Polisi Usut Hukuman Squad Jump yang Membuat Siswi di Mojokerto Lumpuh
A
A
A
MOJOKERTO - Kasus hukuman lompat jongkok (squad jump) yang dialami Mas Hanum Dwi Aprilia, siswi SMAN 1 Gondang, Mojokerto yang membuatnya lumpuh, menjadi atensi polisi. Kasus inipun bakal dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Mojokerto untuk ditangani.
Hanum mendadak mengalami kelumpuhan usai menerima hukuman lompat jongkok yang diberikan seniornya. Kelumpuhan itu dialaminya saat ia belum menyelesaikan hukuman lompat jongkok sebanyak 200 kali itu.
Namun dari pengakuan pihak sekolah, Hanum dihukum dengan 60 kali squad jump ditambah 60 kali untuk menyelesaikan hukuman satu temannya yang juga terlambat mengikuti ekstra kurikuler.
Kapolres Mojokerto AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, sejumlah langkah telah diambil dalam menangani masalah ini. Selain untuk melakukan penyelidikan, upaya kesembuhan terhadap Hanum juga telah dilakukan dengan merawatnya di RSUD dr Wahidin Soediro Husodo. (Baca: Kisah Siswi SMA Tak Kuat Dihukum Squad Jump yang Terancam Lumpuh)
Tindak medis itu, selain untuk perawatan, juga untuk memastikan kondisi Hanum. ”Hasil rontgen dan pemeriksaannya seperti apa, itu menjadi pijakan kami,” kata Leonardus, Minggu (22/7/2018).
Upaya penyembuhan menjadi prioritas pihaknya. Setelahnya, polisi akan menyelidiki kemungkinan apakah cidera pada syarat tulang belakang Hanum diakibatkan oleh hukuman squad jump yang diberikan seniornya saat terlambat mengikuti ekstra kurikuler kelompok Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) di sekolahnya itu.
Menurutnya, jika memang cidera tersebut akibat hukuman lompat jongkok, kasus ini akan ditindaklanjuti.Dikatakannya harus ada yang bertanggungjawab atas kasus ini. Menurut Leonardus, pihaknya akan meminta keterangan dari para senior yang memberi hukuman itu. Juga kepada pihak sekolah terkait masalah ini.
”Korban hingga saat ini masih belum bisa berjalan. Pemulihan kita dahulukan, dan lalu upaya hukumnya juga kita ambil dengan melibatkan PPA dan koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Mojokerto,” tegasnya.
Lebih jauh dijelaskan, kasus ini menjadi prioritas lantaran Hanum masih di bawah umur. Terlebih, hukuman squad jump dianggap membahayakan. Di Polri maupun TNI sendiri, ujar dia, hukuman seperti ini telah dihapuskan. ”Jangan sampai ini terjadi lagi. Ini juga sebagai peringatan bagi sekolah agar tak menerapkan hukuman fisik jenis ini,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perempuan dan Anak (DPPKBPP) Yudha Hadi SESB mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa Hanum. Pihaknya, sebagai lembaga yang menaungi P2TP2A, juga akan menindaklanjuti kasus ini.
”P2TP2A akan kita terjunkan. Selain masalah medisnya (pemulihan) juga upaya hukumnya nanti seperti apa,” terang Yudha.
Hanum mendadak mengalami kelumpuhan usai menerima hukuman lompat jongkok yang diberikan seniornya. Kelumpuhan itu dialaminya saat ia belum menyelesaikan hukuman lompat jongkok sebanyak 200 kali itu.
Namun dari pengakuan pihak sekolah, Hanum dihukum dengan 60 kali squad jump ditambah 60 kali untuk menyelesaikan hukuman satu temannya yang juga terlambat mengikuti ekstra kurikuler.
Kapolres Mojokerto AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, sejumlah langkah telah diambil dalam menangani masalah ini. Selain untuk melakukan penyelidikan, upaya kesembuhan terhadap Hanum juga telah dilakukan dengan merawatnya di RSUD dr Wahidin Soediro Husodo. (Baca: Kisah Siswi SMA Tak Kuat Dihukum Squad Jump yang Terancam Lumpuh)
Tindak medis itu, selain untuk perawatan, juga untuk memastikan kondisi Hanum. ”Hasil rontgen dan pemeriksaannya seperti apa, itu menjadi pijakan kami,” kata Leonardus, Minggu (22/7/2018).
Upaya penyembuhan menjadi prioritas pihaknya. Setelahnya, polisi akan menyelidiki kemungkinan apakah cidera pada syarat tulang belakang Hanum diakibatkan oleh hukuman squad jump yang diberikan seniornya saat terlambat mengikuti ekstra kurikuler kelompok Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) di sekolahnya itu.
Menurutnya, jika memang cidera tersebut akibat hukuman lompat jongkok, kasus ini akan ditindaklanjuti.Dikatakannya harus ada yang bertanggungjawab atas kasus ini. Menurut Leonardus, pihaknya akan meminta keterangan dari para senior yang memberi hukuman itu. Juga kepada pihak sekolah terkait masalah ini.
”Korban hingga saat ini masih belum bisa berjalan. Pemulihan kita dahulukan, dan lalu upaya hukumnya juga kita ambil dengan melibatkan PPA dan koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Mojokerto,” tegasnya.
Lebih jauh dijelaskan, kasus ini menjadi prioritas lantaran Hanum masih di bawah umur. Terlebih, hukuman squad jump dianggap membahayakan. Di Polri maupun TNI sendiri, ujar dia, hukuman seperti ini telah dihapuskan. ”Jangan sampai ini terjadi lagi. Ini juga sebagai peringatan bagi sekolah agar tak menerapkan hukuman fisik jenis ini,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perempuan dan Anak (DPPKBPP) Yudha Hadi SESB mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa Hanum. Pihaknya, sebagai lembaga yang menaungi P2TP2A, juga akan menindaklanjuti kasus ini.
”P2TP2A akan kita terjunkan. Selain masalah medisnya (pemulihan) juga upaya hukumnya nanti seperti apa,” terang Yudha.
(vhs)