Bupati KBB Sebut Tak Perlu Kompensasi dari KCIC
A
A
A
PADALARANG - Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna kembali menegaskan, jika proyek KA Cepat Jakarta-Bandung hingga kini belum memberikan dampak positif bagi Kabupaten Bandung Barat (KBB).
"Saya tegaskan KBB tidak perlu kereta cepat. Meskipun ini proyek strategis nasional tapi kalau nggak ada manfaat buat masyarakat saya untuk apa," tegasnya di Ngamprah, Rabu (24/10/2018).
Aa Umbara mengatakan dirinya bukan menolak proyek nasional ini, namun harus ada komunikasi yang jelas dari PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) kepada pemerintah daerah. Terlebih KBB menjadi salah satu wilayah yang dilalui trase KA cepat, bahkan groundbreaking proyek ini oleh Presiden Joko Widodo juga dilakukan di KBB.
Jadi dia menilai sangat tidak etis jika pemerintah daerah tidak diajak komunikasi dalam penataan kawasannya. Aa Umbara juga merasa tidak dihargai ketika beberapa waktu lalu datang ke pihaknya konsultan perwakilan PT KCIC.
Saat itu mereka menyampaikan akan membangun berbagai sarana dan prasarana di KBB, tapi ketika ditanyakan soal kebijakan tidak bisa memutuskan. Padahal dirinya ingin kepastian soal manfaat apa yang akan dirasakan warga KBB.
"Jangankan Rp16,5 miliar, kalau mau ngasih Rp50 miliar juga kami tolak. Yang kami inginkan adalah peningkatan infrastruktur jalan dari Cikalongwetan sampai Cisarua," tuturnya.
Menurut aa Umbara, KCIC juga sudah mengajukan Kawasan perkebunan Walini di Kecamatan Cikalongwetan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan meminta perluasan lahan dari asalnya 1.270 hektare menjadi 2.800 hektare. Perizinan untuk KEK itu ada di Pemkab Bandung Barat, tapi dengan ketidakjelasan kompensasi yang akan diberikan ke KBB, maka tidak akan dimasukkan dalam revisi RTRW.
"Perizinannya kan ada di kami (KEK), tapi tidak kami masukkan dalam revisi RTRW. Biarkan saja, wong sampe sekarang saya sudah jadi bupati atau saat menjabat Ketua DPRD KBB, belum pernah bertemu Direktur KCIC," pungkasnya.
"Saya tegaskan KBB tidak perlu kereta cepat. Meskipun ini proyek strategis nasional tapi kalau nggak ada manfaat buat masyarakat saya untuk apa," tegasnya di Ngamprah, Rabu (24/10/2018).
Aa Umbara mengatakan dirinya bukan menolak proyek nasional ini, namun harus ada komunikasi yang jelas dari PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) kepada pemerintah daerah. Terlebih KBB menjadi salah satu wilayah yang dilalui trase KA cepat, bahkan groundbreaking proyek ini oleh Presiden Joko Widodo juga dilakukan di KBB.
Jadi dia menilai sangat tidak etis jika pemerintah daerah tidak diajak komunikasi dalam penataan kawasannya. Aa Umbara juga merasa tidak dihargai ketika beberapa waktu lalu datang ke pihaknya konsultan perwakilan PT KCIC.
Saat itu mereka menyampaikan akan membangun berbagai sarana dan prasarana di KBB, tapi ketika ditanyakan soal kebijakan tidak bisa memutuskan. Padahal dirinya ingin kepastian soal manfaat apa yang akan dirasakan warga KBB.
"Jangankan Rp16,5 miliar, kalau mau ngasih Rp50 miliar juga kami tolak. Yang kami inginkan adalah peningkatan infrastruktur jalan dari Cikalongwetan sampai Cisarua," tuturnya.
Menurut aa Umbara, KCIC juga sudah mengajukan Kawasan perkebunan Walini di Kecamatan Cikalongwetan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan meminta perluasan lahan dari asalnya 1.270 hektare menjadi 2.800 hektare. Perizinan untuk KEK itu ada di Pemkab Bandung Barat, tapi dengan ketidakjelasan kompensasi yang akan diberikan ke KBB, maka tidak akan dimasukkan dalam revisi RTRW.
"Perizinannya kan ada di kami (KEK), tapi tidak kami masukkan dalam revisi RTRW. Biarkan saja, wong sampe sekarang saya sudah jadi bupati atau saat menjabat Ketua DPRD KBB, belum pernah bertemu Direktur KCIC," pungkasnya.
(wib)