Angkat Isu Hamas dan Iran, Doktor asal Gaza Lulus Memuaskan di Unair
A
A
A
SURABAYA - Mahasiswa asal Gaza, Palestina Ahmed Muhammad Omar Al- Madani berhasil lulus ujian doktor Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Unair. Dia mengangkat isu Hamas dan Iran sebagai bahan utama disertasinya.
Ahmed menjadi mahasiswa Unair terhitung sejak November 2013. Dia menempuh studi dengan mendapatkan beasiswa unggulan untuk mahasiswa asing yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk menempuh pendidikan, perjalanan yang dilaluinya tidak mudah. Salah satunya proses untuk keluar dari negaranya.
"Saya harusnya melangsungkan kegiatan perkuliahan pada September 2013. Tapi tertahan di Palestina dan baru sanpai November," ujar Ahmed, Selasa (17/7/2018).
Untuk keluar Gaza, katanya, dia harus melewati Rafah Border yang mencekam. Rafah Border merupakan pembatas antara Gaza dan Mesir. Rafah Border selalu tertutup dan hanya orang orang tertentu yang bisa mengaksesnya.
Setiap hari, lanjutnya, Ahmed datang ke Rafah Border untuk melakukan negosiasi pada penjaga agar dirinya bisa keluar dan terbang ke Indonesia.
“Hanya ada dua pilihan, saya tetap tinggal di Gaza dengan situasi yang seperti ini atau keluar dari Gaza dan membuat hidupku lebih baik," ucapnya.
Konflik Gaza bukan hal mudah bagi dirinya. Namun, karena perjuangan dan doa di tengah suara meriam, dia kini akan mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu sosial.
Dalam disertasinya, dia mencoba menjabarkan tujuan dari hubungan antara Hamas dan Iran, serta dampak yang ditimbulkan terhadap negara Palestina atas konflik yang terjadi.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Iran membina hubungan dengan Hamas atas dasar Agama kepada masyarakat Sunni. Iran dan Hamas juga membatasi hubungan sebatas ranah politik saja.
Berkat disertasinya yang baik, tim penguji menyatakan bahwa dia diterima dan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan. Dengan ini Ahmed dinobatkan menjadi doktor ke-214 FISIP Unair.
Ahmed menjadi mahasiswa Unair terhitung sejak November 2013. Dia menempuh studi dengan mendapatkan beasiswa unggulan untuk mahasiswa asing yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk menempuh pendidikan, perjalanan yang dilaluinya tidak mudah. Salah satunya proses untuk keluar dari negaranya.
"Saya harusnya melangsungkan kegiatan perkuliahan pada September 2013. Tapi tertahan di Palestina dan baru sanpai November," ujar Ahmed, Selasa (17/7/2018).
Untuk keluar Gaza, katanya, dia harus melewati Rafah Border yang mencekam. Rafah Border merupakan pembatas antara Gaza dan Mesir. Rafah Border selalu tertutup dan hanya orang orang tertentu yang bisa mengaksesnya.
Setiap hari, lanjutnya, Ahmed datang ke Rafah Border untuk melakukan negosiasi pada penjaga agar dirinya bisa keluar dan terbang ke Indonesia.
“Hanya ada dua pilihan, saya tetap tinggal di Gaza dengan situasi yang seperti ini atau keluar dari Gaza dan membuat hidupku lebih baik," ucapnya.
Konflik Gaza bukan hal mudah bagi dirinya. Namun, karena perjuangan dan doa di tengah suara meriam, dia kini akan mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu sosial.
Dalam disertasinya, dia mencoba menjabarkan tujuan dari hubungan antara Hamas dan Iran, serta dampak yang ditimbulkan terhadap negara Palestina atas konflik yang terjadi.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Iran membina hubungan dengan Hamas atas dasar Agama kepada masyarakat Sunni. Iran dan Hamas juga membatasi hubungan sebatas ranah politik saja.
Berkat disertasinya yang baik, tim penguji menyatakan bahwa dia diterima dan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan. Dengan ini Ahmed dinobatkan menjadi doktor ke-214 FISIP Unair.
(sms)