Monumen Cepet, Saksi Keberanian Warga Sleman Bertempur Melawan Belanda
A
A
A
PASKA kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, Belanda kembali datang ke Indonesia untuk menguasai lagi Indonesia. Hal ini memicu perlawanan di berbagai daerah selama periode 1945-1949 untuk mempertahankan kemerdekaan.
Bukan itu, saja karena situasi dianggap genting, pemerintah Indonesia memutuskan pemindahan Ibu Kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta. Puncaknya pada rentang 1948-1949 terjadi Agresi Militer II di Yogyakarta yang membuat tentara, polisi bersama rakyat bersatu padu berjuang melawan Belanda. Pertempuan di antaranya terjadi di daerah Cepet, Purwobinangun, Pakem, Sleman. Di tempat ini tercatat tiga kali terjadi pertempuran melawan Belanda, yaitu pada 2 Januari 1949, 5 Januari 1949, dan puncaknya 11 Januari 1949.
Pertempuran 2 Januari 1949 berawal saat pasukan KODM Pakem pimpinan Letda Asropah dan pasukan Tentara Pelajar pimpinan Martono sekitar pukul 06.00 WIB menyerang markas Belanda di Watuadeg, Purwobinangun, Pakem yang terletak di seleah utara Cepet. Atas serangan ini, pasukan Belanda lari ke selatan sampai di Cepet. Namun sekitar pukul 06.30 WIB mereka dihadang pasukan dari Gatep yang dipimpin Subadri. Pertempuran pun tidak bisa dihindarkan dan berlangsung hingga pukul 10.00 WIB. Dalam pertempuran itu, 4 orang Belanda tewas.
Pertempuran juga terjadi di tempat yang sama pada 5 Januari 1949. Tercatat 3 orang Belanda tewas dan dimakamkan di dusun tersebut.
Selang sepekan, yaitu 11 Januari 1949, di Cepet kembali terjadi pertempuran. Kali ini antara tentara Indonesia dengan Belanda. Pertempuran tersebut mengakibatkan gugurnya dua tentara Indonesia, yaitu Letda Kasijam dan Agen Polisi Soekardjo.
Untuk mengenang pertempuran tersebut, Pemkab Sleman membangun Monumen Palagan Cepet, Purwobinangun, Pakem. Tepatnnya di tepi Jalan Pakem-Turi sebelah timur MTs Pakem.
"Katanya dulu di sini ada pertempuran antara Indonesia dengan Belanda dan monumen ini sebagai simbol perjuangan pejuang yang membela Tanah Air," kata warga setempat, Mardiyono (52).
Bentuk bangunan hampir sama dengan monumen yang ada di Yogyakarta. Bentuk tugu segi empat yang di beberapa temboknya terdapat relief perjuangan. Di bagian badan monumen ini tertulis "Palagan Cepet Purwobinangun Jumat Kliwon 11-1-1949 pejuang yang gugur Letda Kasijam dan Agen Polisi Soekardjo.
Di bagian kiri badan monumen terdapat lambang Sleman yang tergambar beberapa simbol yaitu antara bendera Merah Putih, bintang, padi, Gunung Merapi, candi dan juga tulisan Sleman.
Di bagian tengah juga terdapat lambang perjuangan bangsa Indonesia yaitu senapan, bambu runcing dan juga topi tentara. "Kemungkinan monumen ini sebagai perlambangan pahlawan yang gugur pada tanggal 11 Januari 1949. Inilah hasil apresiasi atas perjuangan mereka yang gugur yang tak bisa dibalas dengan apapun," ungkap Mardiyono.
Bukan itu, saja karena situasi dianggap genting, pemerintah Indonesia memutuskan pemindahan Ibu Kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta. Puncaknya pada rentang 1948-1949 terjadi Agresi Militer II di Yogyakarta yang membuat tentara, polisi bersama rakyat bersatu padu berjuang melawan Belanda. Pertempuan di antaranya terjadi di daerah Cepet, Purwobinangun, Pakem, Sleman. Di tempat ini tercatat tiga kali terjadi pertempuran melawan Belanda, yaitu pada 2 Januari 1949, 5 Januari 1949, dan puncaknya 11 Januari 1949.
Pertempuran 2 Januari 1949 berawal saat pasukan KODM Pakem pimpinan Letda Asropah dan pasukan Tentara Pelajar pimpinan Martono sekitar pukul 06.00 WIB menyerang markas Belanda di Watuadeg, Purwobinangun, Pakem yang terletak di seleah utara Cepet. Atas serangan ini, pasukan Belanda lari ke selatan sampai di Cepet. Namun sekitar pukul 06.30 WIB mereka dihadang pasukan dari Gatep yang dipimpin Subadri. Pertempuran pun tidak bisa dihindarkan dan berlangsung hingga pukul 10.00 WIB. Dalam pertempuran itu, 4 orang Belanda tewas.
Pertempuran juga terjadi di tempat yang sama pada 5 Januari 1949. Tercatat 3 orang Belanda tewas dan dimakamkan di dusun tersebut.
Selang sepekan, yaitu 11 Januari 1949, di Cepet kembali terjadi pertempuran. Kali ini antara tentara Indonesia dengan Belanda. Pertempuran tersebut mengakibatkan gugurnya dua tentara Indonesia, yaitu Letda Kasijam dan Agen Polisi Soekardjo.
Untuk mengenang pertempuran tersebut, Pemkab Sleman membangun Monumen Palagan Cepet, Purwobinangun, Pakem. Tepatnnya di tepi Jalan Pakem-Turi sebelah timur MTs Pakem.
"Katanya dulu di sini ada pertempuran antara Indonesia dengan Belanda dan monumen ini sebagai simbol perjuangan pejuang yang membela Tanah Air," kata warga setempat, Mardiyono (52).
Bentuk bangunan hampir sama dengan monumen yang ada di Yogyakarta. Bentuk tugu segi empat yang di beberapa temboknya terdapat relief perjuangan. Di bagian badan monumen ini tertulis "Palagan Cepet Purwobinangun Jumat Kliwon 11-1-1949 pejuang yang gugur Letda Kasijam dan Agen Polisi Soekardjo.
Di bagian kiri badan monumen terdapat lambang Sleman yang tergambar beberapa simbol yaitu antara bendera Merah Putih, bintang, padi, Gunung Merapi, candi dan juga tulisan Sleman.
Di bagian tengah juga terdapat lambang perjuangan bangsa Indonesia yaitu senapan, bambu runcing dan juga topi tentara. "Kemungkinan monumen ini sebagai perlambangan pahlawan yang gugur pada tanggal 11 Januari 1949. Inilah hasil apresiasi atas perjuangan mereka yang gugur yang tak bisa dibalas dengan apapun," ungkap Mardiyono.
(amm)