Mogok Kerja Sah, PT Freeport Dituntut Kembalikan Hak Karyawan

Selasa, 30 Oktober 2018 - 23:30 WIB
Mogok Kerja Sah, PT Freeport Dituntut Kembalikan Hak Karyawan
Mogok Kerja Sah, PT Freeport Dituntut Kembalikan Hak Karyawan
A A A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PT FI) dituntut mengembalikan hak-hak pekerjanya yang dirumahkan (furlough) dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat melakukan mogok kerja. Aksi mogok kerja yang dilakukan oleh ribuan karyawan PT FI dinyatakan sah dan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Kuasa hukum karyawan mogok kerja PT FI dari Kantor Hukum dan HAM, Lokataru, Nurkholis Hidayat mengatakan, ada perkembangan signifikan dalam kasus sengketa ketenagakerjaan antara PT FI dan para pekerjanya. Pada 12 September 2018, Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Papua dalam laporan penyelesaian kasus ini menyatakan bahwa aksi mogok kerja karyawan PT FI yang dilakukan sejak Mei 2017 adalah sah dan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Karena itu, PHK yang dilakukan PT FI terhadap karyawan mogok kerja tidak sah.

Selain itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Mimika, Papua pada 20 September 2018, juga mengeluarkan Anjuran Perselisihan PHK bagi 73 pekerja PT Freeport Indonesia yang dirumahkan dan di-PHK agar dipekerjakan kembali.

"Dengan adanya dua rekomendasi ini maka seluruh hak-hak pekerja yang tidak dibayarkan dan tertunda selama ini harus diberikan," kata Nurkholis saat konferensi pers di kantor Lokataru Foundation Jakarta, Selasa (30/10/2018). Ikut mendampingi Nurkholis, perwakilan dari Trade Union Right Center Andy Akbar, Pengurus Cabang SPSI Kabupaten Mimika Tripuspital, dan perwakilan dari Konfederasi Serikat Nasional Rizal Assalam.

Dua dokumen rekomendasi itu semakin menguatkan posisi karyawan mogok kerja PT Freeport Indonesia. Sebelumnya, mereka telah mengantongi dua rekomendasi dari Komnas HAM dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Pada 2017, Komnas HAM telah mengeluarkan merekomendasikan kepada PT Freeport untuk mempekerjakan kembali para pekerja yang dirumahkan dan di-PHK karena melakukan mogok kerja. Sementara DJSN pada 31 Agustus 2017 menyimpulkan belum ada PHK terhadap para pekerja PT FI. Dengan demikian, tindakan PT Freeport Indonesia menonaktifkan BPJS para pekerja adalah pelanggaran terhadap sejumlah ketentuan dalam UU Sistem Jaminan Nasional dan UU BPJS Kesehatan.

"PT Freeport wajib menghormati pemogokan tersebut karena hal itu diatur dalam Pasal 140 UU Ketenagakerjaan. Segala tindakan yang dilakukan manajemen PT Freeport Indonesia seperti skorsing, PHK, dan memaksa pekerja menerima uang kebijakan perusahaan harus dianggap melawan hukum," ujar Nurkholis.

Pengurus Cabang SPSI Kabupaten Mimika, Tripuspital mengungkapkan hingga saat ini aksi mogok kerja terus berlanjut. "Kami telah mengajukan surat pemberitahuan mogok kerja ke-19 ke Disnakertrans," katanya. Berdasarkan data Lokataru, saat sekitar 7.000an karyawan mogok kerja. Dari jumlah itu, 3.000 orang adalah karyawan PT FI dan sisanya adalah pekerja perusahaan kontraktor yang bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia.

Perwakilan dari Trade Union Right Center, Andy Akbar menambahkan, anjuran yang dikeluarkan oleh dua lembaga pemerintah di Papua harus dimaknai sebagai perintah kepada PT Freeport Indonesia. Karena itu, PT FI harus menindaklanjutinya dengan membatalkan keputusan PHK sepihak dan merumahkan karyawan mogok kerja. "Yang harus dipahami di sini adalah PT Freeport harus tunduk pada aturan hukum di Indonesia," katanya.

Nurkholis kembali menambahkan bahwa pihaknya sedang menunggu rekomendasi dari Komnas HAM yang menyatakan bahwa mogok kerja karyawan adalah tindakan sah. Jika PT Freeport Indonesia tidak menindaklanjuti keputusan dan anjuran Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Papua dan Disnakertrans Mimika, maka para pekerja Freeport Indonesia akan mendatangi Istana Negara untuk mendesak pemerintahan Jokowi segera menyelesaikan kasus ini.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4683 seconds (0.1#10.140)