Rektor USU Sayangkan Kritikan Terhadap PLTA Batangtoru
A
A
A
MEDAN - Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Runtung, menyayangkan adanya kritikan terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara.
“Ada perubahan makna hutan setelah Undang-Undang 41 Tahun 1999 tidak utuh lagi setelah ada putusan perubahan MA. Jadi jangan mau kita diperalat untuk mengganggu kepentingan daerah sendiri,” ujar Runtung saat acara penandatangan MoU antara USU, PT NSHE dan Pemkab Tapsel di Medan, Senin (10/9/2018).
Pernyataan Runtung ini sebagai respons atas kritikan sejumlah pihak yang menyebut PLTA Batangtoru tidak ramah lingkungan. Proyek PLTA tersebut juga dituding merusak kelangsungan hidup orangutan.
Runtung menegaskan, pihaknya akan berkolaborasi dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memelihara kelestarian kawasan Batangtoru. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memelihara kelestarian keanekaragaman hayati di sekitar PLTA Batangtoru.
“Kita optimistis kolaborasi ini semakin memperkuat upaya bersama meningkatkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam di kawasan Batangtoru. Kita juga mendukung upaya peningkatan perekonomian daerah khususnya Kabupaten Tapanuli Selatan,” jelasnya.
Untuk diketahui, PLTA Batangtoru diperkirakan akan selesai pada tahun 2022. Proyek pembangkit listrik ini akan menghasilkan tenaga listrik sebesar 510 MW. PLTA ini telah memenuhi sejumlah persyaratan seperti perizinan terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), analisa risiko lingkungan, aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup serta perizinan lain terkait lingkungan dan pembangunan.
“Ada perubahan makna hutan setelah Undang-Undang 41 Tahun 1999 tidak utuh lagi setelah ada putusan perubahan MA. Jadi jangan mau kita diperalat untuk mengganggu kepentingan daerah sendiri,” ujar Runtung saat acara penandatangan MoU antara USU, PT NSHE dan Pemkab Tapsel di Medan, Senin (10/9/2018).
Pernyataan Runtung ini sebagai respons atas kritikan sejumlah pihak yang menyebut PLTA Batangtoru tidak ramah lingkungan. Proyek PLTA tersebut juga dituding merusak kelangsungan hidup orangutan.
Runtung menegaskan, pihaknya akan berkolaborasi dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memelihara kelestarian kawasan Batangtoru. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memelihara kelestarian keanekaragaman hayati di sekitar PLTA Batangtoru.
“Kita optimistis kolaborasi ini semakin memperkuat upaya bersama meningkatkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam di kawasan Batangtoru. Kita juga mendukung upaya peningkatan perekonomian daerah khususnya Kabupaten Tapanuli Selatan,” jelasnya.
Untuk diketahui, PLTA Batangtoru diperkirakan akan selesai pada tahun 2022. Proyek pembangkit listrik ini akan menghasilkan tenaga listrik sebesar 510 MW. PLTA ini telah memenuhi sejumlah persyaratan seperti perizinan terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), analisa risiko lingkungan, aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup serta perizinan lain terkait lingkungan dan pembangunan.
(rhs)