Warga Lembor NTT Hidup Kekurangan Air Bersih selama Bertahun Tahun

Senin, 19 Agustus 2019 - 17:19 WIB
Warga Lembor NTT Hidup Kekurangan Air Bersih selama Bertahun Tahun
Warga Lembor NTT Hidup Kekurangan Air Bersih selama Bertahun Tahun
A A A
MANGGARAI BARAT - Warga Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, NTT bertahun-tahun hidup kekurangan air bersih. Hal ini terjadi karena curah hujan di Manggarai Barat hanya sekitar 1.500 milimeter per tahun. Hingga Manggarai Barat pun menjadi wilayah yang tergolong kering dengan kemungkinan hujan turun dalam kurun waktu empat bulan, yakni Desember sampai Maret, sedangkan delapan bulan lainnya relatif kering.
Warga Lembor NTT Hidup Kekurangan Air Bersih selama Bertahun Tahun

Menurut data National Water Supply and Sanitation Information Services (NAWASIS) tahun 2016, 80 persen rumah tangga di Kabupaten Manggarai Barat dalam memenuhi kebutuhan sumber air bersih masih memanfaatkan air tanah dan sumber mata air. Sehingga, baru 20 persennya yang mendapat pelayanan sistem pipanisasi.

Warga pun memanfaatkan air sungai untuk keperluan air sehari-hari seperti yang terjadi di Dusun Pandang, Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor, Manggarai Barat.

Zul Indarwansyah Gafur (29), warga Dusun Pandang mengatakan, untuk mengambil air bersih warga harus melewatu jalan pintas menurun dan berbatu menuju Wae Ara, sebuah batang sungai di Dusun Pandang, Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor, Manggarai Barat. Wae, yang dalam bahasa setempat berarti "sungai", itu tidak terlalu besar dan berbatu.

“Air sedang surut karena tidak musim hujan. Kalau hujan, airnya lebih deras tetapi kotor,” cerita Zul Indarwansyah Gafur saat tiba di tepian sungai. Sabtu sore 17 Agustus 2019 itu, Zul memandu Tim ACT melihat aktivitas warga di Sungai Ara, ada yang mandi, mencuci pakaian, sampai mengambil air dengan jeriken.

“Di sini warga mandi, mencuci, ada yang ambil air untuk minum juga. Kalau saya lebih memilih membeli air galon isi ulang untuk masak dan minum,” lanjut Zul dalam pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (19/8/2019).

Menurut Zul, sebenarnya ada dua pilihan bagi warga Dusun Pandang, yakni mengambil air di sungai dan membeli air. Namun, air yang dijual per tangki pun berasal dari sungai.

“Kalau kita beli air, satu fiber (tangki) harganya 50-60 ribu. Bedanya, kita tidak usah repot turun ke sungai,” jelasnya.

Zul mengatakan, sudah sejak dia kecil aktivitas mengambil air di sungai dilakukan warga. Seiring waktu, kualitas air sungai pun berbeda. Menurutnya, kini air sungai tidak sebersih dulu. “Pernah juga ada yang buang kotoran di sisi yang lain,” timpalnya.

Walaupun begitu, Yun (50), warga Dusun Pandang lainnya, mengaku tidak terganggu. Setiap hari dia pergi ke sungai untuk mandi dan mencuci.

Menurut Muhammad Kahar (31), warga Dusun Pandang lainnya, dahulu pernah diwacanakan pemasangan pipa dan meteran dari mata air ke rumah-rumah warga, namun proses itu tidak diteruskan.

“Dulu beberapa rumah yang secara ekonomi berkecukupan, pernah ada pasang pipa. Sekarang tidak dilanjutkan,” tandasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5623 seconds (0.1#10.140)