Korban Tewas Akibat Longsor Tambang Emas jadi 8 Orang
A
A
A
BOLAANG MONGONDOW - Kerja keras tim penyelamat kembali membuahkan hasil dengan mengevakuasi dua korban tewas akibat tambang emas yang runtuh di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut), tiga hari lalu.
Pencarian yang sudah dilakukan tim SAR Gabungan selama ini telah mengevakuasi 27 orang dengan rincian 8 meninggal dan 19 orang yang selamat. "Korban terakhir di evakuasi jam 14.30 Wita dalam keadaan meninggal dunia," terang Humas SAR Manado, Fery Ari Yanto, Kamis (28/2/2019).
Dikatakan, korban terakhir atas nama Tedi Mokodompit (38) sedang korban yang kedua yang meninggal dunia sudah dibawa pulang tanpa sepengetahuan petugas.
Sementara itu, manajemen dan segenap karyawan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) juga menyampaikan turut berduka cita atas korban longsor tersebut.
"Kami pun berharap agar proses evakuasi berjalan lancar dan semua korban berhasil diselamatkan. Tim Rescue dari PT J Resources Bolaang Mongondow, anak usaha dari PSAB, juga turut terlibat dalam upaya evakuasi," kata Direktur PSAB Edi Permadi dalam rilisnya yang diterima SINDOnews.
Edi juga menyampaikan wilayah yang selama ini dijadikan sebagai lokasi penambangan tanpa izin tersebut merupakan lokasi Areal Penggunaan Lahan (APL) yang berada di wilayah konsesi PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM), namun wilayah tersebut berada di luar di site operasi JRBM dan tanahnya masih milik perorangan.
Kejadian seperti ini bukan yang pertama kali, pada tanggal 4 Juni 2018 juga terjadi longsor dan 5 orang penambang tanpa izin meninggal dunia.
Dijelaskan, pada Agustus 2018 silam, Polisi telah secara resmi menyatakan bahwa kawasan penambangan tanpa izin (illegal) di Bakan telah ditutup, tetapi ternyata masih ada aktivitas penambangan bahkan dalam jumlah besar. "Pemerintah harus tegas untuk menertiban penambangan tanpa izin karena dampak terhadap keselamatan dan lingkungan sangat besar," desak Edi.
Adanya aktivitas penambangan tanpa izin tersebut, JRBM telah melaporkan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum sejak tahun 2016 sampai dengan awal tahun 2019.
Selama ini pun sudah ada beberapa kali kegiatan penertiban terhadap penambangan tanpa izin, namun penambang tanpa izin kembali melakukan aktivitas penambangan pasca operasi penertiban tersebut.
Kemudian kata dia, pada umumnya, dalam mengolah emas, para penambang tanpa izin menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri, dimana limbah hasil penggunaan bahan kimia berbahaya tersebut tidak dikelola dengan baik, yang secara akumulasi akan berdampak terhadap pencemaran lingkungan.
Pun dengan aktivitas penambangan tanpa izin ini juga telah mengakibatkan korban jiwa karena mengabaikan aspek keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja.
"Karena itu, agar dampak-dampak negatif ini tidak terulang kembali, maka kami mendorong Pemerintah untuk dapat mengambil sikap tegas untuk menertibkan penambang tanpa izin tersebut," pintanya.
Pencarian yang sudah dilakukan tim SAR Gabungan selama ini telah mengevakuasi 27 orang dengan rincian 8 meninggal dan 19 orang yang selamat. "Korban terakhir di evakuasi jam 14.30 Wita dalam keadaan meninggal dunia," terang Humas SAR Manado, Fery Ari Yanto, Kamis (28/2/2019).
Dikatakan, korban terakhir atas nama Tedi Mokodompit (38) sedang korban yang kedua yang meninggal dunia sudah dibawa pulang tanpa sepengetahuan petugas.
Sementara itu, manajemen dan segenap karyawan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) juga menyampaikan turut berduka cita atas korban longsor tersebut.
"Kami pun berharap agar proses evakuasi berjalan lancar dan semua korban berhasil diselamatkan. Tim Rescue dari PT J Resources Bolaang Mongondow, anak usaha dari PSAB, juga turut terlibat dalam upaya evakuasi," kata Direktur PSAB Edi Permadi dalam rilisnya yang diterima SINDOnews.
Edi juga menyampaikan wilayah yang selama ini dijadikan sebagai lokasi penambangan tanpa izin tersebut merupakan lokasi Areal Penggunaan Lahan (APL) yang berada di wilayah konsesi PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM), namun wilayah tersebut berada di luar di site operasi JRBM dan tanahnya masih milik perorangan.
Kejadian seperti ini bukan yang pertama kali, pada tanggal 4 Juni 2018 juga terjadi longsor dan 5 orang penambang tanpa izin meninggal dunia.
Dijelaskan, pada Agustus 2018 silam, Polisi telah secara resmi menyatakan bahwa kawasan penambangan tanpa izin (illegal) di Bakan telah ditutup, tetapi ternyata masih ada aktivitas penambangan bahkan dalam jumlah besar. "Pemerintah harus tegas untuk menertiban penambangan tanpa izin karena dampak terhadap keselamatan dan lingkungan sangat besar," desak Edi.
Adanya aktivitas penambangan tanpa izin tersebut, JRBM telah melaporkan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum sejak tahun 2016 sampai dengan awal tahun 2019.
Selama ini pun sudah ada beberapa kali kegiatan penertiban terhadap penambangan tanpa izin, namun penambang tanpa izin kembali melakukan aktivitas penambangan pasca operasi penertiban tersebut.
Kemudian kata dia, pada umumnya, dalam mengolah emas, para penambang tanpa izin menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri, dimana limbah hasil penggunaan bahan kimia berbahaya tersebut tidak dikelola dengan baik, yang secara akumulasi akan berdampak terhadap pencemaran lingkungan.
Pun dengan aktivitas penambangan tanpa izin ini juga telah mengakibatkan korban jiwa karena mengabaikan aspek keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja.
"Karena itu, agar dampak-dampak negatif ini tidak terulang kembali, maka kami mendorong Pemerintah untuk dapat mengambil sikap tegas untuk menertibkan penambang tanpa izin tersebut," pintanya.
(nag)