Ratusan Warga Kairagi Dua Berharap Tanah Adat Mereka Kembali

Jum'at, 21 Desember 2018 - 21:54 WIB
Ratusan Warga Kairagi Dua Berharap Tanah Adat Mereka Kembali
Ratusan Warga Kairagi Dua Berharap Tanah Adat Mereka Kembali
A A A
JAKARTA - Ratusan ahli waris dari tanah pasini (adat) perkebunan Masawoukow Kayuwatu, Kairagi Dua, Manado, Sulawesi Utara terus berupaya mendapatkan kembali hak atas kepemilikan lahan yang diduga telah dirampas oleh penguasa dan pengusaha. Kepemilkan lahan warga yang diambil penguasa dan dialihkan ke pengusaha diduga adanya unsur tindak pidana korupsi.

Salah satu tokoh muda masyarakat adat Minahasa Sullawesi Utara (Sulut), Stephen Liow mengatakan, sekitar 200 Kepala Keluarga (KK) ahli waris dari tanah pasini perkebunan Masawoukow yang diduga lahannya dirampas penguasa dan dialihkan menjadi milik PT WPS, berencana untuk melaporkan pihak-pihak yang terlibat dalam proses terbitnya Sertifikat Hak Pakai No. 1 dan No.2.

“Kami menduga adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan penguasa dan pengusaha demi untuk kepentingan sendiri,” kata Stephen Liow Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/12/2018).

Stephen menjelaskan, pada awalnya kasus tersebut merupakan kasus perdata. Namun ketika pihaknya melakukan pendalaman dan berdasarkan data keterangan dan bukti yang dikumpulkan, diduga adanya tindak pidana korupsi dilakukan oleh penyelenggara negara (penguasa) yang melibatkan pengusaha dalam proses peralihan kepemilikan tanah pada lokasi tersebut.
Sejak awal sekitar 1960, lanjut Stephen, terjadi kesalahanpada lokasi tanah perkebunan tersebut yang pada 1980-an dan 1990-an diterbitkan sertifikat hak pakai No 1 dan 2 seluas kurang lebih 54 hektare atas nama Pemprov Sulawesi Utara dan Sertifikat Hak Guna Bangunan No.753 seluas 97 hektare atas nama PT WPS.
Padahal tanah perkebunan milik petani di Desa Kayuwatu saat itu hanya dipinjam pakai oleh penguasa dalam rangka perluasan perkebunan percontohan kelapa.

Anehnya lagi saat ini pada lokasi tanah tersebut berdiri bangunan megah sebagai Sekertariat Terumbu Karang International (Coral Triangle International) yang merupakan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dimana pada 2009 dikucurkan bantuan dana sejumlah Rp47 miliar untuk Pemerintah Sulawesi Utara dimana notabene tanahnya milik pengusaha swasta atas nama PT WPS.

“Jelas sekali adanya kong kali kong antara penguasa dan pengusaha. Adanya penyalahgunaan wewenang oleh penguasa sebagai penyelenggara negara saat itu sehingga PT WPS dengan leluasa memperluas usaha bisnisnya di atas lahan tanah milik aslinya adalah masyarakat miskin yang mayoritas hidupnya sebagai petani,” ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Ahli Waris Ruland Siwi menyatakan bahwa saat ini semua bukti dan keterangan dari saksi-saksi sudah siap dan hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melanjutkan perkara tindak pidana korupsi tersebut.
“Kami yakin mereka (penguasa dan pengusaha) akan bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang merka lakukan. Menyelasaikan hak ahli waris atas lahan perkebunan milik mereka dan memperbaiki semua administrasi sehingga tidak merugikan keuangan negara,” ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7665 seconds (0.1#10.140)