Gunungkidul Jadi Rujukan Nasional Antipernikahan Dini, Ini Resepnya
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus berusaha meminimalisasi angka pernikahan anak atau pernikahan dini di Indonesia. Saat ini, tiga kabupaten dijadikan rujukan nasional untuk gerakan antipernikahan anak.
Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan Kementerian PPPA Rohika Kurniadi Sari mengatakan, tiga kabupaten yang menjadi rujukan nasional adalah Gunungkidul, DIY; Rembang, Jawa Tengah; dan Maluku Utara. Ketiga kabupaten tersebut memiliki model-model yang bisa ditarik secara nasional sebagai rujukan mengenai upaya maksimal untuk menekan pernikahan anak. Ketiga kabupaten memiliki komitmen untuk gerakan antipernikahan anak cukup kuat.
"Karena ini berkaitan dengan komitmen daerah, masyarakat yang terlibat dan keterlibatan berbagai pihak untuk mendukung gerakan antipernikahan anak di Indonesia. Tiga kabupaten tersebut memiliki cerita tersendiri dan layak menjadi rujukan," katanya kepada SINDOnews, Kamis (26/7/2018).
Dengan dijadikan rujukan atau referensi nasional, diharapkan cara atau model yang dilakukan tiga kabupaten tersebut bisa diterapkan di seluruh Indonesia. Alhasil upaya keras pemerintah menekan pernikahan anak bisa maksimal dilakukan. "Karena saat ini kita masih di urutan ke-7 sedunia untuk angka pernikahan anak," ungkap Rohika Kurniadi Sari.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Gunungkidul, Sudjoko mengatakan, saat ini pihaknya gencar mendeklarasikan kecamatan untuk zero nikah dini. Upaya yang dirintis bersama Rifka Annisa ini dimulai dengan deklarasi di Kecamatan Gedangsari. "Gerakan di Gedangsari ini kemudian direplikasi kecamatan lain di Gunungkidul," katanya.
Dengan keterlibatan masyarakat, tokoh agama, dan Kementerian agama, upaya tersebut mulai menunjukkan hasil positif. "Pengadilan Agama juga menjadi hati-hati menerbitkan izin dispensasi pernikahan anak, desa juga tidak berani asal-asalan memberikan izin," katanya.
Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan Kementerian PPPA Rohika Kurniadi Sari mengatakan, tiga kabupaten yang menjadi rujukan nasional adalah Gunungkidul, DIY; Rembang, Jawa Tengah; dan Maluku Utara. Ketiga kabupaten tersebut memiliki model-model yang bisa ditarik secara nasional sebagai rujukan mengenai upaya maksimal untuk menekan pernikahan anak. Ketiga kabupaten memiliki komitmen untuk gerakan antipernikahan anak cukup kuat.
"Karena ini berkaitan dengan komitmen daerah, masyarakat yang terlibat dan keterlibatan berbagai pihak untuk mendukung gerakan antipernikahan anak di Indonesia. Tiga kabupaten tersebut memiliki cerita tersendiri dan layak menjadi rujukan," katanya kepada SINDOnews, Kamis (26/7/2018).
Dengan dijadikan rujukan atau referensi nasional, diharapkan cara atau model yang dilakukan tiga kabupaten tersebut bisa diterapkan di seluruh Indonesia. Alhasil upaya keras pemerintah menekan pernikahan anak bisa maksimal dilakukan. "Karena saat ini kita masih di urutan ke-7 sedunia untuk angka pernikahan anak," ungkap Rohika Kurniadi Sari.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Gunungkidul, Sudjoko mengatakan, saat ini pihaknya gencar mendeklarasikan kecamatan untuk zero nikah dini. Upaya yang dirintis bersama Rifka Annisa ini dimulai dengan deklarasi di Kecamatan Gedangsari. "Gerakan di Gedangsari ini kemudian direplikasi kecamatan lain di Gunungkidul," katanya.
Dengan keterlibatan masyarakat, tokoh agama, dan Kementerian agama, upaya tersebut mulai menunjukkan hasil positif. "Pengadilan Agama juga menjadi hati-hati menerbitkan izin dispensasi pernikahan anak, desa juga tidak berani asal-asalan memberikan izin," katanya.
(amm)