mulai pra-kolonial, Hindia Belanda, hingga zaman kemerdekaan.

Di Jembatan Peneleh ini juga menjadi medan pertempuran era perang 1945. Pertempuran 10 November yang melibatkan arek-arek Suroboyo terjadi di Jembatan Peneleh juga.

Di situ ada rumah milik pahlawan pergerakan nasional Indonesia HOS Cokroaminoto. Tempat lahir Sang Proklamator Soekarno di Jalan Pandean IV, tempat lahir tokoh 10 November 1945 Roelan Abdulgani di Jalan Plampitan, dan juga ada makam Belanda yang didirikan pada sekitar tahun 1814.

Sebuah gagasan besar lahir di sebuah rumah kecil bergaya arsitek Cina, persis beberapa meter dari muka Jalan Peneleh Gang VII, Surabaya.

Rumah ini milik cendekiawan muslim pada masa itu yaitu Pak HOS Tjokroaminoto. Di rumah inilah Presiden Petama RI Soekarno muda pernah kos untuk melanjutkan sekolah menengahnya di Surabaya.

Soekarno tinggal di rumah ini atas rujukkan ayahnya di Mojokerto. Di rumah inilah Soekarno muda banyak belajar tentang konsep sebuah negara.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0909 seconds (0.1#10.140)