Divonis Dua Tahun Penjara, Wali Kota Malang Nonaktif Tak Banding
A
A
A
SURABAYA - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan kepada Wali Kota Malang nonaktif Muhammad Anton. Terdakwa dianggap bersalah dalam kasus suap senilai Rp600 juta untuk memuluskan pembahasan APBD-Perubahan Pemkot Malang tahun anggaran 2015.
Selain pidana penjara dan denda, abah Anton, panggilan akrab Muhammad Anton, juga dicabut hak politiknya selama dua tahun terhitung setelah terdakwa menjalani hukuman. "Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa terbukti memberi hadiah atau janji sejumlah anggota DPRD untuk pembahasan dan pengesahan APBD-P Pemkot Malang," kata Ketua majelis hakim Tipikor Surabaya, Unggul Warso di Pengadilan Tipikor, Jumat (10/8/2018).
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara serta pencabutan hak politik selama empat tahun. Sesaat setelah mendengar putusan majelis hakim, Anton langsung berdiri mendekati tim penasehat hukumnya. Sesaat kemudian, dia kembali duduk dan berusaha menjawab pertanyaan hakim atas putusan itu.
"Apakah saudara menerima?" tanya Hakim Unggul Warso Mukti. Terdiam sejenak, Anton lalu menjawab. "Saya menerima Pak hakim," jawab Anton. (Baca Juga: KPK Tetapkan Wali Kota Malang dan 18 Anggota DPRD Tersangka
Kuasa hukum Anton, Haris Fajar Kustaryo, seusai sidang berkesimpulan bahwa, Anton orangnya tidak bertele-tele dan cepat mengambil keputusan. Sikap menerima itu, kata dia, bukan diartikan kliennya bersalah. Namun itu sebagai pertanggungjawaban pimpinan dari tindakan anak buah. "Dia mengaku teledor dalam melakukan pengawasan terhadap anak buah," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto mengaku masih pikir-pikir dengan vonis tersebut. Putusan majelis hakim ini akan terlebih dulu disampaikan pada pimpinan KPK. Setelah itu baru mengajukan banding atau tidak. "Mengingat putusan dari majelis hakim lebih rendah dari tuntutan kami, maka akan kami diskusikan dengan pimpinan KPK," katanya. (Baca Juga: Kasus Suap APBD, KPK Tahan Wali Kota dan 6 Anggota DPRD Malang(amm)
Selain pidana penjara dan denda, abah Anton, panggilan akrab Muhammad Anton, juga dicabut hak politiknya selama dua tahun terhitung setelah terdakwa menjalani hukuman. "Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa terbukti memberi hadiah atau janji sejumlah anggota DPRD untuk pembahasan dan pengesahan APBD-P Pemkot Malang," kata Ketua majelis hakim Tipikor Surabaya, Unggul Warso di Pengadilan Tipikor, Jumat (10/8/2018).
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara serta pencabutan hak politik selama empat tahun. Sesaat setelah mendengar putusan majelis hakim, Anton langsung berdiri mendekati tim penasehat hukumnya. Sesaat kemudian, dia kembali duduk dan berusaha menjawab pertanyaan hakim atas putusan itu.
"Apakah saudara menerima?" tanya Hakim Unggul Warso Mukti. Terdiam sejenak, Anton lalu menjawab. "Saya menerima Pak hakim," jawab Anton. (Baca Juga: KPK Tetapkan Wali Kota Malang dan 18 Anggota DPRD Tersangka
Kuasa hukum Anton, Haris Fajar Kustaryo, seusai sidang berkesimpulan bahwa, Anton orangnya tidak bertele-tele dan cepat mengambil keputusan. Sikap menerima itu, kata dia, bukan diartikan kliennya bersalah. Namun itu sebagai pertanggungjawaban pimpinan dari tindakan anak buah. "Dia mengaku teledor dalam melakukan pengawasan terhadap anak buah," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto mengaku masih pikir-pikir dengan vonis tersebut. Putusan majelis hakim ini akan terlebih dulu disampaikan pada pimpinan KPK. Setelah itu baru mengajukan banding atau tidak. "Mengingat putusan dari majelis hakim lebih rendah dari tuntutan kami, maka akan kami diskusikan dengan pimpinan KPK," katanya. (Baca Juga: Kasus Suap APBD, KPK Tahan Wali Kota dan 6 Anggota DPRD Malang(amm)