Kekeringan, Warga Pasuruan Antre Dua Hari demi Air Bersih
A
A
A
PASURUAN - Ribuan warga di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur mengalami krisis air bersih. Kondisi ini sebagai dampak musim kemarau yang menyebabkan sungai, mata air dan sumur warga mengering.
Setiap orang harus antre selama dua hari dua malam dengan jarak tempuh beberapa kilometer untuk mendapatkan air bersih. Seperti yang terjadi di Desa Jeladri, Kecamatan Winongan, Rabu (26/6/2019) pagi.
Salah satu ibu sibuk mengambil air bersih di salah satu tandon air.
Setelah penuh, air dari ember dimasukan ke dalam jeriken-jeriken. Satu persatu jeriken dengan ukuran 20 liter diisi air dan di bawa pulang untuk kebutuhan hidup di rumahnya. Namun, mereka mengambil air membutuhkan waktu cukup lama.
Minimal harus bersabar menunggu sehari hingga dua hari dua malam dengan cara mengantrekan jeriken di dekat tandon air. Sambil menunggu jeriken terisi, mereka pulang ke rumah.
Meski demikian, mereka tertib dan tak terjadi keributan akibat rebutan air. Sebab, warga menyadari kekurangan air bersih sudah langganan setiap tahun. “Memang sejak zaman dahulu seperti ini, selalu kekeringan. Kalau banyak orang yang antre, bisa dua hari bisa dapat mengisi jeriken. Semua warga ambil air di sini,” kata salah satu warga Desa Jeladri, Siti Rodiah.
Salah satu penyebabnya, volume debit air dari tandon yang disedot dari wilayah Gunung Bromo mengecil.
Kondisi yang sama dialami warga di Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol. Mereka terpaksa harus mengambil air di situs purbakala Candi Belahan, lereng Gunung Arjuno.
Setiap orang harus antre selama dua hari dua malam dengan jarak tempuh beberapa kilometer untuk mendapatkan air bersih. Seperti yang terjadi di Desa Jeladri, Kecamatan Winongan, Rabu (26/6/2019) pagi.
Salah satu ibu sibuk mengambil air bersih di salah satu tandon air.
Setelah penuh, air dari ember dimasukan ke dalam jeriken-jeriken. Satu persatu jeriken dengan ukuran 20 liter diisi air dan di bawa pulang untuk kebutuhan hidup di rumahnya. Namun, mereka mengambil air membutuhkan waktu cukup lama.
Minimal harus bersabar menunggu sehari hingga dua hari dua malam dengan cara mengantrekan jeriken di dekat tandon air. Sambil menunggu jeriken terisi, mereka pulang ke rumah.
Meski demikian, mereka tertib dan tak terjadi keributan akibat rebutan air. Sebab, warga menyadari kekurangan air bersih sudah langganan setiap tahun. “Memang sejak zaman dahulu seperti ini, selalu kekeringan. Kalau banyak orang yang antre, bisa dua hari bisa dapat mengisi jeriken. Semua warga ambil air di sini,” kata salah satu warga Desa Jeladri, Siti Rodiah.
Salah satu penyebabnya, volume debit air dari tandon yang disedot dari wilayah Gunung Bromo mengecil.
Kondisi yang sama dialami warga di Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol. Mereka terpaksa harus mengambil air di situs purbakala Candi Belahan, lereng Gunung Arjuno.
(shf)