Indonesia Belum Punya Alat Deteksi Tsunami Akibat Longsoran Bawah Laut
A
A
A
YOGYAKARTA - Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut, Indonesia belum memilik alat deteksi tsunami yang diakibatkan oleh longsoran bawah laut dan aktivitas vulkanik gunung berapi. Alat deteksi tsunami yang dimiliki BMKG saat ini adalah alat deteksi tsunami yang diakibatkan gempa bumi.
“Memang alat peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran dan erupsi gunung belum ada,” terang Sutopo Purwo Nugroho saat menggelar jumpa pers di kantor BPBD DIY Jalan Kenari Kenari 14 A Semaki, Yogyakarta, Minggu (23/12/2018) siang.
Sutopo menjelaskan, untuk tsunami yang disebabkan oleh gempa, BMKG dengan cepat di bawah lima menit bisa langsung mengeluarkan peringatan dini. BMKG sudah memiliki alat untuk mendeteksi tsunami yang diakibatkan gempa.
“Ini seperti yang terjadi kemarin (tsunami selat Sunda). Kejadiannya tiba-tiba tanpa ada peringatan dini dan tanda-tanda. Memang sistem peringatan dini yang diakibatkan longsoran bawah laut belum ada,” tegas Sutopo.
Sutopo menyebut belum semua daerah yang rawan bencana ada sensornya. Sutopo memperkirakan saat ini baru ada sekitar 300-400 alat sensor perngiatan dini bencana dari ratusan ribu sensor yang dibutuhkan,. “Dari ratusan ribu yang dibutuhkan baru ada sekitar 300-400. Termasuk deteksi banjir. Belum semua sungi memiliki alat deteksi dini banjir,” terang Sutopo.
Sutopo menyebut dalam peristiwa bencana yang menimpa Kabupaten Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan ini gelombang tsunami datang secara tiba-tiba dengan ketinggian antara 2 meter hingga 3 meter. Awalnya BMKG awalnya menyampaikan peristiwa yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) pukul 21.27 itu adalah akibat gelombang pasang karena bersama dengan bulan purnama.
“Hasil sementara gelombang sunami ini dipicu oleh adanya longsoran bawah laut akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau yang bersamaan dengan gelombang pasang. Ada dua kombinasi faktor alam,” tegasnya.
Dua kombinasi faktor alam inilah yang diduga sebagai pemicu tsunami. Aktivitas Gunung Anak Krakatau selama ini juga stabil dan tidak membahayakan asal di luar zona 2 kilometer yang ditetapkan. “Setiap tahun Gunung Anak Krakatau ini juga mengalami penambahan tinggi antara 4-6 meter. Ini aman asal di luar jarak 2 Km,” terangnya.
“Memang alat peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran dan erupsi gunung belum ada,” terang Sutopo Purwo Nugroho saat menggelar jumpa pers di kantor BPBD DIY Jalan Kenari Kenari 14 A Semaki, Yogyakarta, Minggu (23/12/2018) siang.
Sutopo menjelaskan, untuk tsunami yang disebabkan oleh gempa, BMKG dengan cepat di bawah lima menit bisa langsung mengeluarkan peringatan dini. BMKG sudah memiliki alat untuk mendeteksi tsunami yang diakibatkan gempa.
“Ini seperti yang terjadi kemarin (tsunami selat Sunda). Kejadiannya tiba-tiba tanpa ada peringatan dini dan tanda-tanda. Memang sistem peringatan dini yang diakibatkan longsoran bawah laut belum ada,” tegas Sutopo.
Sutopo menyebut belum semua daerah yang rawan bencana ada sensornya. Sutopo memperkirakan saat ini baru ada sekitar 300-400 alat sensor perngiatan dini bencana dari ratusan ribu sensor yang dibutuhkan,. “Dari ratusan ribu yang dibutuhkan baru ada sekitar 300-400. Termasuk deteksi banjir. Belum semua sungi memiliki alat deteksi dini banjir,” terang Sutopo.
Sutopo menyebut dalam peristiwa bencana yang menimpa Kabupaten Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan ini gelombang tsunami datang secara tiba-tiba dengan ketinggian antara 2 meter hingga 3 meter. Awalnya BMKG awalnya menyampaikan peristiwa yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) pukul 21.27 itu adalah akibat gelombang pasang karena bersama dengan bulan purnama.
“Hasil sementara gelombang sunami ini dipicu oleh adanya longsoran bawah laut akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau yang bersamaan dengan gelombang pasang. Ada dua kombinasi faktor alam,” tegasnya.
Dua kombinasi faktor alam inilah yang diduga sebagai pemicu tsunami. Aktivitas Gunung Anak Krakatau selama ini juga stabil dan tidak membahayakan asal di luar zona 2 kilometer yang ditetapkan. “Setiap tahun Gunung Anak Krakatau ini juga mengalami penambahan tinggi antara 4-6 meter. Ini aman asal di luar jarak 2 Km,” terangnya.
(wib)