Alat Deteksi Gempa Bikinan Tukang Service Audio Diminati BNPB
A
A
A
PADALARANG - Alat deteksi gempa buatan seorang pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang service audio mobil yang diberi nama 'Lini Bell' mencuri perhatian pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Si penemu Lini Bell, Agus Ali alias Obrex (44) warga Kampung Hegarmanah RT 02/01, Desa Nyenang, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB), bangga sekaligus bingung. Dia bangga karena ketika diujicobakan bersama alat deteksi gempa buatan China, peralatan yang dibuatnya jauh lebih unggul.
Padahal alat pendeteksi gempa miliknya dibuat secara sederhana dan dilakukan secara manual. Sedangkan yang membuatnya bingung adalah BNPB siap memesan 10.000 unit alat buatannya jika harga yang ditawarkan mereka diterima dirinya.
"Bangganya saya karena alat ini saat diuji dengan alat sejenis buatan China ternyata lebih sensitif. Alatnya langsung bunyi pada saat ada getaran 1,7 skala richter, sedangkan produk China baru mengeluarkan bunyi peringatan saat terjadi getaran dengan kekuatan 4-5 skala richter," sebutnya, kepada SINDOnews, Rabu (27/3/2019).
Dia menyebutkan, alatnya itu berbentuk kotak dengan lebar 10 cm dan panjang 15 cm. Spesifikasinya hanya terdiri dari power out suara yang memiliki daya 5 watt serta baterai 9 volt. Cara kerjanya, alat itu tinggal ditempel di dinding lalu ketika gempa mengguncang atau ada getaran, maka akan mengeluarkan suara peringatan yang cukup keras.
Awalnya Agus membuat casing dari kayu, kemudian disempurnakan pada tahun 2012 dengan menggunakan casing plastik. Menurut dia, pihak BNPB mengajukan penawaran harga per unit alatnya senilai Rp100.000. Tapi dirinya belum mau menerima pengajuan harga itu mengingat untuk satu alat ciptaannya menghabiskan biaya Rp175.000/unit.
Selain itu kapasitas produksinya dengan hanya memiliki empat rekan kerja hanya mampu memproduksi 2 unit/hari/orang. Sehingga untuk memenuhi permintaan 10.000 unit maka membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya.
Sementara itu Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna melalui Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) KBB, Wandiana mengatakan, Pemkab Bandung Barat sedang membantu pengurusan hak cipta dan hak kekayaan intelektual untuk produk Lini Bell.
Ini dilakukan agar teknologi yang dibuat secara sederhana tersebut tidak dijiplak oleh orang lain. Lini Bell ini juga sudah dipesan DPMD dan akan dipasangkan di desa-desa yang berada di jalur Patahan/Sesar Lembang.
"Kami sedang upayakan produk ini memiliki hak cipta untuk melindungi adanya penjiplak oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan. Ke depan kami sedang pikirkan bagaimana memenuhi pesanan BNPB jika alat ini benar-benar dipesan mereka nantinya," tuturnya.
Si penemu Lini Bell, Agus Ali alias Obrex (44) warga Kampung Hegarmanah RT 02/01, Desa Nyenang, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB), bangga sekaligus bingung. Dia bangga karena ketika diujicobakan bersama alat deteksi gempa buatan China, peralatan yang dibuatnya jauh lebih unggul.
Padahal alat pendeteksi gempa miliknya dibuat secara sederhana dan dilakukan secara manual. Sedangkan yang membuatnya bingung adalah BNPB siap memesan 10.000 unit alat buatannya jika harga yang ditawarkan mereka diterima dirinya.
"Bangganya saya karena alat ini saat diuji dengan alat sejenis buatan China ternyata lebih sensitif. Alatnya langsung bunyi pada saat ada getaran 1,7 skala richter, sedangkan produk China baru mengeluarkan bunyi peringatan saat terjadi getaran dengan kekuatan 4-5 skala richter," sebutnya, kepada SINDOnews, Rabu (27/3/2019).
Dia menyebutkan, alatnya itu berbentuk kotak dengan lebar 10 cm dan panjang 15 cm. Spesifikasinya hanya terdiri dari power out suara yang memiliki daya 5 watt serta baterai 9 volt. Cara kerjanya, alat itu tinggal ditempel di dinding lalu ketika gempa mengguncang atau ada getaran, maka akan mengeluarkan suara peringatan yang cukup keras.
Awalnya Agus membuat casing dari kayu, kemudian disempurnakan pada tahun 2012 dengan menggunakan casing plastik. Menurut dia, pihak BNPB mengajukan penawaran harga per unit alatnya senilai Rp100.000. Tapi dirinya belum mau menerima pengajuan harga itu mengingat untuk satu alat ciptaannya menghabiskan biaya Rp175.000/unit.
Selain itu kapasitas produksinya dengan hanya memiliki empat rekan kerja hanya mampu memproduksi 2 unit/hari/orang. Sehingga untuk memenuhi permintaan 10.000 unit maka membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya.
Sementara itu Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna melalui Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) KBB, Wandiana mengatakan, Pemkab Bandung Barat sedang membantu pengurusan hak cipta dan hak kekayaan intelektual untuk produk Lini Bell.
Ini dilakukan agar teknologi yang dibuat secara sederhana tersebut tidak dijiplak oleh orang lain. Lini Bell ini juga sudah dipesan DPMD dan akan dipasangkan di desa-desa yang berada di jalur Patahan/Sesar Lembang.
"Kami sedang upayakan produk ini memiliki hak cipta untuk melindungi adanya penjiplak oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan. Ke depan kami sedang pikirkan bagaimana memenuhi pesanan BNPB jika alat ini benar-benar dipesan mereka nantinya," tuturnya.
(wib)