Ganjar Sebut Pemalsu SKTM Hancurkan Sistem Pendidikan
A
A
A
SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut maraknya kasus pemalsuan surat keterangan tidak mampu (SKTM) akan merusak sistem pendidikan di Tanah Air. Pihaknya telah membatalkan lebih dari 78.000 SKTM palsu yang digunakan untuk mendaftar ke sekolah.
"Pendidikan menjadi hancur gara-gara ini (pemalsuan SKTM). Ternyata budi pekerti tidak hanya untuk anak-anak tetapi juga (diperlukan) bagi orang tua. Saya sedih betul," kata Ganjar seusai mengikuti upara HUT ke-72 Bhayangkara di Mapolda Jateng, Rabu (11/7/2018).
Pria yang baru saja terpilih kembali sebagai pemimpin Jateng itu menambahkan, banyak menerima pengaduan masyarakat tentang aturan tersebut karena dinilai lebih banyak merugikan. Untuk itu, dia akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengatasi masalah tersebut.
"Saya akan minta kepada Pak Menteri (Pendidikan dan Kebudayaan) untuk aturannya kita sesuaikan di masing-masing daerah. Mungkin aturannya tidak minimal tapi maksimal. Yang kedua kita sudah nyiapin metodenya diganti," ujarnya.
Sekadar diketahui, sejumlah daerah dihebohkan dengan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018. Sistem zonasi awalnya bertujuan untuk mewujudkan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 dianggap sebagai muara kegaduhan tersebut. Sebab dalam peraturan itu disebutkan, sekolah wajib menerima dan membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu wilayah daerah provinsi paling sedikit 20% dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima dibuktikan dengan SKTM atau kartu PKH.
"Pendidikan menjadi hancur gara-gara ini (pemalsuan SKTM). Ternyata budi pekerti tidak hanya untuk anak-anak tetapi juga (diperlukan) bagi orang tua. Saya sedih betul," kata Ganjar seusai mengikuti upara HUT ke-72 Bhayangkara di Mapolda Jateng, Rabu (11/7/2018).
Pria yang baru saja terpilih kembali sebagai pemimpin Jateng itu menambahkan, banyak menerima pengaduan masyarakat tentang aturan tersebut karena dinilai lebih banyak merugikan. Untuk itu, dia akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengatasi masalah tersebut.
"Saya akan minta kepada Pak Menteri (Pendidikan dan Kebudayaan) untuk aturannya kita sesuaikan di masing-masing daerah. Mungkin aturannya tidak minimal tapi maksimal. Yang kedua kita sudah nyiapin metodenya diganti," ujarnya.
Sekadar diketahui, sejumlah daerah dihebohkan dengan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018. Sistem zonasi awalnya bertujuan untuk mewujudkan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 dianggap sebagai muara kegaduhan tersebut. Sebab dalam peraturan itu disebutkan, sekolah wajib menerima dan membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu wilayah daerah provinsi paling sedikit 20% dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima dibuktikan dengan SKTM atau kartu PKH.
(amm)