Jalur Maumere-Ende Tertutup Longsor, Antrean Kendaraan Capai 2 Km
A
A
A
SIKKA - Jalan Trans Flores yang menghubungkan Maumere di Kabupaten Sikka dan Ende putus total akibat tertutup longsor, Rabu (30/1/2019). Longsor yang terjadi di Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, mengakibatkan arus lalu lintas terhambat dan antrean kendaraan mencapai 2 kilometer (Km).
Theo Alen, warga Maumere yang melintasi jalan tersebut menuturkan, longsor terjadi bersamaan dengan tumbangnya pohon besar sehingga menutupi seluruh badan jalan. Akibatnya, tidak ada satupun kendaraan yang bisa melintas.
“Akibatnya semua kendaraan terutama, kendaraan roda empat dari dua arah tak bisa melintas dan antrean kendaraan mencapai dua kilometer,” katanya.
Menurut Theo Alen, warga yang datang untuk membersihkan longsoran dan pohon itu menggunakan kesempatan untuk menarik retribusi lewat. Setiap motor yang hendak lewat dikenakan biaya Rp5.000.
“Motor saja yang bisa lewat, itu pun harus dipandu masyarakat setempat. Masyarakat yang bersih-bersih di sana terkesan memperlambat kerja sehingga antrean kendaraan makin panjang, padahal ada dua buah unit alat berat yang dipakai,” ujarnya.
Theo mengungkapkan, kurang lebih satu jam menunggu antrean, satu unit kendaraan berat datang untuk membersihkan area tersebut. Namun, masih terhambat karena masyarakat setempat bersikeras untuk membersihkannya. Mereka harus melakukan negosiasi agar kendaraan berat tersebut mengambil alih.
“Tadi ada satu buah kendaraan berat, tapi masyarakat bilang, biar mereka yang bersihkan. Mungkin maksud mereka supaya mereka bisa dapat uang,” imbuh Theo.
Theo berharap, pemerintah bisa segera turun ke lokasi sehingga bisa mengatasi masalah tersebut. Antrean pun terus terjadi di lokasi dan kendaraan yang melintas harus membayar uang pada warga yang berada di sekitar lokasi longsor tersebut.
Theo Alen, warga Maumere yang melintasi jalan tersebut menuturkan, longsor terjadi bersamaan dengan tumbangnya pohon besar sehingga menutupi seluruh badan jalan. Akibatnya, tidak ada satupun kendaraan yang bisa melintas.
“Akibatnya semua kendaraan terutama, kendaraan roda empat dari dua arah tak bisa melintas dan antrean kendaraan mencapai dua kilometer,” katanya.
Menurut Theo Alen, warga yang datang untuk membersihkan longsoran dan pohon itu menggunakan kesempatan untuk menarik retribusi lewat. Setiap motor yang hendak lewat dikenakan biaya Rp5.000.
“Motor saja yang bisa lewat, itu pun harus dipandu masyarakat setempat. Masyarakat yang bersih-bersih di sana terkesan memperlambat kerja sehingga antrean kendaraan makin panjang, padahal ada dua buah unit alat berat yang dipakai,” ujarnya.
Theo mengungkapkan, kurang lebih satu jam menunggu antrean, satu unit kendaraan berat datang untuk membersihkan area tersebut. Namun, masih terhambat karena masyarakat setempat bersikeras untuk membersihkannya. Mereka harus melakukan negosiasi agar kendaraan berat tersebut mengambil alih.
“Tadi ada satu buah kendaraan berat, tapi masyarakat bilang, biar mereka yang bersihkan. Mungkin maksud mereka supaya mereka bisa dapat uang,” imbuh Theo.
Theo berharap, pemerintah bisa segera turun ke lokasi sehingga bisa mengatasi masalah tersebut. Antrean pun terus terjadi di lokasi dan kendaraan yang melintas harus membayar uang pada warga yang berada di sekitar lokasi longsor tersebut.
(wib)