Terkendala Angin, Api di Gunung Sumbing Masih Belum Padam
A
A
A
WONOSOBO - Amukan api di kawasan hutan Gunung Sumbing masih belum terkendali. Medan terjal menjadi hambatan petugas gabungan untuk menjinakkan api di darat, sementara helikopter yang akan melakukan water bombing dari udara harus berhadapan dengan angin kencang dan perubahan cuaca.
"Pemadaman secara manual terus kita lakukan, meski banyak pula kendalanya. Kita harus naik ke lokasi titik api, yang berada di ketinggian sekira 2.765 mdpl," ujar Kabag Ops Polres Wonosobo, Kompol Sutomo, Minggu (16/9/2018).
Dengan ketinggian tersebut, petugas yang tergabung dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan harus naik pada pagi hari dan kembali turun menjelang sore. Mereka berjalan kaki menembus medan terjal dan curam karena lokasinya tak bisa dijangkau dengan kendaraan.
"Gunung ini puncaknya 3.371 mdpl. Biasanya kita menempuh perjalanan 2 sampai 3 jam ke lokasi titik api, karena jalannya memutar, berkelok-kelok, banyak tebing dan jurang. Sehingga kita perlu ekstra hati-hati karena ada jurang yang kedalamannya mencapai 30 meter," bebernya.
Selain menaklukkan medan berat menuju lokasi titik api, para petugas masih harus berjibaku memadamkan api. Bukan perkara mudah, sebab proses pemadaman tak menggunakan air sebagaimana mobil pemadam kebakaran.
"Untuk memadamkan api kita hanya bisa gepyokan (memukul api dengan kayu dan dedaunan). Sumber api kita pukul-pukul sekaligus untuk penyekatan agar tak merambat ke semak atau tanaman lainnya. Kita juga harus berhati-hati agar tak terperosok ke jurang, banyak jurang yang dalam," terangnya.
Kendala lain yang dihadapi adalah tiupan angin kencang yang membuat api semakin berkobar meski telah berulang kali di-gepyok dengan dedaunan. Mereka pun harus berjuang menahan haus karena tak banyak persediaan air minum yang berada di kantong masing-masing.
"Memadamkan api dan medan seperti ini tentu yang tak bisa dihindarkan adalah haus. Padahal kita hanya bawa seperlunya air minum," tukas pria yang pernah menjabat sebagai Kasubag Humas Polres Demak itu.
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah, Sarwa Pramana, mengatakan, pemadaman dari udara juga terkendala pada beratnya medan. Sebelumnya helikopter milik BNPB yang diterjunkan harus kembali karena tidak berani terbang di atas 8.500 feet.
"Sangat berat, selain karena pengambilan air dan medan juga sangat berat, termasuk tingkat kemiringan. Sebelum survei kita minta rekomendasi dari Penerbad Semarang. Ternyata (helikopter) tidak bisa mencapai ketinggian lebih dari 8.500 feet," tukasnya.
"Pemadaman secara manual terus kita lakukan, meski banyak pula kendalanya. Kita harus naik ke lokasi titik api, yang berada di ketinggian sekira 2.765 mdpl," ujar Kabag Ops Polres Wonosobo, Kompol Sutomo, Minggu (16/9/2018).
Dengan ketinggian tersebut, petugas yang tergabung dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan harus naik pada pagi hari dan kembali turun menjelang sore. Mereka berjalan kaki menembus medan terjal dan curam karena lokasinya tak bisa dijangkau dengan kendaraan.
"Gunung ini puncaknya 3.371 mdpl. Biasanya kita menempuh perjalanan 2 sampai 3 jam ke lokasi titik api, karena jalannya memutar, berkelok-kelok, banyak tebing dan jurang. Sehingga kita perlu ekstra hati-hati karena ada jurang yang kedalamannya mencapai 30 meter," bebernya.
Selain menaklukkan medan berat menuju lokasi titik api, para petugas masih harus berjibaku memadamkan api. Bukan perkara mudah, sebab proses pemadaman tak menggunakan air sebagaimana mobil pemadam kebakaran.
"Untuk memadamkan api kita hanya bisa gepyokan (memukul api dengan kayu dan dedaunan). Sumber api kita pukul-pukul sekaligus untuk penyekatan agar tak merambat ke semak atau tanaman lainnya. Kita juga harus berhati-hati agar tak terperosok ke jurang, banyak jurang yang dalam," terangnya.
Kendala lain yang dihadapi adalah tiupan angin kencang yang membuat api semakin berkobar meski telah berulang kali di-gepyok dengan dedaunan. Mereka pun harus berjuang menahan haus karena tak banyak persediaan air minum yang berada di kantong masing-masing.
"Memadamkan api dan medan seperti ini tentu yang tak bisa dihindarkan adalah haus. Padahal kita hanya bawa seperlunya air minum," tukas pria yang pernah menjabat sebagai Kasubag Humas Polres Demak itu.
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah, Sarwa Pramana, mengatakan, pemadaman dari udara juga terkendala pada beratnya medan. Sebelumnya helikopter milik BNPB yang diterjunkan harus kembali karena tidak berani terbang di atas 8.500 feet.
"Sangat berat, selain karena pengambilan air dan medan juga sangat berat, termasuk tingkat kemiringan. Sebelum survei kita minta rekomendasi dari Penerbad Semarang. Ternyata (helikopter) tidak bisa mencapai ketinggian lebih dari 8.500 feet," tukasnya.
(mhd)