Kompolnas Sebut Lulus Tes Psikologi Tak Menjamin Bebas Emosi

Kompolnas Sebut Lulus Tes Psikologi Tak Menjamin Bebas Emosi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai anggota kepolisian pemegang senjata api yang dinyatakan lulus tes psikologis tak menjamin bebas dari masalah emosi.
"Siapapun kalau emosi bisa bertindak di luar nalar, tes psikologi hanya untuk mendeteksi kecenderungan seseorang,” ungkap Komisioner Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto menyikapi peristiwa penembakan terhadap Bripka Rahmat Effendy, Jumat (26/7/2019).
Bekto melihat dalam kondisi emosi penggunaan senjata api sangat berbahaya. Karena itu, Bekto meminta institusi Polri harus memahami persyaratan penggunaan senjata dan prosedurnya sesuai Peraturan Kapolri No 8/2009.
Terkait adanya intervensi dalam kasus tawuran, Bekto menuturkan, hal itu tidak dibenarkan. Intervensi kasus atau apapun baru bisa dilakukan setelah penyelidikan lengkap. “Tapi seandainya benar ada intervensi, tidak bisa menjadi pembenaran untuk melakukan penembakan,” tuturnya.
Oleh karena itu, Bekto meminta Polri menyelidiki hingga tuntas demi mengetahui hal itu terjadi. Bila nantinya terjadi pelanggaran kode etik dan disiplin, diusut oleh pengawas internal yaitu Propam. Sedangkan tindak pidana pembunuhan dengan menggunakan senjata api oleh Reserse.
“Harus dicari sampai tuntas apa motif penembakan, memakai senjata siapa, dan Polri harus menjelaskan kepada masyarakat tentang kejadian tersebut,” ucapnya.
"Siapapun kalau emosi bisa bertindak di luar nalar, tes psikologi hanya untuk mendeteksi kecenderungan seseorang,” ungkap Komisioner Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto menyikapi peristiwa penembakan terhadap Bripka Rahmat Effendy, Jumat (26/7/2019).
Bekto melihat dalam kondisi emosi penggunaan senjata api sangat berbahaya. Karena itu, Bekto meminta institusi Polri harus memahami persyaratan penggunaan senjata dan prosedurnya sesuai Peraturan Kapolri No 8/2009.
Terkait adanya intervensi dalam kasus tawuran, Bekto menuturkan, hal itu tidak dibenarkan. Intervensi kasus atau apapun baru bisa dilakukan setelah penyelidikan lengkap. “Tapi seandainya benar ada intervensi, tidak bisa menjadi pembenaran untuk melakukan penembakan,” tuturnya.
Oleh karena itu, Bekto meminta Polri menyelidiki hingga tuntas demi mengetahui hal itu terjadi. Bila nantinya terjadi pelanggaran kode etik dan disiplin, diusut oleh pengawas internal yaitu Propam. Sedangkan tindak pidana pembunuhan dengan menggunakan senjata api oleh Reserse.
“Harus dicari sampai tuntas apa motif penembakan, memakai senjata siapa, dan Polri harus menjelaskan kepada masyarakat tentang kejadian tersebut,” ucapnya.
(whb)