Mendikbud Sebut Hasil Visum Rumah Sakit Berbeda dengan Pengakuan Audrey
A
A
A
PONTIANAK - Hasil visum terhadap siswi SMP Audrey (14) yang dikeluarkan Rumah Sakit Pro Medika Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), berbeda dengan kabar yang beredar di media sosial. Meski begitu polisi tetap melanjutkan proses hukum terhadap para tersangka.
Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy setelah mendapat penjelasan Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Muhamad Anwar Nasir, Kamis (11/4/2019).
Muhadjir meminta semua pihak supaya menahan diri, tidak ikut-ikutan membuat persoalan semakin melebar. Jangan sampai kasus yang ada menjadi hiperbolik atau dibesarkan.
"Serahkanlah urusannya ke pihak berwajib (kepolisian) dan saya sudah berbicara dengan Kapolresta. Menurut saya semuanya sudah dilakukan sesuai aturan yang ada," kata Muhadjir. Setelah melihat dan mengobrol langsung dengan korban , Muhadjir memastikan Audrey saat ini sudah ceria.
"Anaknya sudah ceria, ngobrol dengan saya pakai bahasa Inggris, anaknya pintar, dan dia berterima kasih bilang saya Pak Menteri orangnya baik," kata Muhadjir.
Muhadjir menyayangkan, kasus penganiayaan yang terjadi bahwa kenyataannya tidak seperti viral di media sosial. Hal itu disampaikannya setelah mendapat penjelasan dari Kapolresta Pontianak. Isu yang viral di media sosial bahwa korban dikeroyok oleh 12 orang dan para pelaku merusak bagian kewanitaan korban.
Namun semua itu tidak terbukti berdasarkan hasil visum. Kata Muhadjir, kasus dugaan penganiayaan ini ibarat emperannya lebih besar dari rumah sendiri.
Ia mencontohkan terkait auratnya korban yang diinformasikan dirusak oleh pelaku dan kemudian tidak terbukti. Padahal yang menyita perhatian adalah masalah tersebut. Muhadjir pun mengimbau semua harus bisa memanfaatkan dan menggunakan media, sosial khususnya dengan cara yang arif dan cerdas.
Sementara Kabid Dokkes Polda Kalimantan Kalbar, dr Sucipto mengatakan, kabar yang tersebar di media sosial tidak semuanya benar. Di antaranya soal organ intim korban yang rusak, ternyata berbeda dari hasil pemeriksaan dokter.
"Dari hasil pemeriksaan dokter, tidak ada 'kerobekan' pada area sensitif korban. Masih utuh," kata Sucipto di Mapolda Kalbar, Kota Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Hal ini senada yang disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Muhamad Anwar Nasir. Menurut dia, korban memang mengalami depresi pascatrauma akibat perlakuan para siswi SMA yang diduga menganiayanya.
"Hasil pemeriksaan visum yang dikeluarkan RS Promedika per hari ini, kondisi kepala tidak ada bengkak atau benjolan. Mata tidak ada memar dan penglihatan normal. THT tidak ditemukan darah, jantung dan paru dalam kondisi normal, perut tampak datar dan normal. Untuk alat kelamin, selaput dara tidak robek atau memar, termasuk kulit juga tidak ada memar dan lebam," ujar dia.
Meski begitu, polisi tetap akan memproses dugaan kasus penganiayaan ini. Polisi juga telah menetapkan tiga tersangka dugaan kasus penganiayaan terhadap pelajar SMP, Audrey (14). Mereka masing-masing berinisial FZ, TP dan NN.
Hasil visum ini, menurut Kapolresta menjawab isu alat kelamin korban ditusuk-tusuk oleh pelaku. "Tidak ada perlakuan alat kelaminya ditusuk seperti itu," tegasnya.
Kapolresta menegaskan, korban tidak pernah menyampaikan adanya tindak kekerasan di bagian kelamin. Menurut Kapolres Kombes M Anwar Nasir, fakta yang terjadi dan diakui pelaku adalah penganiayaan.
Dari tiga orang yang sudah ditetapkan tersangka, satu di antaranya ada yang menjambak rambut, ada juga yang mendorong sampai terjatuh. Ada pula tersangka satu sempat memiting, dan memukul sambil melempar sendal. "Itu ada dilakukan tapi hasil visumnya seperti yang tadi, sehingga kasus ini diproses sesuai dengan fakta yang ada," kata Kapolres.
Anwar menegaskan pihaknya sudah melakukan olah TKP di lokasi kejadian. "Sudah ada olah TKP. Sesuai dengan arahan Ditreskrimum Polda Kalbar kita mungkin akan melakukan rekonstruksi agar ada persesuaian," paparnya.
Sempat dikabarkan masalah asmara menjadi pemicu utama terjadinya kasus ini. Kapolres pun menjelaskan, motif penganiayaan dipicu rasa dendam dan kesal tersangka terhadap korban."Pengakuan tersangka, korban suka nyindir-nyindir," kata Anwar Nasir.
Selain itu, tidak benar jika korban dianiaya 12 orang. "Isu yang menyebar bahwa anak ini satu orang dianiaya 12 orang, dan alat kelaminya ditusuk-tusuk seperti itu. Fakta yang ada tidak ada 12 orang, yang ada hanya tiga," katanya.
Pihaknya saat ini juga sudah menetapkan tiga tersangka, yang semuanya merupakan siswi SMA di Pontianak, F (17), T (17) dan C (17). Dasar penetapan tersangka adalah hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan hasil rekam medis Rumah Sakit ProMEDIKA Pontianak. "Dalam pemeriksaan pelaku, mereka mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Anwar.
Kapolresta menjelaskan, penganiayaan yang dilakukan tersangka dilakukan bergiliran satu per satu di dua tempat. Menurutnya, tersangka dikenakan Pasal 80 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.
"Sesuai dengan sistem peradilan anak, ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana."Sesuai dengan sistem peradilan anak, ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya.
Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy setelah mendapat penjelasan Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Muhamad Anwar Nasir, Kamis (11/4/2019).
Muhadjir meminta semua pihak supaya menahan diri, tidak ikut-ikutan membuat persoalan semakin melebar. Jangan sampai kasus yang ada menjadi hiperbolik atau dibesarkan.
"Serahkanlah urusannya ke pihak berwajib (kepolisian) dan saya sudah berbicara dengan Kapolresta. Menurut saya semuanya sudah dilakukan sesuai aturan yang ada," kata Muhadjir. Setelah melihat dan mengobrol langsung dengan korban , Muhadjir memastikan Audrey saat ini sudah ceria.
"Anaknya sudah ceria, ngobrol dengan saya pakai bahasa Inggris, anaknya pintar, dan dia berterima kasih bilang saya Pak Menteri orangnya baik," kata Muhadjir.
Muhadjir menyayangkan, kasus penganiayaan yang terjadi bahwa kenyataannya tidak seperti viral di media sosial. Hal itu disampaikannya setelah mendapat penjelasan dari Kapolresta Pontianak. Isu yang viral di media sosial bahwa korban dikeroyok oleh 12 orang dan para pelaku merusak bagian kewanitaan korban.
Namun semua itu tidak terbukti berdasarkan hasil visum. Kata Muhadjir, kasus dugaan penganiayaan ini ibarat emperannya lebih besar dari rumah sendiri.
Ia mencontohkan terkait auratnya korban yang diinformasikan dirusak oleh pelaku dan kemudian tidak terbukti. Padahal yang menyita perhatian adalah masalah tersebut. Muhadjir pun mengimbau semua harus bisa memanfaatkan dan menggunakan media, sosial khususnya dengan cara yang arif dan cerdas.
Sementara Kabid Dokkes Polda Kalimantan Kalbar, dr Sucipto mengatakan, kabar yang tersebar di media sosial tidak semuanya benar. Di antaranya soal organ intim korban yang rusak, ternyata berbeda dari hasil pemeriksaan dokter.
"Dari hasil pemeriksaan dokter, tidak ada 'kerobekan' pada area sensitif korban. Masih utuh," kata Sucipto di Mapolda Kalbar, Kota Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Hal ini senada yang disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Muhamad Anwar Nasir. Menurut dia, korban memang mengalami depresi pascatrauma akibat perlakuan para siswi SMA yang diduga menganiayanya.
"Hasil pemeriksaan visum yang dikeluarkan RS Promedika per hari ini, kondisi kepala tidak ada bengkak atau benjolan. Mata tidak ada memar dan penglihatan normal. THT tidak ditemukan darah, jantung dan paru dalam kondisi normal, perut tampak datar dan normal. Untuk alat kelamin, selaput dara tidak robek atau memar, termasuk kulit juga tidak ada memar dan lebam," ujar dia.
Meski begitu, polisi tetap akan memproses dugaan kasus penganiayaan ini. Polisi juga telah menetapkan tiga tersangka dugaan kasus penganiayaan terhadap pelajar SMP, Audrey (14). Mereka masing-masing berinisial FZ, TP dan NN.
Hasil visum ini, menurut Kapolresta menjawab isu alat kelamin korban ditusuk-tusuk oleh pelaku. "Tidak ada perlakuan alat kelaminya ditusuk seperti itu," tegasnya.
Kapolresta menegaskan, korban tidak pernah menyampaikan adanya tindak kekerasan di bagian kelamin. Menurut Kapolres Kombes M Anwar Nasir, fakta yang terjadi dan diakui pelaku adalah penganiayaan.
Dari tiga orang yang sudah ditetapkan tersangka, satu di antaranya ada yang menjambak rambut, ada juga yang mendorong sampai terjatuh. Ada pula tersangka satu sempat memiting, dan memukul sambil melempar sendal. "Itu ada dilakukan tapi hasil visumnya seperti yang tadi, sehingga kasus ini diproses sesuai dengan fakta yang ada," kata Kapolres.
Anwar menegaskan pihaknya sudah melakukan olah TKP di lokasi kejadian. "Sudah ada olah TKP. Sesuai dengan arahan Ditreskrimum Polda Kalbar kita mungkin akan melakukan rekonstruksi agar ada persesuaian," paparnya.
Sempat dikabarkan masalah asmara menjadi pemicu utama terjadinya kasus ini. Kapolres pun menjelaskan, motif penganiayaan dipicu rasa dendam dan kesal tersangka terhadap korban."Pengakuan tersangka, korban suka nyindir-nyindir," kata Anwar Nasir.
Selain itu, tidak benar jika korban dianiaya 12 orang. "Isu yang menyebar bahwa anak ini satu orang dianiaya 12 orang, dan alat kelaminya ditusuk-tusuk seperti itu. Fakta yang ada tidak ada 12 orang, yang ada hanya tiga," katanya.
Pihaknya saat ini juga sudah menetapkan tiga tersangka, yang semuanya merupakan siswi SMA di Pontianak, F (17), T (17) dan C (17). Dasar penetapan tersangka adalah hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan hasil rekam medis Rumah Sakit ProMEDIKA Pontianak. "Dalam pemeriksaan pelaku, mereka mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Anwar.
Kapolresta menjelaskan, penganiayaan yang dilakukan tersangka dilakukan bergiliran satu per satu di dua tempat. Menurutnya, tersangka dikenakan Pasal 80 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.
"Sesuai dengan sistem peradilan anak, ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana."Sesuai dengan sistem peradilan anak, ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya.
(poe,whb)