Pesanggrahan Langenharjo, Jejak Sejarah Raja Keraton Solo PB IX

Senin, 22 Juli 2019 - 05:01 WIB
Pesanggrahan Langenharjo,...
Pesanggrahan Langenharjo, Jejak Sejarah Raja Keraton Solo PB IX
A A A
Jejak sejarah kekuasaan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo masih bisa ditemui dari berbagai peninggalan peninggalan yang masih tersisa.

Salah satunya adalah Pesanggrahan Langenharjo yang berlokasi di Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Sepintas, Pesanggrahan Langenharjo yang telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya seperti dibangun di era Raja Keraton Solo Pakoe Boewono (PB) X.

Namun dari sumber internal keraton, Pesanggrahan itu mulai dibangun di era Raja PB IX.

“Dalam Babat Langenharjo diceritakan bahwa PB IX sering datang (ke Pesanggrahan Langenharjo),” kata KGPH Puger, salah satu putera mendiang Raja PB XII.

Dalam perkembangannya Pesanggrahan Langenharjo kemudian direnovasi dan ditandatangani oleh raja PB X.

Pembangunan Pesanggrahan yang terletak di tepi Sungai Bengawan Solo, PB IX terilhami ketika dia belum dilantik menjadi raja.

Ketika bepergian untuk melihat wilayah, PB IX berhenti di kawasan itu dan beristirahat di salah satu pohon.

Nah, saat tertidur, dia bermimpi agar kelak jika sudah dilantik menjadi raja, maka diminta untuk membangun Pesanggrahan di tempat itu.

Karena itu setelah resmi dilantik menjadi raja, maka mimpi itu direalisasikan.

Ketika zaman PB IX, sering kali Pesanggrahan Langenharjo menjadi tempat digelarnya acara resmi keraton, seperti memanggil petinggi petinggi kerajaan.

PB IX sering kali menggelar acara kesenian tari serta memanggil para pedagang.

Rakyat yang hadir pada waktu itu bisa menikmati secara gratis segala jenis makanan dan minuman yang dibawa pedagang.

Sementara menurut informasi dari berbagai sumber, Pesanggrahan Langenharjo dulunya menjadi menjadi salah satu tempat tujuan rekreasi bagi keluarga istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Pesanggrahan Langenharjo, Jejak Sejarah Raja Keraton Solo PB IX

Pesanggrahan Langenharjo juga berfungsi sebagai tempat yang dianggap sakral, di mana di tempat ini sering digunakan untuk melakukan ritual meditasi.

Pembangunan Pesanggrahan Langenharjo dimulai pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IX (1861-1893), tepatnya pada tahun 1870 M.

Kemudian selesai dibangun pada era kepemimpinan Sri Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939), yakni tanggal 15 Juli 1931.

Data ini didapat dari keterangan yang tercantum di Pesanggrahan Langenharjo di mana di situ tertulis PB X 15-7-1931.

Pesanggrahan Langenharjo menempati lokasi di sebelah utara Sungai Bengawan Solo, dan berjarak lebih kurang 10 kilometer ke arah selatan dari Kota Solo.

Pesanggrahan Langeharjo didirikan hanya sekitar 50 meter dari bibir Sungai Bengawan Solo.

Menurut kepercayaan setempat, pesanggrahan Langenharjo didirikan dari hasil semedi Sri Susuhunan Pakubuwono IX setelah bertapa dengan cara menghanyutkan diri di Sungai Bengawan Solo.

Pada sejumlah titik di kompleks Pesanggrahan Langenharjo ini terdapat beberapa ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk bertapa.

Ada pula tempat khusus yang hanya diperuntukkan bagi raja dan keturunannya.

Salah satu ruangan khusus itu bernama Sanggar Pamujan atau ruang pemujaan.

Sanggar Pamujan digunakan oleh Susuhunan (Raja) untuk bermeditasi guna memperoleh ilham atau petunjuk sebelum mengambil keputusan yang berhubungan masalah kenegaraan.

Beberapa ruangan dan bangunan lain terdapat di kompleks Pesanggrahan Langenharjo.

Di antaranya adalah Pendopo Prabasana, Kuncungan, Ndalem Ageng, Pendopo Pangkuran, gudang senjata, ruang tamu, keputren, dan kesatrian.

Selain itu, di Pesanggrahan Langenharjo terdapat serpihan kayu yang berasal dari perahu yang dipergunakan PB IX saat melaksanakan Tapa Ngeli.

Hingga akhirnya seusai Tapa Ngeli menemukan tempat yang kemudian dibangun pesanggrahan ini.

Konon, perahu yang dinaiki PB IX adalah milik Jaka Tingkir yang bergelar bergelar Sultan Hadiwijaya (1549-1582 M), penguasa Kesultanan Pajang yang merupakan cikal bakal dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Hiasan yang terdapat pada kepala perahu itu kemudian diketahui bernama Kyai Rojomolo.

Selain sebagai tempat meditasi dan menenangkan diri, Pesanggrahan Langenharjo juga digunakan untuk tempat rekreasi keluarga istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Hal ini sesuai dengan nama Langenharjo yang dapat diartikan sebagai tempat persinggahan yang nyaman dan damai.

Di belakang bangunan utama, terdapat kolam yang dulunya merupakan pemandian air hangat, yang sudah dilengkapi dengan 6 kamar mandi, lengkap dengan bak mandinya.

Air hangat di kolam itu bersumber dari sumur yang berada di samping bangunan istana.

Air sumur tersebut diyakini bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit karena kandungan belerangnya yang cukup tinggi.

Setelah tidak digunakan lagi sebagai tempat meditasi maupun rekreasi keluarga Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Pesanggrahan Langenharjo beralih menjadi tempat kunjungan wisata.

Pada dekade 1990, pesanggrahan ini sempat menjadi lokasi wisata yang cukup diminati karena pesona pemandian air hangat yang terletak di tengah-tengah kota.

Namun lama-kelamaan wisatawan yang berkunjung semakin berkurang. Salah satu penyebabnya adalah air kolam di pemandian menjadi tidak begitu hangat lagi.

Pesanggrahan Langenharjo konon juga merupakan saksi sejarah terciptanya beskap Langenharjan.

Beskap ini diilhami dari KGPAA Mangkunagara VI dan Sinuhun Paku Buwono IX ketika mereka mengadakan pertemuan resmi di Langenharjo.

Pakaian perpaduan busana adat Jawa dengan sentuhan busana ala Eropa itu ditandai dengan pemakaian rompi dan dasi kupu-kupu.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2167 seconds (0.1#10.140)