Kisah di Balik Pembuatan Kain Tenun Ikat Tradisional Terpanjang
A
A
A
SEMARANG - Anak bangsa kembali menghasilkan karya membanggakan. Kali ini datang dari putra daerah Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dia adalah Ibrahim Bire Logo yang membuat kain tenun ikat tradisional sepanjang 68 meter dengan lebar 91 cm. Uniknya, dalam kain tenun tersebut tergambar lambang negara, bendera Merah Putih, peta Republik Indonesia, peta provinsi hingga komodo.
Lembaga Prestasi dan Rekor Indonesia-Dunia (Leprid) mengapresiasi atas karya yang diprakarsai Ibrahim sebagai rekor Rekor Kain Tenun Ikat Tradisional Sabu Raijua Terpanjang dengan Motif bertema Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketua Umum dan Pendiri Leprid, Paulus Pangka, menyerahkan piala dan piagam penghargaan kepada Ibrahim di Kantor Leprid, Jalan Berlian Sambiroto, Semarang, Jawa Tengah, Minggu 15 Juli 2018.
Sebelumnya, tim Leprid mlakukan pengukuran pada panjang dan lebar kain tenun yang dibentangkan oleh belasan anak dan warga di sekitar kantor Leprid. Paulus berharap karya ini bisa menginspirasi semua orang dan berguna bagi bangsa serta NKRI.
“Pembuatan kain tenun ikat tradisional bermotif NKRI terpanjang ini diharapkan bisa menggugah semangat generasi muda, termasuk pelaku UMKM untuk selalu menciptakan produk yang inovatif dan berkualitas,” ungkap Paulus Pangka.
Ibrahim sendiri mengaku bangga dan bersyukur atas penghargaan Leprid yang diberikan kepadanya. Dia berkeinginan agar karyanya bisa dipajang di Istana Negara dan juga bisa ditampilkan saat pembukaan Asian Games 18 Agustus 2018.
“Saya ingin persembahkan kain tenun ikat ini untuk bapak Presiden Joko Widodo, dan jika diizinkan berharap bisa dipajang di Istana Negara serta dipajang saat pembukaan Asian Games nanti,” harap Ibrahim.
Kain tenun asal sabu ini melambangkan kecintaan dirinya dan masyarakat sabu terhadap NKRI. Untuk mendesain teknik kerja dan motif yang dibuat dalam kain tersebut dibutuhkan hampir kurun waktu dua tahun.
“Setelah saya menemukan desain yang tepat dalam mengerjakannya. Saya pun mencari tenaga kerja yang mahir, sebagai tenaga tehnik yakni Olivia Rona dan Yuliana Tudu yang dibantu 20 orang tenaga lepas,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan kain tenun ikat tradisional itu menghabiskan dana sekitar Rp90 juta. "Dari jumlah dana itu, Rp40 juta pinjam dari bank,” sebutnya.
Dana tersebut dibelikannya untuk sarana prasarana penunjang serta bahan baku seperti benang, tali rafia dan pewarna. Sarana dan penunjang meliputi terpal, tali nilon, pipa paralon, pipa besi, besi beton, klos, kabel, gurinda listrik, gurinda tangan, besi plat, baut 19, bola listrik 60 w, kabel dan lainnya.
Dia menjelaskan, kain tenun ikat tradisonal berasal dari bahan baku benang katun pabrikan warna putih, baik yang klos maupun bantalan. “Untuk benang ikatan klos mencapai 40 klos, sedangkan benang katun bantalan 2 karung, serta tali rafia untuk pengikatan motif 2 karung, pewarna hitam, merah, kuning, coklat campuran dan biru kesemuanya mencapai 1 drum,” bebernya.
Untuk proses pekerjaan kain tenun ikat tradisional, memakan waktu 86 hari dengan volume kerja per hari rata-rata 20 jam. “Dengan segala masalah yang muncul dalam proses pengerjaannya dihadapi bersama dengan tenaga teknik hingga teratasi dan menyelesaikannya dengan baik,” pungkas Ibrahim yang berprofesi seorang guru ini.
Dia adalah Ibrahim Bire Logo yang membuat kain tenun ikat tradisional sepanjang 68 meter dengan lebar 91 cm. Uniknya, dalam kain tenun tersebut tergambar lambang negara, bendera Merah Putih, peta Republik Indonesia, peta provinsi hingga komodo.
Lembaga Prestasi dan Rekor Indonesia-Dunia (Leprid) mengapresiasi atas karya yang diprakarsai Ibrahim sebagai rekor Rekor Kain Tenun Ikat Tradisional Sabu Raijua Terpanjang dengan Motif bertema Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketua Umum dan Pendiri Leprid, Paulus Pangka, menyerahkan piala dan piagam penghargaan kepada Ibrahim di Kantor Leprid, Jalan Berlian Sambiroto, Semarang, Jawa Tengah, Minggu 15 Juli 2018.
Sebelumnya, tim Leprid mlakukan pengukuran pada panjang dan lebar kain tenun yang dibentangkan oleh belasan anak dan warga di sekitar kantor Leprid. Paulus berharap karya ini bisa menginspirasi semua orang dan berguna bagi bangsa serta NKRI.
“Pembuatan kain tenun ikat tradisional bermotif NKRI terpanjang ini diharapkan bisa menggugah semangat generasi muda, termasuk pelaku UMKM untuk selalu menciptakan produk yang inovatif dan berkualitas,” ungkap Paulus Pangka.
Ibrahim sendiri mengaku bangga dan bersyukur atas penghargaan Leprid yang diberikan kepadanya. Dia berkeinginan agar karyanya bisa dipajang di Istana Negara dan juga bisa ditampilkan saat pembukaan Asian Games 18 Agustus 2018.
“Saya ingin persembahkan kain tenun ikat ini untuk bapak Presiden Joko Widodo, dan jika diizinkan berharap bisa dipajang di Istana Negara serta dipajang saat pembukaan Asian Games nanti,” harap Ibrahim.
Kain tenun asal sabu ini melambangkan kecintaan dirinya dan masyarakat sabu terhadap NKRI. Untuk mendesain teknik kerja dan motif yang dibuat dalam kain tersebut dibutuhkan hampir kurun waktu dua tahun.
“Setelah saya menemukan desain yang tepat dalam mengerjakannya. Saya pun mencari tenaga kerja yang mahir, sebagai tenaga tehnik yakni Olivia Rona dan Yuliana Tudu yang dibantu 20 orang tenaga lepas,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan kain tenun ikat tradisional itu menghabiskan dana sekitar Rp90 juta. "Dari jumlah dana itu, Rp40 juta pinjam dari bank,” sebutnya.
Dana tersebut dibelikannya untuk sarana prasarana penunjang serta bahan baku seperti benang, tali rafia dan pewarna. Sarana dan penunjang meliputi terpal, tali nilon, pipa paralon, pipa besi, besi beton, klos, kabel, gurinda listrik, gurinda tangan, besi plat, baut 19, bola listrik 60 w, kabel dan lainnya.
Dia menjelaskan, kain tenun ikat tradisonal berasal dari bahan baku benang katun pabrikan warna putih, baik yang klos maupun bantalan. “Untuk benang ikatan klos mencapai 40 klos, sedangkan benang katun bantalan 2 karung, serta tali rafia untuk pengikatan motif 2 karung, pewarna hitam, merah, kuning, coklat campuran dan biru kesemuanya mencapai 1 drum,” bebernya.
Untuk proses pekerjaan kain tenun ikat tradisional, memakan waktu 86 hari dengan volume kerja per hari rata-rata 20 jam. “Dengan segala masalah yang muncul dalam proses pengerjaannya dihadapi bersama dengan tenaga teknik hingga teratasi dan menyelesaikannya dengan baik,” pungkas Ibrahim yang berprofesi seorang guru ini.
(thm)