Mahasiswa ITS Juarai Rancang Modul Termoelektrik Tingkat ASEAN
A
A
A
SURABAYA - Mahasiswa Departemen Fisika, Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya, Elysa Nensy Irawan dan Aldo Mahendra Putra berhasil meraih Gold Prize tingkat ASEAN.
Keduanya, menjadi jawara di ajang The ASEAN Thermoelectric Device Fabrication and Invention Fair di Sakon Nakhon Rajabhat University, Thailand.
Elysa menuturkan, kompetisi ini diikuti para mahasiswa dari berbagai jurusan di ASEAN, untuk melakukan fabrikasi termoelektrik sehingga menghasilkan daya paling besar.
Kompetisi ini terbagi ke dalam dua kategori lomba, yakni fabrikasi termoelektrik, dan pameran karya penerapan termoelektrik dalam kehidupan sehari-hari.
"Untuk fabrikasi, dilaksanakan terbuka bagi mahasiswa di negara kawasan ASEAN. Sedangkan, pameran diikuti semua pelajar SMA di ASEAN," ujarnya.
Kompetisi ini, diikuti sebanyak 70 tim dari berbagai negara di ASEAN. Setiap tim diberikan komponen untuk menyusun modul termoelektrik. Komponen-komponennya, terdiri dari alumina, kabel, termoelemen, dan tembaga secara terpisah.
"Kami hanya diberi waktu selama satu jam, untuk menyelesaikan proses fabrikasi sehingga komponen-komponen tersebut menjadi sebuah modul termoelektrik, seperti yang dijual di pasaran," ujar Nensy.
Dalam melakukan fabrikasi, setiap tim diberikan kebebasan untuk mengembangkan kreativitas dalam membuat desain, p-n junction (tipe material semikonduktor), dan packaging dari termoelektrik yang dibuat.
Setelah itu, dewan juri melakukan pengujian terhadap daya dari masing-masing thermoelektrik, untuk menentukan pemenang dari kompetisi ini.
"Tim kami berhasil menjuarai lomba, karena berhasil merakit dan membuat modul termoelektrik dengan tegangan paling tinggi," ungkapnya.
Nensy mengatakan, perjuangan timnya dalam memenangkan kompetisi bergengsi tersebut bukan tanpa halangan. Tim mereka terkendala oleh bahasa yang digunakan ketika lomba, yaitu menggunakan bahasa Thailand.
Namun, hal itu dapat teratasi setelah salah satu profesor dari perguruan tinggi Thailand, meminta panitia untuk memakai bahasa Inggris. "Kesempatannya tinggal 30 menit. Dengan segala usaha keras, alhamdulillah tim kami berhasil menang," katanya.
Termoelektrik, lanjutnya, merupakan sebuah piranti elektronik yang dapat mengubah perbedaan suhu menjadi energi listrik, ataupun sebaliknya.
Perangkat modul termoelektrik, biasanya dijual dalam bentuk plat tipis. Salah satu termoeletrik yang dapat dengan mudah didapatkan, berukuran 40 mm x 40 mm dengan ketebalan 3 mm, dan terdapat dua buah kabel.
Jika dibandingkan dengan teknologi refrigerasi kompresi uap, termoelektrik memiliki berbagai macam kelebihan. Antara lain pemanas atau pendingin dapat dengan mudah diatur menyesuaikan arah arusnya, sangat ringkas, tidak berisik, tidak butuh perawatan khusus, dan tidak butuh refrigeran (freon).
"Dengan demikian, termoelektrik memiliki potensi yang sangat besar sebagai energi alternatif di masa depan," jelasnya.
Keduanya, menjadi jawara di ajang The ASEAN Thermoelectric Device Fabrication and Invention Fair di Sakon Nakhon Rajabhat University, Thailand.
Elysa menuturkan, kompetisi ini diikuti para mahasiswa dari berbagai jurusan di ASEAN, untuk melakukan fabrikasi termoelektrik sehingga menghasilkan daya paling besar.
Kompetisi ini terbagi ke dalam dua kategori lomba, yakni fabrikasi termoelektrik, dan pameran karya penerapan termoelektrik dalam kehidupan sehari-hari.
"Untuk fabrikasi, dilaksanakan terbuka bagi mahasiswa di negara kawasan ASEAN. Sedangkan, pameran diikuti semua pelajar SMA di ASEAN," ujarnya.
Kompetisi ini, diikuti sebanyak 70 tim dari berbagai negara di ASEAN. Setiap tim diberikan komponen untuk menyusun modul termoelektrik. Komponen-komponennya, terdiri dari alumina, kabel, termoelemen, dan tembaga secara terpisah.
"Kami hanya diberi waktu selama satu jam, untuk menyelesaikan proses fabrikasi sehingga komponen-komponen tersebut menjadi sebuah modul termoelektrik, seperti yang dijual di pasaran," ujar Nensy.
Dalam melakukan fabrikasi, setiap tim diberikan kebebasan untuk mengembangkan kreativitas dalam membuat desain, p-n junction (tipe material semikonduktor), dan packaging dari termoelektrik yang dibuat.
Setelah itu, dewan juri melakukan pengujian terhadap daya dari masing-masing thermoelektrik, untuk menentukan pemenang dari kompetisi ini.
"Tim kami berhasil menjuarai lomba, karena berhasil merakit dan membuat modul termoelektrik dengan tegangan paling tinggi," ungkapnya.
Nensy mengatakan, perjuangan timnya dalam memenangkan kompetisi bergengsi tersebut bukan tanpa halangan. Tim mereka terkendala oleh bahasa yang digunakan ketika lomba, yaitu menggunakan bahasa Thailand.
Namun, hal itu dapat teratasi setelah salah satu profesor dari perguruan tinggi Thailand, meminta panitia untuk memakai bahasa Inggris. "Kesempatannya tinggal 30 menit. Dengan segala usaha keras, alhamdulillah tim kami berhasil menang," katanya.
Termoelektrik, lanjutnya, merupakan sebuah piranti elektronik yang dapat mengubah perbedaan suhu menjadi energi listrik, ataupun sebaliknya.
Perangkat modul termoelektrik, biasanya dijual dalam bentuk plat tipis. Salah satu termoeletrik yang dapat dengan mudah didapatkan, berukuran 40 mm x 40 mm dengan ketebalan 3 mm, dan terdapat dua buah kabel.
Jika dibandingkan dengan teknologi refrigerasi kompresi uap, termoelektrik memiliki berbagai macam kelebihan. Antara lain pemanas atau pendingin dapat dengan mudah diatur menyesuaikan arah arusnya, sangat ringkas, tidak berisik, tidak butuh perawatan khusus, dan tidak butuh refrigeran (freon).
"Dengan demikian, termoelektrik memiliki potensi yang sangat besar sebagai energi alternatif di masa depan," jelasnya.
(vhs)