Kisah Watu Gilang Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Senin, 16 Juli 2018 - 05:00 WIB
Kisah Watu Gilang Peninggalan...
Kisah Watu Gilang Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
A A A
KERAJAAN Mataram Islam memiliki berbagai peninggalan situs dan artefak yang memiliki nilai tinggi. Begitupun dengan Kotagede, Yogyakarta yang dikenal sebagai pusat kerajaan Mataram Islam yang kemudian berkembang menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta.

Di Kotagede tepatnya sekitar tiga ratus meter dari Pasar Kotagede arah selatan ada sebuah situs Watu Gilang dan Watu Gatheng yang menyimpan banyak cerita dan misteri. Hingga saat ini dua artefak bersejarah ini masih bisa kita temui.

Watu Gilang atau batu Gilang bentuknya persegi sekitar 2 x 2 meter dan berwarna hitam dengan tinggi sekitar 30 cm. Batu ini konon merupakan dhampar atau singgasana Panembana Senopati atau Danang Sutawijaya.

Panembahan Senopati adalah pendiri Kerajaan Mataram Islam. Dulu batu ini ditempatkan di pendapa kerajaan dan diduki Sultan saat menerima tamu. Sekarang batu tersebut disimpan di sebuah bangunan berkuran sekitar 3 x 3 meter yang diapit dua jalan menuju Dusun Singosaren, Banguntapan, Bantul atau sekitar 150 meter artah selatan Makam Rajam Mataram Kotagede.
Kisah Watu Gilang Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Menurut cerita turun-temurun, cekungan pada batu ini konon merupakan bekas benturan kepala Ki Ageng Mangir. Seorang sakti mandraguna yang memberontak kepada Mataram.

Karena kesaktiannya itu, maka Panembahan Senopati memutar otak untuk mengalahkan Ki Ageng Mangir. Panembahan Senopati kemudian menggunakan siasat atau taktik Apus Krama.

“Ki Ageng Mangir dinikahkan dengan Ni Pembayun, anak dari Panembahan Senopati,” kata Joko, salah satu tokoh warga Singosaren, Banguntapan.

Saat Ki Ageng Mangir datang sowan untuk sungkem kepada mertuanya itu, Raja Mataram itu langsung membenturkan kepalanya ke dampar Watu Gilang. Seketika sosok yang sakti mandraguna itu langsung meninggal di tempat dengan kepala pecah.

Salah satu sisi watung Gilang terdapat cekungan Batu itu cekung akibat saking kerasnya benturan, batu hitam jenis andesit ini konon didatangkan khusus dari hutan Lipuro yang sekarang dikenal sebagai kawasan Bambanglipuro Bantul itu.

Selain menyimpang batu Gilang, di bangunan tersebut juga terdapat Batu Gatheng. Ada tiga buah Watu Gatheng. Letaknya dekat dengan pintu masuk. Sementara Watu Gilang letaknya di bagian dalam bangunan. Jadi saat kita masuk ke bangunan tempat penyimpanan batu itu, kita akan melihat batu Gatheng dulu baru kemudian di bagian dalam ada batu Gilang.

Watu Gatheng berjumlah tiga buah dengan ukuran yang berbeda. Masing-masing bergaris tengah 31 centimeter (cm), 27 cm dan 15 cm. Konon, batu-batu ini adalah alat permainan gatheng Raden Ronggo. Raden ronggo adalah salah satu anak dari Panembahan Senopati. Raden Ronggo dikenal sebagai anak nakal dan memiliki kesaktian.

Meski berat batu batu itu justru menjadi bahan mainannya. Versi lain dari Batu Gatheng ini menyebut, ketiga batu ini adalah peluru untuk meriam saat Sulatn Agung hendak menyerbu Batavia.
Kisah Watu Gilang Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Saat SINDOnews datang ke situs sejarah ini Kamis (12/7/2018) lalu, juru kunci sedang tidak berada di tempat. Yang tampak hanya penjual angkringan yang berada di sebelah barat situs. Lokasi ini ramai didatangi oleh pexiarah setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon.

Situs Watu Gilang sempat ramai jadi perbincangan sekitar 2015 silam. Saat itu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun berubah nama menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ini Mataram.

Usai perubahan nama itu putri pertama Raja Yogyakarta kemudian berhasil berhasil menduduki Watu Gilang. Dalam tradisi Keraton Yogya, orang yang duduk di Watu Gilang adalah putera mahkota.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0963 seconds (0.1#10.140)