Kisah Rahmat Saji, Hidup dengan Stroke dan Keluarga Sakit Jiwa

Rabu, 29 Agustus 2018 - 14:01 WIB
Kisah Rahmat Saji, Hidup...
Kisah Rahmat Saji, Hidup dengan Stroke dan Keluarga Sakit Jiwa
A A A
BLITAR - Tidak hanya melarat. Rahmat Saji (57) juga sakit. Untuk sekedar menggerakkan anggota badan, warga Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur seperti hendak mengangkat berkuintal-kuintal beban. Dia harus lebih dulu berusaha keras tertatih-tatih. Serangan stroke membuat sebagian raganya hilang fungsi. "Sudah empat tahun sakit stroke," kata Saji kepada wartawan, Rabu (29/8/2018).

Penderitaan Saji tidak berhenti di situ. Sri Utami, istrinya juga mengalami guncangan jiwa. Sejak dirinya stroke istri yang memberinya dua buah hati itu kehilangan akal sehatnya. "Tidak lama kemudian istri saya juga sakit (jiwa)," katanya.

Kabarnya, sakit Utami akibat belum bisa menerima kenyataan penyakit suaminya. Pikirannya terus dihantui pertanyaan kecemasan. Siapa yang akan bekerja. Siapa yang akan menyambung hidup dan membesarkan anak anak. Itu yang membuat Utami menjadi pemurung dan penyendiri. Kemudian mendadak menangis dan tertawa sendiri. "Kenyataanya untuk hidup kami bergantung dari kebaikan tetangga sekitar," kata Saji.

Melihat ibunya sakit, Joko, anak bungsu Saji memutuskan berhenti sekolah. Kabarnya bocah yang harusnya duduk di bangku kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD) itu malu. Namun Siti Nur Inayah, kakaknya tetap bersekolah di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP). Inayah duduk dibangku kelas XI dengan seluruh biaya pendidikan ditanggung program keluarga harapan (PKH) pemerintah.

Dalam keluarga kecil itu masih ada kakak perempuan Saji. Saudara kandung Saji itu mengalami keterbelakangan mental sejak lahir. "Begitulah adanya yang terjadi," kata Saji pasrah.

Keluarga miskin ini bertempat tinggal di rumah tidak layak huni. Tua, reyot dan sekaligus lebih pantas disebut gubuk. Lantai rumah hanya berupa tanah basah dengan dinding gedek (anyaman bambu) yang sudah bolong di sana sini. Saking sempitnya ruang tamu sekaligus menjadi kamar tidur.

Sudah berkali-kali diusulkan mendapat bantuan program bedah rumah. Namun bantuan tidak kunjung datang. Menurut Ponisri, ketua kelompok penerima program PKH Kelurahan Tawangsari, bantuan bedah rumah terganjal regulasi (aturan). Status tanah penerima program bedah rumah harus milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan. "Sementara tanah yang ditempati Pak Saji masih Petok D. Status tanah waris itu juga masih milik bersama," katanya.

Keterangan serupa disampaikan Lurah Tawangsari, Mujito. Menurut dia, yang bisa dilakukan kelurahan hanya membantu meringankan beban hidup keluarga Rahmat Saji, yakni rutin memberikan bantuan sembako. Untuk bantuan bedah rumah, kata Mujito, kelurahan tidak memiliki kemampuan anggaran. "Untuk bantuan bedah rumah kelurahan tidak memiliki anggaran," katanya.

Kendati demikian Mujito sudah mencoba berkomunikasi dengan Pemkab Blitar, yakni berkirim surat ke Dinas Sosial dan BPBD. Namun usulan itu hingga kini belum mendapat jawaban.

Terpisah Kepala Dinas Sosial Kabupaten Blitar Romelan membenarkan adanya usulan bedah rumah dari Kelurahan Tawangsari. Namun pihaknya memastikan tidak bisa merealisasikan dengan alasan tidak memiliki kewenangan. "Kalau soal bedah rumah Dinsos tidak punya kewenangan. Itu kewenangan instansi lain," ujarnya.

Kendati demikian Dinsos berjanji bertanggung jawab terhadap penghuni rumah. Menurut Romelan pihaknya akan segera turun ke lapangan untuk menginventrisasi kebutuhan keluarga Rahmat Saji. Termasuk juga dengan penghuni yang mengalami sakit jiwa, kata dia, Dinsos akan berupaya membantu pengobatan. "Kita akan segera melakukan penanganan," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1473 seconds (0.1#10.140)