Kalteng Terancam Kehilangan Bonus Demografi

Rabu, 29 Mei 2019 - 20:11 WIB
Kalteng Terancam Kehilangan...
Kalteng Terancam Kehilangan Bonus Demografi
A A A
PALANGKARAYA - Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah (Prov. Kalteng) H. Sugianto Sabran menilai salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka pernikahan dini di Kalteng adalah ekonomi.

“Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalteng menempati urutan kedua tinggi. Kebanyakan dari kasus tersebut disebabkan faktor ekonomi,” ucap Gubernur di Istana Isen Mulang, Selasa, (28/5/2019) seperti dilansir oleh borneonews.co.id.

Jika dilihat lebih lanjut, pernikahan dini kebanyakan terjadi di masyarakat yang berada di daerah pelosok, lanjut H. Sugianto Sabran.

“Kebanyakan orang tua yang berada di pedesaan setuju untuk menikahkan anak mereka dengan orang yang memiliki kemampuan lebih secara ekonomi, kendati anaknya masih berusia sangat muda,” tuturnya.

Menurut orang nomer satu di Bumi Tambun Bungai ini selain masalah ekonomi, pernikahan dini juga bisa dipicu oleh sosial budaya di masyarakat. Terutama terkait pergaulan yang terlampau bebas dan minimnya pendidikan yang diterima oleh remaja.

“Menekan hal ini, kami selaku pemerintah provinsi berusaha untuk terus meningkatkan perekonomian kalteng, khususnya perekonomian keluarga,” lanjutnya.

Gubernur Kalteng meyakini penguatan perekonomian masyarakat keluarga, dapat menekan angka pernikahan dini di Kalteng.

“Ekonomi keluarga sangat berpengaruh. Melalui ekonomi yang mumpuni keluarga dapat membekali anak dengan pengetahuan yang baik,” ujarnya.

Dia menilai dengan adanya peningkatan perekonomian, keluarga bisa memberikan pendidikan yang optimal kepada anak sehingga bisa menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bagus.

“Ketika mereka memiliki tingkat pendidikan yang bagus, mereka tidak akan berpikir untuk menikah muda.” jelasnya.

Gubernur menegaskan pernikahan dini menjadi salah satu fokus pemerintah daerah. Karena dikhawatirkan tingginya angka ini dapat mempengaruhi bonus demografi pada tahun 2035 mendatang.

“Salah satu dampaknya kehilangan bonus demografi, akibat pernikahan tersebut banyak anak usia produktif yang harusnya bekerja malah mengurus rumah dan keluarga,” terang H. Sugianto Sabran.
(alf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1525 seconds (0.1#10.140)